Muslim Cyber Army, Pemilu Presiden dan Ruang Gelap Media Sosial

Denny-JA.jpg
(ISTIMEWA)

Oleh: Denny JA*

RIAU ONLINE - Propaganda, ujar Eric Hoffer, bukan menipu masyarakat. Ia hanya membantu masyarakat untuk tertipu.

Eric Hoffer menceritakan kisah sukses propaganda pada tingkat paling cerdas. Ahli propaganda bisa menemukan impulse tersembunyi sebagian orang, memberinya simulasi, dan akhirnya bergerak militan membela atau menyerang hal sesuai dengan yang diinginkan sang dalang propaganda. Dalam banyak kasus, banyak orang tak sadar bahwa mereka bekerja dalam pengaruh proganda.

Itulah yang kini tengah marak di dunia media sosial Amerika Serikat. Betapa banyaknya ruang gelap di sana. Betapa banyaknya propaganda. Betapa banyaknya akun, isu, dan pedebatan yang ternyata direkayasa. Bahkan keseluruhan kerja propaganda itu bisa mempengaruhi hasil akhir pemilu presiden yang memenangkan Donald Trump.

Indonesia harus juga mulai siaga. Ruang gelap sosial media di Amerika Serikat harus menjadi pembuka mata. Ternyata politik tingkat tinggi bisa begitu berbeda. Jika A menyerang B, itu tidak benar benar A menyerang B.

Bisa saja memang A menyerang B. Namun ternyata bisa pula pihak ketiga yang mengesankan A menyerang B. Atau bahkan B sendiri menciptakan situasi agar A seolah olah menyerang B.

Maraknya isu Muslim Cyber Army yang mulai membelah politik Indonesia harus pula mulai diantisipasi. Perlu pula dibuka kemungkinan bekerjanya ruang gelap, politik tingkat tinggi, dan kerja inteligen di balik isu itu.

Reddit sebuah website informasi yang lengkap dan berpengaruh. Alexa sebagai lembaga rating ternama menyatakan Reddit itu website yang paling banyak dikunjungi nomor 6 tingkat dunia. Di Amerika Serikat ia bahkan rangking nomor 4.

Di bulan Febuari 2018 saja, ia dikunjungi oleh 542 juta visitors. Total warga yang mengunjunginya per bulan, 234 juta unique visitors.

Sekitar 57.4 persen pengunjung Reddit warga negara Amerika Serikat. Sekitar 40 persen pemilih Amerika setidaknya sekali dalam sebulan bersentuhan dengan Reddit.

Hari-hari ini publik Amerika tercengang soal Reddit. Bahkan pengelola Reddit sendiri terpana. The Guardian 6 Maret 2018 menurunkan berita investigatif. Betapa selama ini medium berpengaruh itu sudah disusupi propaganda yang dikendalikan Rusia untuk mempengaruhi hasil pemilu Amerika Serikat. (Reddit infiltrated by Rusian Propaganda in run-up to US Election).

Ada ratusan akun di Reddit ternyata akun palsu belaka. Ketika dilacak, akun itu sangat dicurigai bagian dari kerja intelijen Rusia.

Kini isu soal bekerjanya jaringan intelijen dalam pembentukan opini di media sosial ramai diungkap. Tak kurang majalah ternama TIME Magazine menurunkan artikel: Inside Russia’s Social Media War on America.

Seorang ahli inteligen Amerika tercengang dan berkata: betapa tertinggalnya Amerika Serikat. Rusia sepuluh tahun lebih maju dibandingkan Amerika Serikat dalam hal menggunakan media sosial untuk mempengaruhi opini publik.

Sejak kemarin, saya tenggelam mendalami hasil riset dan investigasi permainan politik tingkat tinggi dalam ruang gelap media sosial. Permainan itu bekerja di empat tingkat. Untuk mempengaruhi pemilu presiden di Amerika Serikat, ini yang mereka kerjakan.


PERTAMA, menemukan isu yang paling bisa membantu kemenangan Trump dan citra buruk Hillary Clinton. Ditemukanlah aneka isu. Ada isu yang mencekam sebagian besar pemilih Amerika Serikat: ancaman Islam dan ketakutan akan terorisme.

Ada isu ancaman imigran baik dalam lapangan kerja domestik bagi warga Amerika ataupun kultur kekerasan yang mereka bawa. Ada isu skandal email Hillary Clinton ketika menjabat. Ada isu perselingkuhan suami Hillary Clinton. Ada isu LGBT.

Isu itu segera diubah menjadi senjata untuk diolah agar punya pengaruh elektoral yang signifikan.

