Jeritan Muslim Rohingnya: Tentara Myanmar Memerkosa, dan Membakar Desa Kami

Rumah-Warga-Etnis-Muslim-Rohingnya-Hancur.jpg
(REUTERS)

RIAU ONLINE Pasukan militer Myanmar dengan dalih pos mereka telah diserang oleh warga sipil Rohingnya, melancarkan aksi genosida dengan memburu dan membunuh warga Rohingnya tersebut awal Oktober 2016 silam. 

 

Banyak pengungsi baru mengatakan pasukan Myanmar menyerang warga sipil dan gambar-gambar satelit mengukuhkan klaim beberapa desa etnis Rohingya menganur Islam telah dibakar habis.

 

Militer Myanmar juga melancarkan penumpasan besar-besaran terhadap desa-desa Rohingya dan menolak mengizinkan media serta kelompok-kelompok bantuan masuk ke daerah itu. Tindakan tersebut menyebabkan ribuan orang melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh.

 

Baca Juga: Sejarah Islam di Myanmar, Sudah Lama Muslim Rohingya Menderita

 

Di Kamp Kutapalong, ribuan warga etnis Rohingya melarikan diri selama tiga dekade terakhir ini dari Myanmar, menghadapi kondisi hidup yang keras. Akan tetapi, badan-badan bantuan dan kelompok HAM mengatakan, orang-orang melakukan pengungsian besar-besaran terbaru, jumlahnya lebih dari 25 ribu warga Rohingya, menghadapi nasib jauh lebih buruk.

 


Dalai Lama dan Aung San Suu Kyi

PEMIMPIN Spiritual Tibet, Dalai Lama saat berbincang dengan peraih Nobel Perdamaian asal Myanmar, Aung San Suu Kyi, belum lama ini.

 

Bagi pengungsi baru Gul Jahar, tiga anak laki-lakinya hilang selama serangan itu, tidak ada lagi tersisa baginya untuk kembali pulang.

 

“Tentara Myanmar datang ke desa dan membakar setiap rumah. Setelah tentara membakar rumah-rumah dan menghancurkan semuanya, mereka mulai menangkap laki-laki di desa. Banyak tewas ditembak. Mereka melempar mayat-mayat ke sungai,” tutur Gul, dilansir RIAUONLINE.CO.ID, dari lama VOAIndonesia

 

Klik Juga: Tindas Muslim Rohingya, Dalai Lama: Biksu dan Suu Kyi Jangan Diam

 

Selain penghancuran dan pembunuhan, banyak lagi kisah penyiksaan dan pemerkosaan. “Tentara datang ke rumah tetangga saya tengah malam dan memerkosa seorang perempuan. Saya melihatnya sendiri. Saya bersembunyi dan diam-diam menyaksikan apa mereka lakukan. Saya melihat insiden itu, saya tidak bisa tetap tinggal di sana, jadi saya memutuskan untuk melarikan diri dan meninggalkan semuanya. Saya tidak punya waktu untuk membawa barang berharga apapun,” kata Abu Tha Heck, warga etnis Rohinga di Keari Para.

 

Sementara kesaksian-kesaksian dari kelompok-kelompok HAM terus bertambah, Kementerian Luar Negeri Myanmar, Jenderal Kyaw Moe Tun mengatakan, tuduhan tentara melakukan kekejaman tidak akan membantu pemerintah mengambil tindakan. Ia mengatakan, pemerintah siap bekerja sama dengan mereka yang memberikan bukti-bukti nyata.

 

"Siapapun yang memiliki informasi semacam itu, silakan sampaikan dan beri kami bukti konkrit. Kemudian pemerintah siap untuk menyelidikinya,” tukas Moe Tun.

 

Wartawan asing dilarang masuk ke negara bagian Rakhine utara, dekat perbatasan dengan Bangladesh sejak penumpasan itu dimulai bulan Oktober. Tapi beberapa wartawan diizinkan berkunjung ke sana minggu ini meskipun tidak jelas seberapa besar akses yang akan diberikan kepada mereka.

 


Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline