RIAU ONLINE, DUMAI - Kawasan hutan yang sudah dilindungi oleh negara justru terpasang pembatas yang biasanya terdapat pada lokasi tanah antar masyarakat. Bentuknya panjang sekitar tiga meter terbuat dari besi dan ditanam di tanah. Orang menyebutnya dengan nama pancang. Kondisi miris ini ditemukan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Sungai Dumai.
Untuk tiba di TWA Sungai Dumai, dibutuhkan waktu cukup lama jika berjalan kaki dari titik awal kantor Seksi Konservasi Wilayah IV Resort Dumai Bidang KSDA WIL II BBKSDA Riau yang berada di Jalan Soekarno-Hatta, Dumai, Provinsi Riau. Bisa menghabiskan waktu sekitar 60-70 menit.
Namun, RIAUONLINE.CO.ID bersama petugas resort TWA menuju lokasi menggunakan sepeda motor. Dengan kendaraan roda dua, jarak tempuh dapat dipangkas menjadi 15-20 menit. Sebelum menemukan lokasi dalam kawasan yang telah rusak, kami harus melalui jalan setapak yang becek, terjal dan penuh rintangan.
"Saat ini kita berada di area yang bisa disebut pemukiman mereka (perusak hutan). Berdasarkan informasi dari masyarakat, bahwa lokasi ini telah dikapling-kapling. Mereka membuat batasan antar mereka dengan ukuran yang bervariasi. Tapi yang dominannya berukuran 15x20 meter," sebut pengolah data TWA Sungai Dumai, Soebono saat berada di lokasi.
Sisa tebangan hutan, pembakaran masih terlihat meskipun sudah ditutupi dengan tanaman pengganti yang sudah mereka tanami seperti kelapa. Serta adanya tanaman baru dari sisa-sisa pembakaran. Para perusak hutan yang tidak pernah tertangkap ini membuka hutan dengan cara dibakar.
Baca Juga: Yuk Kenali TWA Sungai Dumai, Lokasi Ibu-Ibu Padamkan Karhutla
Kondisi di lapangan menggambarkan bahwa usai kebakaran melanda kawasan TWA, dengan cepat muncul bibit-bibit tanaman bukan kehutanan pada lokasi yang sama. Walaupun dalam luas dengan jumlah yang terbilang kecil.
Kepala resort TWA Sungai Dumai, Nurjaman menceritakan pengalamannya saat berusaha keras bersama tiga pegawai wanita ditambah empat pegawai pria berjibaku memadamkan api dengan luas yang tidak sampai satu hektare. Setelah api padam, lokasi tersebut lama malah ditanami tanaman non kehutanan dalam waktu singkat. Kelapa masih menjadi tanaman favorit. Disusul dengan mangga sampai ubi kayu,
"Untuk lokasi ini saat pagi hari kita lakukan pemadaman dan siangnya sudah berhasil kita selesaikan. Tapi kondisinya seperti ini. Ada kelapa hibrida, mangga yang sebagian sudah kita cabuti," terangnya dua pekan usai melakukan pemadaman.
Begitu juga terhadap lokasi kebakaran yang melanda TWA pada 13 Juli 2018 lalu. Lokasi yang berbeda ini dapat dijangkau dengan menempuh perjalanan lima kilometer lebih dari markas mereka.
Selama satu pekan petugas berjibaku memadamkan api dibantu oleh petugas lainnya dari TNI, Polri, Masyarakat Peduli Api, Mitra Polhut sampai korporasi dengan kondisi yang hampir serupa.
Penjaga hutan ini mengakui bahwa terbakarnya hutan lindung yang masuk dalam kawasan mereka itu hanya diisi dan dihuni oleh semak belukar ditambah beberapa batang pohon dengan ukuran yang tidak terlalu besar.
Yang lebih memprihatinkan, membaranya lokasi itu bersebelahan dengan tanaman sawit. Hingga saat ini petugas TWA sendiri pun tidak mengetahui siapa dalang di balik tumbuhnya tanaman penghasil CPO dengan luasan mencapai dua sampai tiga hektare itu.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id