Masyarakat Pekanbaru Nilai Jokowi Tak Pantas Terima Penghargaan LAM Riau

Jokowi-sambut-LAMR.jpg
(Biro Pers Istana Negara)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau secara mengejutkan menyatakan akan memberikan gelar kehormatan "Datuk Seri Setia Amanah Negara" kepada Presiden Joko Widodo.

Rencana itu disampaikan langsung pengurus LAM Riau ke Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke Istana Presiden, Selasa, 4 Desember kemarin.

Beragam komentar masyarakat, baik yang pro dan kontra menjadi perbincangan utama di warung-warung kopi Pekanbaru terkait rencana tersebut.

RIAUONLINE.CO.ID, Rabu, 5 Desember 2018 menghimpun tanggapan masyarakat terkait rencana tersebut. Dari sejumlah responden, mereka menyebut langkah LAM Riau dinilai tidak tepat. Terlebih lagi, gelar itu diberikan saat tahun politik, dan sang petahanan kembali bertarung di pemilihan presiden 2019 mendatang.

"Langkah ini tak lebih dari upaya LAM Riau untuk merebut hati masyarakat agar memilih Jokowi," kata Abdullah, seorang warga Panam, Pekanbaru.

Abdullah (54) mengatakan dirinya dalam posisi tidak memihak kepada kedua pasangan calon presiden yang bertarung tahun depan. Tidak Prabowo, maupun Jokowi. Namun, dia menilai langkah LAM Riau sarat muatan politis.

Baca Juga: LAM Riau Akan Anugerahi Gelar ke Jokowi, Pemprov: No Comment!

"LAM Riau harusnya independen. Apalagi di tahun politik ini. Momennya tidak tepat. Jelas sekali terlihat politisasinya," ujarnya.

Salah satu alasan LAM Riau memberikan gelar adat yang juga diterima Ustaz kondang Abdul Somad beberapa waktu lalu adalah Jokowi dinilai berhasil meniadakan kabut asap. Bencana asap selama 17 tahun menjadi masalah besar yang dihadapi masyarakat ketika musim kemarau tiba.

Catatan RIAUONLINE.CO.ID, Riau memang berhasil terbebas dari kabut asap sejak 2016 hingga 2018 ini. Namun, Iqbal warga lainnya menimpali jika keberhasilan Riau terbebas dari kabut asap tak lebih dari kerja keras aparat dan pemerintah daerah yang tergabung dalam Satgas Karhutla.



"Selain itu, kita tidak boleh lupa kebakaran masih saja terjadi di Riau. Tahun ini saja 5.700 hektare meski tidak terjadi asap parah," ujarnya.

Iqbal mengatakan sebagai warga Riau asli, dirinya tidak memiliki alasan pembenar sosok Jokowi diberikan gelar adat. "UAS yang menerima gelar itu jelas karena dakwahnya yang diterima seluruh kalangan. Beliau juga orang asli Riau dan menjadi aset berharga bumi melayu," imbuhnya.

Terkait infrastruktur yang diklaim masif dilakukan di pemerintahan Jokowi, Iqbal menilai bahwa hal itu sudah selayaknya dilakukan Presiden. Namun, dia mempertanyakan infrastruktur apa yang telah dibangun Jokowi bagi masyarakat Riau.

"Tidak ada, rasanya hanya di Jawa saja yang dibangun," kilahnya.

Klik Juga: Jokowi Akan Diberi Gelar Adat Melayu. Apa Alasannya?

Berbeda dengan pendapat dua warga di atas, Sahrul, pedagang kelontong di Pekanbaru menilai sah-sah saja Jokowi menyandang gelar adat dari LAM Riau.

"Tidak ada yang salah, Pak SBY juga dulu pernah menerima. Tapi saya rasa kalau sekarang waktunya tidak tepat," tuturnya.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian LAM Riau Datuk Seri Syahril Abubakar mengatakan pemberian gelar tersebut memiliki dasar yang kuat. Dia menilai, sejak Jokowi menjabat presiden persoalan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan, yang selama 17 tahun terakhir selalu menyelimuti Riau, dapat ditangani dengan baik.

"Lebih-kurang 17 tahun lamanya masyarakat adat Melayu Riau dan masyarakat Riau pada umumnya, tuan gubernur, didatangi oleh asap. Jerebu bahasa Melayunya. 17 tahun lantas Tuan Presiden mengambil kebijakan bahwa jangan lagi asap antara lain di Provinsi Riau. Alhamdulillah sudah 3 tahun terakhir ini, sebagaimana yang kita ketahui, ini asap sudah tak ada lagi di negeri kami. Ini hal-hal yang menjadi dasar," kata Syahril setelah bertemu dengan Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, melansir detikcom, Rabu, 5 Desember 2018.

Kembalinya Blok Rokan ke pangkuan Ibu Pertiwi juga menjadi dasarnya. Pasalnya, selama 94 tahun blok migas raksasa dikelola oleh Chevron, perusahaan migas asal Amerika Serikat. Kini blok tersebut dikelola oleh PT Pertamina sepenuhnya.

"Sebagaimana yang kita ketahui, Blok Rokan adanya di Provinsi Riau di enam kabupaten, kota, hari ini telah kembali kepada bangsa Indonesia. Dikelola oleh Pertamina, dan alhamdulillah pemerintah daerah melalui perusahaan daerah bersama-sama mengelola Blok Rokan," katanya.

LAM Riau juga mengapresiasi Penetapan Presiden No 86 Tahun 2018 tentang Tanah Objek Reforma Agraria. Kebijakan itu mengatur tanah milik bersama diakui dan sekaligus dapat disertifikatkan.

"Ini perjuangan panjang Lembaga Adat Melayu Riau. Hampir 20 tahun kami memperjuangkan ini. Dan di luar dugaan kami, pengakuan hari ini Tuan Presiden telah mengembalikan ke masyarakat adat dan sekaligus memberikan status sertifikat kepada tanah wilayah ini. Kemudian ada Inpres No 8 Tahun 2018 menyangkut Penataan Kembali Perkebunan Kelapa Sawit," katanya.

Menurut Syahril, terdapat sekitar 3 juta hektare kebun kelapa sawit di Riau, namun kepemilikan dari masyarakat sangat minim. Dengan adanya penataan sesuai dengan Inpres Nomor 8 Tahun 2018, diyakini sekitar 2 juta hektare kebun kelapa sawit bisa dikelola masyarakat adat dengan pengusahaan tempatan untuk bisa mengelola hasil bumi tersebut.

"Kemudian lagi, terakhir, 15 tahun terakhir ini CPP Blok dikelola Pertamina bersama perusahaan daerah. Alhamdulillah pada bulan terakhir ini telah ditetapkan CPP Blok itu murni masyarakat Riau, Pemda Riau mengelolanya. Ini menjadi dasar kami di samping adanya jalan tol dan sebagainya, membuat kami ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada pemerintah pada hari ini yang kebetulan dijabat oleh Bapak Ir Joko Widodo bersama Pak Jusuf Kalla," jelasnya.

Rencananya kata Syahril, pemberian gelar adat kepada Jokowi tersebut akan dilakukan di Pekanbaru, Riau, pada 15 Desember 2018.