Rekayasa Kredit, Mantan Pimpinan Cabang BRI Agro Pekanbaru Ditangkap

Buronan-korupsi.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)


RIAU ONLINE, PEKANBARU - Berakhir sudah pelarian mantan Pimpinan Cabang BRI Agro Pekanbaru, Syahroni Hidayat. Tersangka dugaan korupsi rekayasa kredit senilai Rp4 miliar ini ditangkap di daerah Medan, Sumatera Utara (Sumut) setelah jadi Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak beberapa bulan lalu.

Syahroni diciduk di sebuah rumah di Komplek Perumahan Johor Indah Permai II, Medan, oleh Tim Kejaksaan Tinggi Sumut, Rabu, 1 Agustus 2019, sekitar pukul 20.45 WIB. Selanjutnya, ia dibawa ke Kejati Sumut sembari menunggu dijemput pihak Kejaksaan Negeri Pekanbaru.

"Ditangkap oleh Kejati Sumut. Saat ini, tim kita (Kejari Pekanbaru) sedang menjemput bersangkutan ke Medan," ujar Kepala Kejari Pekanbaru, Suripto Irianto, melalui Kasi Intelijen, Ahmad Fuady, Kamis, 2 Agustus 2018.

Penangkapan Syahroni dilakukan berdasarkan permintaan Kejati Riau. Tersangka sudah berulang kali dipanggil ke Kejari Pekanbaru tapi mangkir tanpa alasan.

"Bersangkutan melarikan diri saat proses tahapan penyidikan perkara dugaan kredit fiktif di BRI Agro Pekanbaru. Perkara itu saat ini ditangani Kejari Pekanbaru," tambah Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau, Muspidauan.

Penangkapan buronan itu dilakukan atas permintaan Kejati Riau. Setelah menangkap DPO tersebut, Kejati Sumatera Utara menghubungi Kejati Riau untuk proses selanjutnya. "Saat ini, tersangka masih di Kejati Sumut," kata Muspidauan.


Dalam kasus rekayasa kredit ini, penyidik Pidana Khusus Kejari Pekanbaru telah menetapkan dua orang tersangka. Satu tersangka lain adalah Jauhari Y Hasibuan yang merupakan oknum mantan pegawai PT Perkebunan Nasional (PTPN) V dan telah meninggal dunia.

Jauhari meninggal saat ditahan di Rutan Sialang Bungkuk dalam perkara lain. Dia menjadi tahanan pengadilan dalam kasus korupsi kredit fiktif PTPN V dengan BNI 46 yang ditangani Polda Riau. Dia tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Di kasus itu, Jauhari divonis 2 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama. Tak terima, jaksa mengajukan banding dan hukumannya ditambah menjadi 4 tahun penjara.

Di masa penahanannya, ditetapkan pula sebagai tersangka oleh penyidik Pidana Khusus Kejari Pekanbaru atas dugaan rekayasa kredit di BRI Agro Pekanbaru. Dalam perkara rekayasa kredit, Jauhari diduga mengatur dan mencari debitur kredit, beserta agunan yang dijaminkan ke bank. Hampir sebagian debitur berasal dari keluarganya.

Sementara, Syahroni diduga tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana mestinya terkait proses verifikasi dan pencairan kredit. Akibatnya negara ditaksir mengalami kerugian sekitar Rp3 miliar.

Informasi yang dihimpun, pada 2009 hingga 2010, BRI Agro (sebelumnya Bank Agro) Cabang Pekanbaru, dalam bentuk modal kerja untuk pembiayaan dan pemeliharaan kebun kelapa sawit yang terletak di Desa Pauh, Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu, kepada 18 debitur atas nama Sugito dan kawan-kawan, dengan total luas lahan kelapa sawit seluas 54 hektare sebagai agunan.

Adapun total kredit yang diberikan sebesar Rp4.050.000.000 terhadap 18 debitur tersebut, masing-masing jumlahnya bervariasi yaitu Rp150 juta dan Rp300 juta. Jangka waktu kredit selama 1 tahun, dan jatuh tempo Februari 2010, dan diperpanjang beberapa kali sampai dengan 6 Februari 2013.

Sejak 2015, terhadap kredit tersebut dikategorikan sebagai kredit bermasalah (non performing loan) sebesar Rp3.827.000.000, belum termasuk bunga dan denda. Agunan berupa kebun kelapa sawit seluas 54 hektar alas hak berupa SKT/SKGR tidak dikuasai oleh BRI Agro dan tidak dapat ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik karena termasuk dalam areal pelepasan kawasan 3 perusahaan serta termasuk dalam kawasan kehutanan.

Diduga terdapat rekayasa dalam pemberian kredit karena penagihan terhadap debitur tidak dapat dilakukan. Pasalnya, para debitur tidak pernah menikmati fasilitas kredit yang diberikan.

Atas perbuatan itu, tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (***)