Selewengkan Dana Sertifikat, Eks Anggota DPRD Kuansing Dituntut 6 Tahun 10 Bulan Penjara

Ilustrasi-Korupsi.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Eks anggota DPRD Kuantan Singingi (Kuansing), Arlimus, dituntut dengan hukuman penjara selama 6 tahun 10 bulan. Dia terbukti bersalah melakukan korupsi dana sertifikat lahan untuk Koperasi Siampo Pelangi, Cerenti sebesar Rp1,2 miliar.

Arlimus adalah Ketua Koperasi Siampo Pelangi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjeratnya dengan Pasal 2 juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

"Menuntut terdakwa Arlimus dengan pidana penjara selama 6 tahun 10 bulan, denda Rp200 juta atau subsider empat bulan penjara, dipotong masa tahanan," ujar JPU, Jhon Leonardo Hutagalung, di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Senin, 12 Maret 2018.

Mantan Ketua DPC Partai PDIP Kuansing itu juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara Rp900 juta. Uang itu dapat diganti hukuman kurungan selama 3 tahun 5 bulan.

Hal memberatkan hukuman terhadap terdakwa, perbuatannya tak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi. Hal meringankan terdakwa memiliki tanggungan keluarga.

Majelis hakim yang diketuai Toni Irfan memberikan kesempatan kepada Arlimus untuk menentukan upaya hukum selanjutnya. Terdakwa menyatakan mengajukan pembelaan (Pledoi) pada persidangan berikutnya.


Perbuatan Arlimus terjadi pada 2010 lalu. Saat itu, Koperasi Siampo Pelangi akan mengurus sertifikat lahan perkebunan kelapa sawit sistem kemitraan (Plasma) dengan PTPN V.

Rencana berawal ketika pada Januari 2004 ketika masyarakat Desa Pesikaian, Kecamatan Cerenti menyetujui jika tanah ulayat seluas 4.000 hektar dijadikan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan dengan PTPN V.

Selanjutnya, pihak PT PTPN V Pekanbaru mengucurkan dana kepada pihak Koperasi Siampo Pelangi sebesar Rp1,2 miliar untuk pengurusan sertifikat kebun.

Pengurusan sertifikat dilakukan terdakwa bersama Khairul Saleh (DPO). Namun, sekitar 200 persil lahan yang akan diurus tersebut masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) sehingga tak bisa dikeluarkan sertifikatnya.

Uang pengurusan Rp1,2 miliar itu harusnya dikembalikan terdakwa ke kas negara. Namun terdakwa dan Khairul Saleh menggunakannya untuk kepentingan pribadi. (***)

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id