Sia-sianya Pengurus LAM Pekanbaru Usul Desa Adat ke Wali Kota Firdaus

Wako-Firdaus-jemput-SBY.jpg
(Hasbulah Tanjung)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tokoh masyarakat Pekanbaru, Makhfuz Hafas, memastikan dirinya akan terus memperjuangkan wacana pembentukan desa adat di Kota Pekanbaru, walau sempat dimentahkan Wali Kota Pekanbaru, Firdaus, pada 2014 lalu.

Makhfuz bercerita, kala itu ia bersama dengan pengurus Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Pekanbaru bertemu Wali Kota Firdaus untuk membentuk dua desa adat di kota Pekanbaru. Dua desa adat diusulkan itu adalag Kelurahan Kampung Bandar dan Desa Okura.

Dengan berbekal UU No 6 tahun 2014 tentang Desa, jelasnya, dijelaskan Makhfuz, bagi daerah masih bisa dibaca local wisdom-nya bisa dijadikan desa adat.

"Waktu itu Mendagri masih Pak Gamawan Fauzi. Saya ingat betul Pasal 100 mengatakan, jika satu wilayah masih dapat dibaca local wisdom atau kearifan lokalnya boleh dikembalikan dari kelurahan ke desa adat, ataupun desa ke desa adat," ujar Makhfuz, Selasa, 19 November 2019.

Saat ini LAM Riau bersama-sama dengan para pihak mengajak Pemprov dan DPRD Riau untuk membentuk Desa Adat bersama-sama dengan hal-hal lainnya terkait dengan masyarakat adat. 

Makhfuz Hafas

PENGURUS Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Pekanbaru, Makhfuz Hafas. 

Para pihak tersebut tergabung dalam Tim Asistensi Percepatan Pengakuan, Perlindungan dan Pemajuan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (Tanjak) beranggotakan LAM Riau, WRI, Perkumpulan Bahtera Alam, Yayasan Pelopor, dan Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Riau.



Di dalam UU No 6 tahun 2014 tentang Desa, pada Bab XIII Ketentuan Khusus Desa Adat, di Pasal 100 disebutkan di ayat (1) Status Desa dapat diubah menjadi Desa Adat, kelurahan dapat diubah menjadi Desa Adat, Desa Adat dapat diubah menjadi Desa, dan Desa Adat dapat diubah menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa masyarakat bersangkutan melalui Musyawarah Desa dan disetujui Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Sedangkan di ayat (2), Dalam hal Desa diubah menjadi Desa Adat, kekayaan Desa beralih status menjadi kekayaan Desa Adat, dalam hal kelurahan berubah menjadi Desa Adat, kekayaan kelurahan beralih status menjadi kekayaan Desa Adat, dalam hal Desa Adat berubah menjadi Desa, kekayaan Desa Adat beralih status menjadi kekayaan Desa, dan dalam hal Desa Adat berubah menjadi kelurahan, kekayaan Desa Adat beralih status menjadi kekayaan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Itulah, alasan LAM bermohon kepada Wali Kota Firdaus. Makhfuz menyebut, LAMR Pekanbaru hanya meminta 2 dari 58 kelurahan, kala itu, di Pekanbaru, dijadikan desa adat. Namun permohonan itu ditolak Firdaus dengan berbagai alasan.

"Karena kita berjumpa di kantor dia, kami jadi lemah," tuturnya.

Padahal, sambungnya, dengan dibentuknya desa adat di Pekanbaru ini, maka bisa menjadi barometer kebudayaan Melayu, apalagi Pekanbaru merupakan pusat pemerintahan provinsi Riau.

"Orang datang ke Riau dan ke Pekanbaru mana yang spesifik Melayu itu? Ini yang tidak kita temui sekarang," tambahnya.

Local wisdom di dua kelurahan tersebut, jelasnya, seperti penyelesaian pertikaian tidak sampai ke kantor polisi, cukup diselesaikan tokoh-tokoh adat setempat.

Begitu juga dengan situs-situs sejarah masih ada seperti Masjid Raya Pekanbaru atau Makam Sultan Siak.

"Pengaturan adat seperti adat perkawinan dan adat kematian, itu semua masih bisa dibaca di daerah itu. Artinya kan sebelum ada kota, masyarakat adat sudah tinggal disana," jelasnya. 

Diceritakan Makhfuz, sudah saatnya pemerintah menciptakan icon-icon berbasis kebudayaan Melayu. Saat ini semangat Melayu jauh lebih kuat dibanding dua atau tiga puluh tahun lalu.

"Di era 80-90an orang takut memasang merek Melayu sebagai rumah makan. Takut tak laku. Begitu juga pakai baju Melayu, agak risih kita. Tapi sekarang banyak pondok Melayu di Pekanbaru dan pemakaian baju Melayu juga mulai disuarakan. Agak bangga juga kita. Sayangnya, desa adat ini yang belum ada," ulasnya.

Terkait wacana ini, Makhfuz akan terus berkomunikasi dengan LAM Pekanbaru, apalagi dengan adanya tim Tanjak ia berharap agar perjuangan desa adat ini bisa diwujudkan.

"Kita sudah sampaikan ke DPRD, tapi kan DPRD itu harus ada kajian dari Biro Hukum. Biro hukum ini kan masih dibawahnya Firdaus. Pucuknya betul yang tak mau," katanya lagi.