RIAU ONLINE - Pada Rabu, 17 Oktober 2018, Calon Presiden Prabwo Subianto tepat berulang tahun ke-67. Bagi seorang Miftah N Sabri, anak Riau yang dibesarkan di Kota Dumai, sangat beruntung mengenal secara dekat Prabowo dan pasangan Cawapresnya, Sandiahga S Uno.
Kepada RIAUONLINE.CO.ID, Caleg Gerindra untuk DPR RI daerah pemilihan (Dapil) Riau 1 ini menuliskan kisah tersebut. Berikut tulisannya yang telah diedit tanpa mengubah alur, hanya ejaan yang salah saja.
Prahara 1998 terjadi. Karena intrik politik tingkat tinggi, Prabowo Subianto berhenti dari dinas kemiliteran. Pemicunya, fitnah dan intrik tingkat tinggi, Prabowo kehilangan posisinya di militer. Kehilangan kesempatan pada cita-citanya sejak kecil senantiasa ingin mengabdi pada negara.
Karena fitnah kejam, tak lama setelah itu Ia terpaksa berpisah dengan istri dan anak dicintainya. Fitnah itu memang keji. Wajar memang baginda Nabi Muhammad SAW menyebut, jika kita memfitnah orang lain, kita layaknya seorang kanibal yang memakan daging saudaranya sendiri.
Pembunuhan itu keji, menghilangkan nyawa fisik seorang makhluk. Maka fitnah itu lebih keji, menghilangkan jiwa kena fitnah. Ibarat kata orang, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
MIFTAH N SABRI berfoto bersama Calon Presiden dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Lantas apa Prabowo lakukan? Menyerahkah Ia? Patah arangkah Ia? Bagaimana Ia bersikap menerima kenyataan hidup yang sangat pahit ini.
Ini yang akan saya lebih tekankan dalam tulisan saya kali ini. Pada seorang Prabowo kita bisa belajar banyak hal 20 tahun ke belakang. Tentang apa? Tentang konsistensi dalam satu hal secara terus menerus: Mencintai Indonesia! Dan hidup yang tidak pernah menyerah.
Bahkan ketika prahara hidup menerpanya, Ia mengubahnya menjadi energi balik yang justru tak pernah terfikirkan oleh orang-orang yang berkehendak karier Prabowo mati saat itu.
Mungkin kepada siapapun anak-anak Indonesia yang pernah mengalami kejatuhan dalam hidup, pada Prabowo kita bisa belajar tentang bagaimana untuk bangkit. Saripati dari kehidupan Prabowo adalah tentang jatuh dan bangkit.
***
Jika kita bisa sedikit lebih tenang dan tidak dibawa emosi. Baik emosi mendukung berlebihan, atau membenci berlebihan, Pak Prabowo di ulang tahunnya ke-67 kali ini, layak kita beri cinta yang murni.
Lewat doa yang tulus suci. Supaya ia bisa semakin enjoy untuk menampilkan dirinya yang apa adanya itu. Kenapa begitu? Mari kita runut.
Seandainya Prabowo dikalahkan fitnah itu menyerah begitu saja pada kekalahan hidup yang ia alami dan Ia manut saja. "Udahlah saya berbisnis saja".
Menarik diri dari hiruk pikuk, ikut dan manut dengan Hashim. Mungkin cerita Indonesia tidak seperti sekarang ini. Tidak ada Jokowi, tidak ada Ahok, tidak ada Anies, apalagi Sandi. Pun Ridwal Kamil.
Ia mengasingkan diri sejenak. Lantas kembali. Ia sadar alam Indonesia pasca Soeharto adalah alam Demokrasi. Ia segera beradaptasi.
***
Duh masih panjang yang hendak saya ceritakan. Rasanya sudah melewati syarat minimal menulis di linimasa. Maklum generasi sekarang katanya pembosan dan tak bisa baca lama-lama. Saya sudahi dulu cerita saya. Nanti saya lanjutkan. Kalau semua ditulis sekarang, saya ga ditunggu-tunggu lagi. Hehehe
Dirgahayu 67 Bapak Prabowo Subianto. Semua orang ada masanya. Setiap masa ada orangnya. Semoga Allah meridhai sisa usiamu. Dan (dengan izin Allah semoga) sekarang adalah masanya!
Go Go Prabowo Go!
Run Bapak Run!
Jangan pernah berhenti mencintai Indonesia.
Selamat Ulang Tahun Bapak