Sengketa Lahan dengan Masyarakat, Scale Up Menunggu Itikad Baik PT RPI

Sengketa-lahan-dengan-RPI.jpg
(Istimewa)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Kasus sengketa lahan kembali terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) antara perusahaan PT Rimba Peranap Indah (RPI) dengan masyarakat setempat.

Perselisihan tersebut dipicu masalah legalitas lahan. Masyarakat yang tergabung dalam DPD APKASINDO INHU telah mengadukan hal tersebut kepada Sustainable Social Develpment Partnership (Scale Up).

Atas laporannya, Scale Up telah menyurati APRIL Group, selaku perusahaan yang manaungi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Dimana, PT RAPP merupakan perusahaan penerima pasokan kayu dari PT RPI.

Kemudian Scale Up juga menyurati Kementrian LHK sebagai instansi yang memiliki kontrol terhadap izin lahan perusahaan. Tak hanya itu, Scale Up juga telah menyurati PT RPI, perusahaan yang tengah berkonflik dengan masyarakat. Surat tersebut dikeluarkan pada 26 November 2018.

Hingga saat berita ini diturunkan, surat balasan yang diterima Scale Up baru dari APRIL Group.

"Kami akan menunggu surat balasan dan itikad baik dari perusahaan. Dalam kasus ini, terjadi saling klaim lahan antara perusahaan dan masyarakat. Hal ini berbuntut dengan terjadinya gejolak di lapangan. Kami akan dampingi terus,” kata Kepala Divisi Mitigasi Konflik Scale Up, Fajar Septyono, Selasa 18 Desember 2018.

Terakhir, mencuat kasus perusakan tanaman sawit masyarakat. Banyak sawit masyarakat yang diracun dan di-steking (pembersihan: menebang pohon sawit dan meratakan lahan), bersamaan dengan penyerangan terhadap masyarakat yang diduga dilakukan oknum Satpam PT RPI dikawal oleh oknum Polisi/ Brimob bersenjata.


Fakta tersebut mengemuka atas keterangan dari Dahrul, salah satu masyarakat yang memiliki kebun di lahan sengketa tersebut.

"Mereka secara terang-terangan berani meracun pohon kelapa sawit kami. Kami tidak bisa berbuat banyak karena takut, oknum security dan pekerja dari PT. RPI selalu dikawal oleh oknum Polisi/ Brimob bersenjata. Beberapa kali pemerintah Desa Semelinang Darat mengirim surat ke PT. RPI untuk menghentikan aktifitas di kebun sawit masyarakat namun tidak pernah ditanggapi," keluhnya.

 

Konflik ini bermula pada tahun 2012, alat berat melakukan steking kebun sawit masyarakat. Menurut ketua kelompok tani masyarakat, Suprihatin, para pekerja dan operator alat berat di lapangan mencatut wilayah yang ditanami kelapa sawit tersebut merupakan area konsesi PT RPI. Padahal, dari pengakuan Suprihatin, ia dan kelompok taninya telah berkebun sejak tahun 2006.

"Mereka melakukan aktifitas tersebut dengan dikawal oleh oknum aparat kepolisian bersenjata laras panjang. Beberapa masyarakat yang takut hanya bisa pasrah melihat kebun sawitnya diratakan dan diganti dengan tanaman akasia. Tidak ada proses ganti rugi lahan, beberapa pemilik kebun melakukan perlawanan dengan berdemo ke lokasi alat berat bekerja dengan menghentikan aktifitas perusahaan.

Sawit yang berbuah tidak ditumbang, tapi di racun. Setiap sela tanah diantara tanaman sawit juga ditanami bibit akasia oleh perusahaan tanpa seizin pemilik kebun. Hal serupa dilakukan lagi pada tahun 2015,” jelasnya.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id