Mantan Polisi Dituntut 18 Tahun Penjara Atas Pembunuhan Berencana

Majelihs-Hakim-di-Persidangan.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pernah bebas di kasus narkoba karena berbekal surat gila, kali ini Satriandi (29), tak bisa berkutik lagi. Mantan anggota polisi ini dituntut 18 tahun penjara terkait pembunuhan terhadap Jodi Setiawan, warga Kampung Dalam, Kecamatan Senapelan.

Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Erik SH, dihadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru yang diketuai Abdul Aziz SH MHum, Jumat, 3 November 2017.

"Menuntut terdakwa dengan penjara selama 18 tahun, dipotong masa tahanan," ujar JPU.

Baca Juga:

Pecatan Polisi Ini Diduga Lakukan Pembunuhan Berencana Ke Jodi

Kapolresta: Dendam Dan Persaingan Bisnis Pecatan Polisi Tembak Jodi

Tidak hanya Satriandi, JPU juga menuntut dua rekannya, Rama alias Wahyu dan Fitri, dengan hukuman 16 tahun penjara. Para terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 KUHPidana tentang pembunuhan berencana secara bersama-sama.


JPU dalam amar tuntutannya, menyebutkan Satriandi merupakan otak pelaku pembunuhan terhadap Jodi Setiawan. Ia dibantu Putri dan Rama untuk menyediakan sarana dan membawa korban ke lokasi penembakan."Hal memberatkan hukuman, perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa orang lain dan meresahkan masyarakat," ucap JPU.

Atas tuntutan itu, Satriandi, Putri dan Rama, berkoordinasi dengan penasehat hukumnya.
Mereka menyatakan pembelaan atau pledoi yang diagendakan pada persidangan selanjutnya, Selasa, 7 November 2017.

Jodi ditemukan tewas ditembak di Jalan Hasanuddin, Kelurahan Rintis, Kecamatan Limapuluh, Pekanbaru, Senin, 7 Januari 2017, sekitar pukul 23.30 WIB. Tembakan di dada kiri korban tembus ke punggung belakang diduga menjadi penyebab tewasnya korban.

Usai melakukan penembakan, Satriandi kabur ke Sumatera Barat dan berencana pergi ke Malaysia. Namun usahanya itu tak terwujud karena dalam waktu 24 jam usai pembunuhan, ia ditangkap tim Polresta Pekanbaru yang diback up Polda Riau.

Mantan anggota Polres Rokan Hilir yang dipecat tahun 2012 ini tak berkutik ketika mobil Honda Freed yang dikendarainya dihentikan polisi. Ia dicokok bersama barang bukti senjata api dengan enam butir amunisi.

Pada persidangan, baru-baru ini, Satriandi menyatakan tidak pernah menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus pembunuhan itu di penyidik. Ia mengaku terpaksa menandatangani BAP itu karena takut diancam akan dibunuh.

Terkait dengan pernyataannya dalam pemberitaan saat ekspose di Polresta Pekanbaru, Satriandi mengaku hal tersebut sudah di-setting oleh Kapolresta dan Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru.

Dalam persidangan itu juga, majelis hakim sempat bertanya kepada Satriandi terkait kasusnya yang lompat dari lantai 8 hotel Arya Duta. Ia menjawab sudah tidak ingat lagi.

Dengan tenang, Satriandi mengaku, malam hari sebelum kejadian, dirinya pesta narkoba bersama tamunya dari Medan, Sumatera Utara. Keesokan harinya, pada saat polisi hendak menangkapnya di hotel tersebut, Satriandi melompat dari lantai 8 dan tak ingat lagi.

Satriandi pernah menghebohkan masyarakat karena terlibat narkoba. Ia melompat dari kamar 801 yang berada di lantai 8 Hotel Arya Duta Jalan Diponegoro Pekanbaru saat digerebek polisi pada 1 Mei 2015 silam.

Polisi menyita barang bukti 4 bungkus sabu-sabu, 33 butir pil ekstasi. Selain itu, kartu ATM dan prin transfer ATM pembayaran narkoba dan 1 buku catatan rekap transaksi narkoba serta 9 buah buku tabungan berbagai bank.

Satriandi sempat kritis dan dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara, Jalan Kartini, Pekanbaru. Setelah sembuh, ia diperiksa tapi berbekal surat gila dari Rumah Sakit Jiwa, ia dibebaskan dan kembali menjalani bisnis narkoba yang jadi pemicu ia membunuh Jodi.