Kasus Penganiayaan di Rohil Mangkrak, 1.000 Advokat Datangi Polisi

Penanganan-Kasus-Penganiayaan-Mangkrak.jpg

RIAUONLINE, PEKANBARU - Puluhan Advokat yang tergabung dalam "Gerakan 1.000 Advokat Bicara Untuk Kemanusiaan" mendesak Polda Riau menuntaskan perkara penganiayaan sadis sebuah keluarga Kabupaten Rokan Hilir.

"Sudah tiga Kapolda berganti tapi kasus ini tak juga selesai. Tindak ada perkara penganiayaan di Riau yang seberat ini. Tapi penanganan paling minim, paling sepele," kata Suroto, salah satu advokat di Pekanbaru, Senin 11 Februari 2019.

Adalah pasangan suami isteri Rajiman (55) dan Maryatun (45) yang mengalami insiden penganiayaan berat itu. Suroto mengatakan Rajiman ditusuk 25 kali disekujur tubuhnya. Maryatun bahkan harus menderita luka parah akibat pukulan benda tumpul.

Penganiayaan itu terjadi 2013 silam di Dusun Sera, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Rokan Hilir, Riau. Tak hanya Rajiman dan istrinya, Arazaqul (11), anaknya juga mendapat perlakuan serupa.

Hingga kini, Arazaqul hingga kini harus menggunakan alat khusus yang terpasang pada bagian perut karena mengalami penyumbatan pencernaan. Alat itu masih terpasang hingga kini.

Suroto mengatakan bahwa aksi keji itu dilakukan sejumlah pria berbadan kekar dan diduga suruhan seorang pria berinisial AB, yang tak lain merupakan anggota DPRD aktif di salah satu daerah di Sumatera Utara dan menjadi Ketua DPC salah satu partai.

"Sebelum penganiayaan dilakukan, terduga pelaku sering mengintimidasi korban," ujarnya.

Usai aksi penyerangan membabi buta itu, Sumardi yang merupakan anak Maryatun lainnya, membuat laporan ke Polsek Panipahan. Saat pihak kepolisan bersama masyarakat berupaya mengejar pelaku ke barak yang biasa ditinggali. Akan tetapi pelaku keburu kabur.


Polisi juga sempat melihat kondisi para korban yang kala itu dirawat di Rumah Sakit Indah Bagan Batu. "Akan tetapi setelah itu, selama bertahun-tahun perkaranya tidak pernah ditangani dan terhadap para korban yang sudah sembuh pun tidak pernah diperiksa," ujar Suroto yang sejak awal membantu keluarga korban itu.

Baru pada 2017, lanjutnya, Polisi memeriksa korban, saksi dan bukti visum kejadian yang terjadi enam tahun sebelumnya. Polisi akhirnya menetapkan tiga tersangka, yang seluruhnya pelaku pemukulan. "Tapi DPO hanya setakat DPO. Tidak pernah berhasil ditangkap. Begitu juga terkait AB yang sampai sekarang tak pernah dipanggil Polisi," ujarnya.

Dari informasi yang diperoleh Suroto, di tahun 2013 sudah dua kali dilakukan pemanggilan terhadap AB. Lalu, di tahun 2018 yang bersangkutan juga sudah dua kali dipanggil. AB juga telah beberapa kali dilakukan upaya jemput paksa. Namun polisi tak berhasil membawanya, dengan alasan AB tidak diketahui keberadaanya.

"Ini sangat aneh. Logikanya untuk mencari dan menangkap penjahat di tengah hutan saja polisi mampu. Masa untuk mencari AB yang jelas alamat kantor dan rumahnya, polisi tidak bisa," imbuh Suroto

Untuk itu, dia berharap dengan adanya "Gerakan 1.000 Advokat Bicara Untuk Kemanusiaan" ini dapat menjadi babak baru upaya meraih keadilan yang diterima keluarga Rajiman.

"Harapan kita, perkara ini sudah enam tahun. Dua alat bukti sudah ada. Visum sudah ada di Polres Rohil. Sudah tersangka dan DPO. Semoga dalam waktu dekat ditangkap," harapnya.

Terpisah, Kepala Sub Direktorat III Ditreskrimum Polda Riau AKBP Mohammad Kholiq mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan gelar perkara terkait kasus tersebut. Dia menuturkan gelar perkara itu untuk mengidentifikasi keterlambatan penyidikan.

"Kasus akan kita tindak lanjuti dengan gelar perkara. Apakah ada hambatan atau tidak. Hambatan dari kita atau penyidikan, sehingga kita bisa sampaikan SP2P nya kepada korban," kata Kholiq yang baru dua bulan menjabat sebagai Kasubdit III tersebut.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id