Ketika Riau Jadi Saksi Operasi Militer Gabungan Pertama di Indonesia

Pasukan-Banteng-Raiders-dalam-penumpasan-PRRI.jpg
(Historia.id)

RIAU ONLINE - Pengerahan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) untuk menanggulangi aksi teror telah mendapaat persetujuan dari Komisi I DPR. Panglima TNI Marsekal Hadi Thajanto mengatakan pihaknya masih menanti Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum keberadaan pasukan super elite dari tiga matra ini.

Sebelumnya, pemerintah Amerika Serikat melalui duta besarnya, Erin Mckee menawarkan bantuan untuk mengungkap dalang dibalik aksi terorisme.

Kondisi serupa ternyata juga pernah terjadi di masal lalu. Kala itu, pemerintah Indonesia tengah dipusingkan dengan gerakan oposisi PRRI, yang melibatkan beberapa panglima daerah di Sumatera dan menentang kebijakan pemerintah pusat. Antara lain Kolonel Maludin Simbolon, panglima di Sumatera Utara, Letkol Ahmad Husein, panglima di Sumatera Barat, dan Letkol Barlian di Sumatera Selatan.

Untuk itu, pada Maret 1958 TNI menggelar operasi militer dengan sandi “Tegas” yang meliputi wilayah operasi di Riau. Dalam Operasi Tegas, Nasution yang berpangkat letnan jenderal berkedudukan sebagai ketua Gabungan Kepala Staf (GKS).

“Operasi Tegas untuk merebut daerah perminyakan Riau, yang merupakan sasaran yang diperhitungkan bagi ‘intevensi’ Amerika Serikat,” ujar Abdul Haris Nasution dalam memoarnya Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 4: Masa Pancaroba Kedua, dilansir dari Historia.id, Selasa, 29 Mei 2018.

Dipilihnya Riau sebagai sasaran dinilai tepat, meski sebenarnya PRRI memiliki basis terkuat di Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Hal ini mengingat posisi Riau cukup strategis, karena berbatasan langsung dengan jalur lalu lintas internasional.

Menguasai Riau akan menutup kemungkinan pemberontak melarikan diri melalui selat Malaka. Selain itu, Caltex (perusahaan minyak raksasa multi nasional asal Amerika Serikat), telah lama beroperasi di Riau.

Sementara di Jakarta, Duta Besar AS Howard Jones didampingi pejabat tinggi Caltex menemui Perdana Menteri Juanda. Keduanya khawatir akan keselamatan warga dan investasi Amerika di Riau. Mereka mengisyaratkan ancaman. Armada Laut AS yang berpangkalan di Pasifik dan kesatuan militer Inggris di Singapura bersiaga di perairan Riau. Pasukan marinir AS akan diturunkan bila pemerintah Indonesia tak mampu mengamankan wilayahnya.


Pada 12 Maret 1958 dini hari, Operasi Tegas itu pun dilancarkan. Operasi dengan Komandan operasi Letkol (AD) Kaharudin Nasution,Wakil I Letkol (AU) Wiriadinata, dan Wakil II Mayor (AL) Indra Subagyo itu tergolong skala besar karena melibatkan kekuatan inti dari semua angkatan, yakni AD, AL dan AU, termasuk Kepolisian. Bahkan sebagaian besar armada laut dan pesawat juga dikerahkan.

“Belum pernah saya melihat pesawat berkumpul sekian banyaknya. Dakota-Dakota GIA berjajar rapat sepanjang lapangan beserta pesawat tempur AURI Mustang, B-25 dan lain-lain,” kenang Nasution menggambarkan betapa besarnya kekuatan operasi militer gabungan itu.

Tak hanya pasukan reguler, pasukan elite masing-masing matra juga dikerahkan. Muali dari satu kompi RPKAD (kini Kopassus), dua kompi Pasukan Gerak Tjepat (PGT, kini Paskhas AU), dan Korps Komando (KKO) AL.

Satuan-satuan Brimob diturutsertakan di bawah pimpinan Komisaris Polisi Sutjipto Danukusumo dalam operasi di Riau itu. Penerjunan dan pendaratan pasukan diberangkatkan dari Tanjung Pinang, ibukota Riau Kepulauan.

Uniknya, bahasa Inggris yang lazim digunakan sebagai bahasa penerbangan selama operasi ditiadakan. Pembicaraan dilakukan dalam bahasa Jawa untuk mencegah pasukan Inggris di Singapura dan armada AS menyadap kode-kode gerakan pasukan Indonesia.

Komando Kangguru yang terdiri dari pasukan PGT dan RPKAD melakukan penerjunan untuk menduduki lapangan terbang dan kota Pekanbaru. Makmun Salim, dalam Operasi-operasi Gabungan terhadap PRRI-Permesta, mencatat TNI telah menguasai lapangan udara Simpangtiga sepenuhnya pada pukul 07.00. Disusul pula Kota Pekanbaru yang sudah dalam kendali TNI dalam waktu singkat.

“Para pemberontak malahan banyak yang menyerah lengkap dengan semua persenjataannya. Sebelum, selama atau sesudah sebentar saja melawan serbuan pasukan ABRI,” tulis Julius Pour dalam Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan.

Sekitar 80 truk yang ditinggalkan di landasan lapangan terbang disita Pasukan RPKAD dari komando Kangguru pimpinan Letnan II Benny Moerdani. Selanjutnya digeledah, dan diketahui bahwa truk-truk tersebut membuat kebutuhan logistik berupa persenjataan dan uang. Perbekalan asing itu terdiri dari senapan laras panjang Garand, Springfield, Recoilless, dan Bazooka buatan Amerika. Diketahui kemudian senjata-senjata mutakhir tadi berasal dari AS lewat para agen CIA.

Seorang perwira menengah musuh berpangkat kapten tertawan oleh pasukan Benny. Menurut pengakuan kapten tersebut, pasukan pemberontak lengah karena mengira pasukan penerjunan TNI merupakan rangkaian kiriman logistik untuk menyokong pemberontakan.

Bahkan semula diperkirakan, jika Pekanbaru memang tak bisa lagi dipertahankan, para pemberontak harus meledakkan sejumlah ladang minyak setempat milik Caltex.

“Aksi bumi hangus ini diperkirakan bakal segera memancing datangnya campur tangan asing. Harapan muluk tadi ternyata tidak terwujud,” tulis Julius Pour.