Komit Cegah Korupsi di Pemkab Inhil, Bupati Buka Sosialisasi Gratifikasi

Sosialisasi-Gratifikasi-di-Inhil.jpg
(Dedy Purwadi)

Laporan: M ZAENAL

RIAU ONLINE, TEMBILAHAN - Untuk menunjukkan komitmen memerangi korupsi, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indragiri Hilir (Inhil) taja Sosialisasi Gratifikasi di Gedung Engku Kelana, Jalan Baharuddin Yusuf, Tembilahan, Kamis, 12 Oktober 2017.

Kegiatan sosialisasi gratifikasi tajaan Pemkab Inhil tersebut menghadirkan seorang narasumber yang berasal dari KPK, yakni Deputi bidang Pencegahan Direktorat Gratifikasi, Widyanto Eko Nugroho dan Kurniawantiningrum Raharjo.

Dalam sambutannya, Bupati Indragiri Hilir (Inhil), HM Wardan menyampaikan, agenda ini juga merupakan tindak lanjut atas pernyataan terkait komitmen penerapan pengendalian gratifikasi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebelumnya, komitmen tersebut juga telah ditetapkan dalam Peraturan Bupati Nomor 35 tahun 2016 tentang pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemkab Inhil dan surat keputusan Bupati Indragiri Hilir nomor: KPTS.334/V/HK-2017 tanggal 30 Mei 2017 tentang pembentukan unit engendalian gratifikasi di lingkungan Pemkab Inhil tahun 2017.

"Tujuannya baik, yakni untuk mengefektifkan pencegahan korupsi melalui sistem pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemkab Inhil," kata Wardan.

Bupati juga mengingatkan, untuk mencegah gratifikasi, perlu komitmen dan integritas semua pihak. Untuk itu, pemahaman dan kesadaran pelaporan gratifikasi perlu ditingkatkan.


"Pencegahan tindak gratifikasi dapat dilakukan dengan cara membentuk lingkungan, baik instansi maupun organisasi yang sadar dan terkendali dalam penanganan gratifikasi serta mempermudah akses pelaporan atas penerimaan gratifikasi," ujar Bupati.

Biasanya, lanjut Bupati, ada 3 alasan yang mendorong seseorang melakukan korupsi. Pertama, karena adanya peluang yang disebabkan lemahnya sistem. Kedua, karena keserakahan dan kebutuhan yang disebabkan oleh faktor gaya hidup dan timbunan utang. Terakhir, disebabkan oleh pembenaran karena alasan membahagiakan keluarga.

"Kemudian, yang tidak kalah penting, penilaian masyarakat bahwa seseorang dianggap berhasil diukur berdasarkan materi, walaupun jabatannya tinggi ataupun pintar kalau tidak kaya tidak dianggap," ujar Bupati menguraikan.

Dijelaskan Bupati, Gratifikasi, secara umum memiliki pengertian pemberian dalam arti luas yang pada dasarnya tidak dilarang. Namun, imbuhnya, gratifikasi bagi penyelenggara negara dan ASN yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban ataupun tugasnya, merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Yang jelas, mengenai hal ini perlu adanya sistem untuk mengendalikan penerimaan gratifikasi secara transparan dan akuntabel, melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif lembaga pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sipil. Pada intinya, gratifikasi ini merupakan akar korupsi," tegasnya.

Bupati juga memaparkan, sanksi hukum kepada ASN yang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya serta berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya itu bakal dipidana maksimal seumur hidup atau penjara 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun, dengan pidana denda minimal 200 juta dan maksimal 1 milyar sesuai dengan undang-undang tindak pidana korupsi nomor 20 tahun 2001 pasal 12 huruf b.

"Jadi, tujuan penyelenggaraan sosialisasi ini adalah untuk meningkatkan pemahaman ASN terkait dengan produk hukum daerah tentang pengendalian gratifikasi yang diharapakan akan bermuara pada kepatuhan terhadap pelaporan 
gratifikasi," tuturnya.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id