LAPORAN: HASBULLAH TANJUNG
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Wakil Ketua DPRD Riau Noviwaldy Jusman menyayangkan kebijakan pemerintah terkait THR dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil yang dinilainya sangat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau.
"Setelah saya mengkaji, sampailah pada kesimpulan bahwa daerah yang disuruh membayarkan THR pegawai. Saya sekarang bingung, sementara kita harus merasionalisasi Rp1,7 T saat ini, itu saja sudah sulit, sekarang malah ditambah lagi," ungkapnya, Senin, 4 Juni 2018.
Dikatakan pria yang kerap disapa Dedet ini, pada kondisi keuangan yang ada saat ini, sangat sulit untuk "mencubit" APBD, apalagi berdasarkan instruksi kementerian daerah diminta menghentikan pembelanjaan modal dan pembangunan.
"Kondisi Keuangan tidak bisa sekarang ini, Instruksi dari kementerian berhentikan pembelanjaan modal dan pembangunan. Saya tidak ingin menundanya, masyarakat sangat membutuhkan pembangunan," tambahnya.
Baca Juga Begini Penjelasan Pemda Soal THR Bagi Pegawai Non PNS
Untuk itu, Dedet meminta pemerintah pusat mengkaji lagi kebijakan tersebut, karena masyarakat yang bukan PNS juga jauh lebih penting.
Bahkan, lanjut Dedet, surat edaran Mendagri meminta daerah menggunakan dana alokasi umum (DAU), sementara DAU itu menurutnya harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya mendesak seperti ada bencana.
"Pusat harus mengkaji itu lagi. Bukan kita tidak sayang pegawai, tapi janganlah sampai APBD ini untuk pegawai semua, masyarakat jauh lebih penting, jangan sampai hal yang dibutuhkan masyarakat tidak terbangun, malah menimbulkan penderitaan buat masyarakat nantinya," ulasnya.
Kalau bicara kesejahteraan, menurut Dedet, berdasarkan kebijakan THR tahun lalu ia merasa sudah cukup untuk PNS dan tidak ada komplain.
Klik Juga Agar Tidak Kebablasan, Ini Tips Kendalikan THR Tidak Cepat Habis
"Jangan bicara kesejahteraan, toh THR model tahun lalu saja saya rasa sudah cukup. Tahun ini malah diberi berlipat-lipat. Hati kecil saya menolak ini, tapi kita akan rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) terkait kebijakan ini," ulasnya lagi.
Saat disinggung mengenai adanya unsur kepentingan politik dalam kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat, Dedet enggan berkomentar banyak.
"Saya tidak mau bilang begitu, biarlah masyarakat sendiri yang menilai," tutupnya.