RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sejak Abad ke-15, Melayu telah dikenal dan menjadi bahasa perniagaan di kalangan para peniaga. Kondisi ini juga ditentukan dengan Selat Malaka sudah menjadi urat nadi perdagangan dunia.
Dari perniagaan tersebut, secara perlahan-lahan budaya Melayu mulai menyebar ke seluruh Nusantara, mulai Formosa di bagian utara, hingga Selandia Baru di Selatan. Kemudian menyebar dari Madagaskar di bagian timur hingga Kepulauan Pasifik di bagian barat.
Persebaran budaya itu menjadikan Provinsi Riau sebagai sentral dari Kebudayaan Melayu. Sejarah pernah mencatat Kerajaan Riau Lingga, diteruskan dengan Kerajaan Siak, dan beberapa kerajaan lainnya yang hidup dan berkembang di empat sungai di Riau.
Kini, apa yang dihasilkan dalam bentuk kebudayaan menjadi daya tarik tersendiri dari sebuah industri pariwisata di Riau. Ini dibuktikan dengan perhatian Pemerintah Provinsi Riau dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, di antaranya pariwisata ditonjolkan untuk mengangkat citra bangsa yang sekaligus dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
BAKAR tongkang di Bagansiapi-api, Rokan Hilir.
Jauh sebelum UU tersebut disahkan, Pemprov Riau, ketika itu gubernurnya dijabat Saleh Djasit, 1998-2002, telah menggagas sebuah visi kemudian dinamakan dengan Visi Riau 2020, yang telah disahkan.
Dalam Visi Riau 2020 dijelaskan, bagaimana Riau menjadi Pusat Kebudayaan Melayu, dengan Visi "Terwujudnya Provinsi Riau Sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat agamis, sejarah, lahir dan batin di Asia Tenggara Tahun 2020”
Dengan mengembangkan pariwisata budaya Melayu di Riau ini, diharapkan dapat memajukan perekonomian masyarakat sekitar menjadi pusat pariwisata.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kementerian Pariwisata RI, Mumus Muslim, mengatakan, wisata berbasis budaya diminati hingga 60 persen wisatawan. Dari tiga produk wisata ditawarkan, wisata berbasis budaya dikunjungi paling banyak, disusul wisata alam 35 persen dan wisata buatan 5 persen kunjungan wisatawan.
Wisata berbasis budaya ini, tuturnya, meliputi wisata warisan budaya dan sejarah, belanja dan kuliner, wisata desa dan kota. Menurut Muslim, diprediksi perjalanan wisata pada tahun 2019 mencapai 275 juta wisatawan. "(Tahun) 2015 hingga 2019 naik 2 persen," ujarnya.
Adapun jumlah pengunjung yang datang berwisata ke Riau, dari data Kemenpar dan BPS hanya 3.784.438, sementara untuk peringkat pertama Jawa Barat, Jawa Timur dan sejumlah Provinsi lainnya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau Fahmizal mengatakan pelaku industri pariwisata harus mampu menciptakan sesuatu yang menarik untuk meningkatkan daya tarik wisatawan untuk melancong ke Riau. "Ini bisa seperti misalnya menciptakan suvenir yang menarik yang bisa dibeli oleh wisatawan ketika berkunjung ke tempat wisata di Riau," katanya.
Selanjutnya, kata Fahmizal, Riau harus memiliki konsep pengembangan pariwisata Riau untuk membuktikan keseriusan pemerintah dalam menggarap kemajuan sektor ini. "Ada lima konsep, yaitu konsep pengembangan berbasis kebudayaan, wisata alam, wisata buatan, sumber daya manusia, dan pemasaran pariwisata," katanya.
Untuk konsep pertama, difokuskan pada iven-iven budaya. Seperti Pacu Jalur, Bakar Tongkang, Siak Old Town Heritage, Gema Muharram dan Cap Go Meh. Lalu pengembangan wisata alam, seperti Bono, Taman Nasional Tesso Nilo, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Pantai Rupat, Guruh Gemurai, Rimbang Baling, Sungai Kapur, dan sebagainya.
Selain itu, pengembangan wisata buatan bisa diseriuskan pada objek wisata seperti PLTA Koto Panjang, Tour de Siak, BX International Open, dan sebagainya.
AIR TERJUN PANISAN ini ditampung dalam satu kolam yang terbentuk akibat hujaman air terjun Panisan.
"Khusus untuk pengembangan SDM, pengembangan dapat dilakukan pada lembaga sertifikasi profesi, bujang dara, bono jazz festival, pembinaan infrastruktur ekonomi kreatif, pembinaan tour leader, pembinaan pelaku industri pariwisata dan pembinaan penyedia jasa transportasi," katanya.
Terakhir, pada pemasaran pariwisata, seerti Cerita Baru Center yang merupakan pusat promosi pariwisata terpadu, Pos Media Strategy, Expo yang meliputi seluruh pelaku industri pariwisata, BAS (Branding, Advertising, Selling) dan Tourist Information Center.
Mengenai kepariwisataan di Riau, Fahmi mengatakan, Riau memiliki keanekaragaman tersebar di 12 kabupaten/ kota dan seluruh potensi tersebut mempunyai peranan penting bagi pengembangan kepariwisataan.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline