10 Jam di Tengah Tsunami, Fitriani Beristighfar dengan Mulut Penuh Lumpur

Suasana-pemukiman-yang-rusak-akibat-gempa.jpg
(ANTARA via Suara.com)


RIAU ONLINE, SIGI - Seorang warga dengan tergopoh-gopoh mendekati tim relawan Riau Care Indonesia (RCI) yang tengah melakukan pengobatan di posko pengungsian Desa Sidondo 1, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Ia mengabarkan adanya salah seorang warga yang tengah kritis.

Ketika tim RCI tiba di lokasi, tampak seorang wanita paruh baya tergeletak di teras rumah, di atas kasur tipis dengan wajah pucat menahan sakit.

Menurut warga yang mengaku keluarganya, wanita bernama Fitriani Syam itu merupakan korban tsunami yang melanda Kota Palu pada Jumat, 28 September 2018 lalu.

Usai dr Mujaddid Abdi melakukan pemeriksaan, Fitriani Syam akhirnya dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat penanganan secara intensif.

Saat menunggu ambulans datang, wanita berusia 45 tahun itu bercerita ketika dirinya 10 jam berjuang melawan tsunami.

Gambar mungkin berisi: 5 orang, orang dudukISTIMEWA

Fitriani Syam tidak pernah menyangka, Jumat itu akan menjadi hari yang panjang baginya. Padahal, ia hanya ingin menonton pembukaan acara Palu Nomoni di Pantai Talise, Kota Palu.

Namun saat baru memarkirkan sepeda motor sekitar pukul 18.00 WITA, Fitriani Syam dikejutkan dengan gempa yang menyebabkan dia bersama sepeda motornya terjatuh. Belum lagi bangkit, gempa kedua kembali mengguncang dan kali ini diikuti gelombang air yang besar.

"Saya berusaha menggapai apa saja untuk bisa bernafas di dalam gulungan air tersebut. Saya berhasil naik ke permukaan air. Namun datang lagi gelombang yang lebih besar, saya terlempar ke atas pohon," tuturnya, Rabu, 10 Oktober 2018.

Beberapa warga mulai mendekat untuk mendengar kisah Fitriani yang berjuang dalam gelombang tsunami setinggi hampir 3 meter tersebut.

Baca Juga: Di Tengah Pengobatan, RCI Temukan Korban Tsunami Palu Terlantar

"Setelah terlempar ke pohon, kemudian saya terjatuh lagi ke air. Saya kembali menggapai apa saja yang bisa untuk bertahan. Mulut saya sudah penuh dengan lumpur, bahkan untuk bernafas saja saya susah," sambungnya.

Ketika itu, mulai terdengar suara isak yang tertahan dan takbir lirih dari para ibu yang mendengar kisah Fitriani.


Sementara Fitriani masih berkisah ketika itu dia tidak tahu sudah berapa lama ia berada di dalam air. Hingga satu springbed yang masih terbungkus plastik berada didekatnya.

Gambar mungkin berisi: 4 orang, orang tersenyum, orang dudukISITMEWA

"Saya berusaha untuk naik keatasnya. Dan saya berhasil. Sampai sekitar pukul 4 pagi air mulai surut. Selama di atas springbed itu saya terus-terusan istigfar sampai pagi, " sambungnya lagi.

Air pun perlahan surut, Fitriani lantas berusaha turun dari kasur yang berperan sebagai pelampung itu. Namun, seluruh tubuhnya tak bisa bergerak.

"Namun ketika mau turun, badan saya tidak bisa lagi digerakkan. Saya berusaha minta tolong, sampai akhirnya ada 3 orang anak muda yang menyelamatkan dan membawa saya ke Pesantren Habib Salim," lanjutnya.

Sebelum ketiga pemuda itu, anggota TNI sempat melewati Fitrian. Namun, mereka tak mendengar permintaan tolongnya.

Di saat hanya bisa terbaring itu, Fitriani mengaku sempat berpikir dirinya sudah meninggal.

"Gelap gulita semua. Baru terdengar suara 'Ada yang masih hidup, ada yang masih?'. Saya langsung berusaha untuk teriak sekuat tenaga. Itulah 3 orang anak muda yang membawa saya ke pesantren," jelasnya.

Setibanya di pesantren, sakit Fitriani tak lantas usai. Pasalnya, dirinya tak mendapatkan pengobatan sama sekali. Hingga tiga hari kemudian, keluarganya menjemput.

Gambar mungkin berisi: 2 orang, orang berdiriISTIMEWA

Sementara, keluarga Fitriani Syam hanya pasrah dengan kondisinya dan selama tiga hari tak mengetahui kabarnya usai peristiwa gempa dan tsunami itu.

Namun tidak disangka, di hari ketiga itu ada yang menyebutkan keberadaan Fitriani di pesantren hingga keluarga menjemputnya.

"Sejak kami jemput sampai sekarang belum ada satu pun dokter atau tenaga medis lain yang datang. Dan kami juga sudah melaporkan ke pihak puskesmas dan lain-lain, tidak ada tanggapan," ujar kakak dari Fitriani, Citra (50 tahun).

Untuk itu, Citra sangat berterima kasih kepada tim RCI. "Sebelumnya kami hanya mengobati dengan obat-obat kampung yang ternyata tidak ada pengaruhnya," sambung Citra.

Sementara itu, Ketua RCI, Ian Tanjung yang tampak terharu mendengar cerita Fitriani berpesan untuk selalu bersabar.

"Istigfar itu salah satu penyelamat dan senjata kaum muslimin dalam memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ibu Fitriani telah membuktikan itu," kata Ian Tanjung.

Selanjutnya saat ambulans tiba, Fitriani Syam langsung dirujuk ke Rumah Sakit Kapal Republik Indonesia (KRI) Suharso milik TNI Angkatan Laut Indonesia.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE  

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id