KEDUA, menemukan segmen masyarakat atau grup yang paling mudah dipengaruhi oleh isu tersebut. Program algoritma komputer sudah canggih dan sampai di level itu. Maka masuklah kerja intelijen dalam jaringan virtual segmen pemilih yang rentan. Bahkan jika jaringan virtual untuk itu belum terbentuk, kerja intelijen bisa membentuknya.

Guardian misalnya telah menemukan aneka grup virtual hasil rekayasa. Ada grup anti imigran, Secured Borders yang diikuti 133 ribu follower. Ada grup Being Patriotic yang mengeritik pengungsi. Ada grup LGBT united atau Blackactivist soal isu homo dan gerakan kulit hitam.

Kadang, cara menarik hati pemilih kulit putih yang anti kulit hitam bukan dengan seruan kepada kulit putih. Namun cukup dengan menciptakan akun aktif kulit hitam yang agresif sehingga pemilih kulit putih yang agak rasis menjadi militan menentang.

KETIGA, menciptakan akun palsu untuk sebar berita. TIME magazine misalnya menemukan akun seorang ibu rumah tangga Amerika Serikat berusia 42 tahun. Ia aktif memberikan opini politik. Ketika dilacak mendalam, ternyata itu akun seorang tentara Rusia yang berdomisili di Ukrania. Atau ada akun facebook yang sangat aktif menyebar isu pengungsi yang membelah publik Amerika. Setelah diteliti, ternyata ia dibuat oleh agen Rusia.

KEEMPAT, menciptakan aneka akun untuk membuat isu menjadi viral. Isu apapun yang dianggap punya efek elektoral mudah saja diviralkan melalui jaringan media yang sudah dirancang.

Demikianlah hari-hari ini, Amerika terbelalak mata. Media sosial ternyata punya ruang gelap. Ruang gelap itu sudah digunakan kerja intelijen bahkan untuk mempengaruhi hasil akhir Pemilu yang sangat penting: Pemilu Presiden.

Publik di Indonesia, aktivis, politisi, ulama dan pendeta, pejabat, polisi dan intel di Indonesia dapat menjadikan media sosial di Amerika Serikat sebagai kasus. Negara yang dulu paling canggih seperti Amerika Serikat pun bisa diperdaya.

Maraknya akun Muslim Cyber Army (MCA) yang membelah opini di Indonesia bisa pula ada soal ruang gelap itu. Mungkin saja semakin dekat menuju Pilpres, grup ini membesar. Sementara ruang gelap di balik kasus MCA itu belum tentu cepat terungkap.

Kita semua sepakat bahwa hoax yang menyebar berita palsu dan hate speech itu salah. Namun ketika mengusut siapa dalang MCA dalam politik media sosial, situasi menjadi lebih rumit.

Menggunakan perspektif kasus politik tingkat tinggi media sosial di Amerika Serikat, kini segala hal mungkin.

Kini sebagian kecil yang diduga anggota MCA tertangkap untuk kasus pelanggaran hukum. Siapakah dalang yang tertangkap itu? Mereka bisa saja sekelompok penganut muslim yang radikal. Bisa pula mereka orang naif yang direkayasa menggunakan label MCA.

Bisa saja ada gerakan yang menumpang (penumpang gelap) yang justru ingin menghancurkan MCA sebelum membesar. Bisa pula ia diciptakan pihak korban dari MCA yang bermanuver. Bisa pula itu kerja intelijen dalam negeri atau luar negeri.

Lima tahun ini mata kita terbelalak. Al Qaedah dan ISIS begitu dibenci publik negara barat. Ternyata semakin banyak pejabat AS berkata, termasuk Hillary Clinton. Betapa kerja intelijen Amerika Serikat ikut melahirkan dua monster itu.

Ujar Hillary Clinton, jangan lupa! kita sendiri (Amerika Serikat) ikut menciptakan, memberi dana dan melatih Al Qaedah di masa awal. Wow!!!

Begitulah politik tingkat tinggi. Apa yang sebenarnya belum tentu seperti apa yang nampak. Selalu ada ruang gelap dalam politik tingkat tinggi. Ruang itu memang gelap sekali. Dan berbahaya.

Pemilu presiden 2019 sudah dekat. Media sosial akan memainkan peran signifikan untuk menyebar kebenaran ataupun kebohongan. Yang bertarung dalam pemilu presiden Indonesia tak hanya capres, partai politik, aktivis, media atau konsultan politik.

Siapa bilang RRC dan Amerika Serikat tak berebut pengaruh di sini? Siapa bilang kekuatan asing lain baik untuk kepentingan bisnis, agama atau ideologi tak ingin ikut cawe-cawe? Siapa bilang mereka tak berkepentingan siapa yang akan menjadi capres/cawapres Indonesia berikutnya?

Celaka. Kini semua mereka semakin canggih memainkan media sosial untuk membentuk opini.

*Pendiri LSI dan Penggagas Puisi Esai 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id