Kisah Si Induk Belang Yang Berakhir Tragis

Harimau-betina-tewas.jpg
(Istimewa)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Rabu 25 September 2018 siang itu, ponsel Suharyono tak berhenti berdering. Peristiwa besar baru saja terjadi, yang dia sadari bakal menjadi perhatian dunia apabila tidak tertangani dengan baik.

Suharyono terus berkoordinasi dan memberikan perintah kepada bawahannya. Semua harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Tim khusus terdiri dari petugas reaksi cepat dan medis dikerahkan.

Seekor harimau sumatera liar, dilaporkan masyarakat terjebak di jerat babi. Begitu isi informasi yang dia terima dari anggotanya.

Jerat berupa tali nilon tebal itu dipasang warga di kantong harimau, lansekap Rimbang Baling. Jerat tradisional yang digunakan menjerat babi, justru melilit harimau liar. Si Raja Rimba itu terus mengaum berupaya melepaskan diri. Namun, tak seorang pun yang berani.

Masyarakat hanya terdiam membisu menjadi saksi. Sementara lainnya berusaha melaporkan kejadian itu ke petugas patroli, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau.

Suharyono, pria yang mulai menjabat sebagai Kepala BBKSDA Riau sejak awal tahun ini lalu meminta anggotanya melakukan evakuasi. Tim lengkap telah diberangkatkan dengan cepat. Akan tetapi sangat disayangkan, harimau itu berhasil melepaskan diri.

Tidak mau kehilangan jejak dan khawatir dengan kondisi si raja rimba bernama latin Panthera tigris sumatrae itu, Suharyono lalu memerintahkan proses pencarian dilakukan.

Tim bergerak ke hutan, menyusuri jejak dan menerabas kayu-kayu. Mereka berpacu dengan waktu, yang semakin gelap. Namun, upaya pencarian tak membuahkan hasil. Si kucing belang tak berhasil ditemukan, sementara malam semakin temaram.

Kamis pagi, tim kembali bergerak melakukan pencarian. Dibantu masyarakat, tim menyebar ke sejumlah titik yang dipetakan sebagai arah pelarian harimau. Beberapa jam kemudian, upaya pencarian dihentikan.

Bukan karena gagal, namun harimau ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Harimau itu ditemukan dalam keadaan mati. Tergantung tali nilon "sialan" yang menjerat bagian perutnya di pinggir jurang.

Ternyata, tali Nilon yang sempat menjeratnya ternyata tak benar-benar lepas ketika harimau betina itu kabur. Dia berlari dengan tali masih melilit.


Harimau itu mati. Begitu kenyataan pahit yang harus diterima tim pencari dan medis. Sedih, marah, begitu perasaan tim pencari harimau itu.

Kepala Bidang Wilayah II BBKSDA Riau, Mulyo Hutomo yang memimpin pencarian tak dapat membendung air mata. Pria yang sekilas bertampang galak itu seketika terdiam melihat kenyataan pahit didepannya.

Menjelang petang, kabar kematian harimau terdengar wartawan. Informasi itu menyebar cepat. Dalam pernyataan pers resminya, Suharyono tidak dapat menyembunyikan kesedihannya. Begitu juga Hutomo yang mengaku sangat marah dan sedih.

Bangkai harimau itu lalu dibawa ke Pekanbaru, hari itu juga. Setibanya di kantor BBKSDA Riau, Kota Pekanbaru, Kamis malam, harimau itu di autopsi.

RIAUONLINE.CO.ID melihat langsung kedatangan harimau malang tersebut. Si kucing belang liar betina berusia empat tahun itu terbujur kaku. Bau menyeruak tak menjadi halangan kami melihat kejadian menyedihkan tersebut.

Satu persatu fakta mencengangkan terungkap dari autopsi itu. Ternyata, si kucing belang betina tersebut sedang bunting. "10 hari lagi diperkirakan bakal melahirkan. Kami sangat sedih dengan kejadian ini," kata Suharyono malam itu.

* Seorang Warga Pemasang Jerat Liar Diamankan.

TENTU  saja, seseorang harus bertanggung jawab dengan insiden memilukan ini. Seorang pria berinisial E turut diamankan BBKSDA Riau. Dia dibawa ke Pekanbaru bersamaan dengan bangkai harimau tersebut.

"Seorang warga berinisial E kita amankan. Dia mengaku sebagai pemasang jerat," kata Haryono

Sejauh ini E statusnya masih saksi karena mengaku memasang jerat itu untuk menangkap babi, bukan harimau sumatera. Namun, Haryono tak bergeming. Dia mengatakan keterangannya terus didalami dan pria itu terancam hukuman berat jika terbukti memasang jerat harimau.

"Setiap orang yang masang jerat mana pernah mau ngaku itu untuk menangkap harimau. Pasti bilangnya untuk menangkap babi," katanya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pemasang jerat bisa dipidana penjara selama lima tahun dan denda Rp100 juta.

* Tata Ulang Manajemen Habitat Harimau

ORGANISASI non-pemerintah internasional World Wild Fund for Nature (WWF) menyatakan bahwa kematian harimau berdampak luas terhadap populasi si kucing belang.

"Dari hasil beberapa analisis menunjukkan bahwa ketika kehilangan individu harimau secara langsung, berpengaruh terhadap ketahanan populasinya," kata Module Leader Riset Harimau WWF Sumatera Bagian Tengah, Febri Anggriawan Widodo.

Ia menuturkan bahwa kematian seekor harimau secara langsung dampaknya lebih buruk dibanding dengan penyusutan habitat harimau. Jika penyusutan habitat, maka harimau masih dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu.

"Tapi kalau individu hilang, kehilagan satu betina yang bisa mereproduksi beberapa anak. Itu sangat disayangkan," ujarnya.

Tidak hanya harimau betina, kehilangan individu harimau jantan juga memiliki dampak yang cukup luas. Harimau jantan, lanjutnya, berperan penting untuk memperkaya genetik keturunannya sehingga keduanya dibutuhkan pengawasan ketat dari semua pihak.

Selain itu, ia juga menyebut keberadaan jerat-jerat liar yang dipasang di kantong-kantong harimau merupakan ancaman serius bagi populasi harimau.

Rimbang Baling, kata dia, merupakan salah satu kantong gajah di Riau yang mampu menampung hingga 20 harimau. Di Riau, Rimbang Baling merupakan kawasan utama "breeding side" untuk reproduksi satwa tersebut.

"Insiden ini terjadi kantong populasi harimau Rimbang Baling. Sangat disayangkan dengan pemasangan jerat berburu, entah target harimau atau lainnya, tapi sangat berpotensi membunuh satwa dilindungi dunia. Harimau," katanya.

Suaka Margastwa Rimbang Baling merupakan salah satu dari delapan rumah bagi satwa harimau di Provinsi Riau. Di tempat itu pula, seekor harimau dewasa betina terlilit tali nilon jerat liar, sebelum ditemukan mati hari ini.

Febri sangat menyayangkan dengan insiden tersebut. Dia mengatakan tidak seharusnya jerat-jerat liar dipasang di kantong-kantong harimau. Meskipun, kata dia jerat tersebut tidak secara langsung ditujukan untuk menjerat harimau.

Dia menuturkan pemerintah harus kembali menata ulang tata kelola habitat harimau, termasuk membersihkan jerat-jerat liar yang dipasang masyarakat.

"Pengelolaan kawasan perlu diperbaiki dan diproteksi. Artinya, penyebaran jerat perlu ditekan," ujarnya. (***)

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id