RIAU ONLINE, PEKANBARU - Hutan Riau sejak puluhan dieksploitasi secara besar-besaran dan massif oleh perusahaan kehutanan untuk diambil kayunya, kini meninggalkan persoalan baru.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau menemukan kekurangan penerimaan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dari Pendapatan Dana Bagi Hasil (DBH) Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) nilainya sangat besar.
Jumlahnya mencapai Rp 795,9 miliar sepanjang 2010 hingga 2014. Temuan ini didapatkan Fitra Riau bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) berdasarkan hasil perhitungan realisasi produksi kayu dengan realisasi penerimaan DBH PSDH dan DR tercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) setelah audit.
Baca Juga: ICW: Riau Rekor Korupsi Kehutanan Sejak 2003
"Angka ini sangat besar sekali dengan kondisi sumber daya alam yang sudah diambil oleh negara lewat korporasi di Riau ini," kata Koordinator Fitra Riau, Usman, Sabtu 21 Januari 2017.
DBH PSDH sebagaimana tercatat dalam LKPD pemerintah daerah se-Riau tahun 2010-2014 sebesar Rp 717 miliar. Sementara hasil perhitungan menggunakan data realisasi produksi kayu di Riau, seharusnya penerimaan daerah dari PSDH mencapai Rp 833 miliar.
Dengan demikian, Riau kehilangan potensi pendapatan daerah mencapai Rp 116 miliar dari DBH PSDH seharusnya diterima daerah di bumi Lancang Kuning.
Sedangkan untuk DBH Dana Reboisasi (DR), tutur Usman, ditemukan perbedaan sangat jauh antara realisasi penerimaan tercatat dalam LKPD dengan hasil perhitungan dalam kajian ini. Hasil perhitungan DR mestinya diterima pemerintah daerah di Riau, sebesar Rp 1,014 triliun.
Sementara realisasinya hanya Rp 335 miliar. Terdapat kehilangan pendapatan hingga Rp 679 miliar dari seharusnya diterima daerah.
KLik Juga: Inilah 10 Kepala Daerah Di Riau Tersangkut Kasus Korupsi
"Hasil kajian ini, menunjukkan bahwa selama ini kontribusi pendapatan dari sektor kehutanan terhadap pendapatan daerah se-Riau sangat minim, dikarenakan kekurangan penerimaan daerah semestinya diterima setiap tahun, baik dari PSDH maupun DR," papar Usman.
Untuk bagian Provinsi Riau, tuturnya, pendapatan dari sektor kehutanan hanya berkontribusi rata-rata 0,4 persen dari total pendapatan Pemprov Riau sejak 2010-2014 lalu.
Sedangkan kontribusi pendapatan daerah se-Provinsi Riau hanya berkontribusi 4-5 persen dari total pendapatan 12 kabupaten dan kota di Riau dalam kurun waktu sama.
Kekurangan penerimaan DBH PSDH dan DR salah satu disebabkan oleh keberagaman data dikeluarkan instansi pemerintah di daerah maupun pemerintah pusat dan lembaga statistik.
Sementara pembagian DBH data produksi sangat menentukan berapa penerimaan negara yang akan diterima dari sektor kehutanan serta menjadi intrumen pembagi DBH ke daerah.
"Data yang terkait serta terhubung dan banyaknya data yang bervariasi akan menyulitkan dalam menghitung pembagian DBH nya," imbuhnya.
Kajian ini juga menemukan perbedaan data realisasi produksi yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Riau, dengan data realisasi produksi yang tercantum dalam beberapa Rencana Kerja Tahunan (RKT) perusahaan yang dilaporkan.
Lihat Juga: KPK Angkat Tangan Ketika Berhadapan Dengan Korporasi Kehutanan
"Seperti, Data RKT pemegang izin IUPHHK-HTI PT RAPP tahun 2014, data realisasi produksi tertera dalam RKT perusahaan ini, 479.278.38 m3 kayu jenis Acasia. Sedangkan berdasarkan data Dinas Kehutanan Riau, produksi kayu dihasilkan PT RAPP di Siak pada 2014 sebesar 482.223.08 m3. Terdapat perbedaan yang tipis sekitar 2,994,70 m3," jelasnya.
Selain itu, kata Usman, juga terdapat perbedaan produksi kayu dari hutan alam (rimba campuran). Berdasarkan RKT produksi kayu alam 9.388,91 m3 sedangkan berdasarkan Dinas Kehutanan kayu alam di produksi 9,390,00 m3.
"Artinya, dengan adanya ketidaksesuaian pendataan produksi kayu tersebut maka akan berimplikasi pula terhadap penerimaan Negara dari sektor Kehutanan (DBH PSDH, DR) yang tidak terukur," pungkasnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline