RIAU ONLINE - Sejak, Minggu, 12 Mei 2018, telah terjadi serangan bom beruntun di Surabaya, pasca kekacauan di Rutan Brimob Jakarta. Ind Police Watch (IPW) menilai bahwa Polda Jawa Timur kedodoran dalam manajemen sistem deteksi dan antisipasi dini, sehingga jajaran kepolisian dan intelijen seakan tidak berdaya dan tidak solid.
Situasi ini dikhawatirkan IPW, terutama jika jajaran kepolisian tidak bisa segera mengendalikan situasi.
Menurut Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, hal ini akan membuat masyarakat semakin resah dan merasa tidak aman, terlebih lagi Ramadan sudah di depan mata.
"Bagaimana pun masyarakat butuh situasi aman saat melaksanakan ibadah Ramadan," kata Neta, Senin, 14 Mei 2018.
Baca Juga Detik-Detik Ledakan Bom Bunuh Diri di Mapolresta Surabaya
Untuk itu, dikatakan Neta, Polri dan kalangan intelijen perlu bekerja super keras untuk menghentikan aksi teror ini agar tidak ada celah bagi teroris untuk beraksi. Terutama menjelang sidang tuntutan terhadap tokoh teroris Aman Abdurrahman yang rencananya akan berlangsung Jumat mendatang di PN Jaksel. Aman adalah otak bom Thamrin.
"Ucapan dan perintah tokoh JAD ini sangat didengar dan diikuti para pengikutnya, termasuk melakukan aksi bom bunuh diri," tegas Neta.
Menurut Neta, situasi ini perlu diantisipasi kepolisian. Pagar betis harus dilakukan agar pengikut Aman tidak punya celah untuk menebar teror balas dendam.
Melihat teror yang beruntun di Surabaya jajaran kepolisian harus lebih cermat lagi. Sebab, terang Neta, kasus Surabaya memunculkan empat fenomena dalam dunia terorisme Indonesia.
"Pertama, inilah pertama kali satu keluarga terlibat dalam melakukan serangan teror bom bunuh diri. Kedua, keterlibatan perempuan dalam aksi bom bunuh diri makin masif," urainya.
Klik Juga Breaking News: Bom Guncang Markas Polrestabes Surabaya
Ketiga, para teroris makin nekat mendatangi polisi, meskipun di markasnya, untuk melakukan serangan. Keempat, kasus bom Surabaya menunjukkan bahwa pelaku teror bom bunuh diri bukan lagi hanya dari kalangan ekonomi lemah tapi juga sudah melibatkan kalangan ekonomi mapan.
Selain itu, menurut Neta, kasus aksi teroris yang beruntun ini menunjukkan bahwa program deradikalisasi yang digalang pemerintah gagal total.
"Jaringan baru teroris bermunculan dan jaringan yang tertidur bangun lagi. Sepertinya pemerintah perlu mengevaluasi banyak hal agar situasi keamanan di negeri ini kembali kondusif, terutama saat Ramadan, Idul Fitri dan pelaksanaan pilkada serentak," ujarnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id