Pesona Tikar Purun dari Ogan Komeringin Ilir, Sumsel

Penganyaman-Tikar-Purun.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/AZHAR SAPUTRA)

Laporan: Azhar Saputra

 

RIAU ONLINE, JAMBI - Tikar Purun yang dipamerkan oleh Desa Peringgi, Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan Komeringin Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, menarik perhatian ribuan pengunjung Jambore Masyarakat Gambut (JMG) yang di selenggarakan oleh Badan Restorasi Gambut (BRG) 5-7 November 2016 Gor Kota Baru, Jambi.

 

Tak hanya bentuknya yang cantik saja menarik, para pengunjung juga terkesima saat proses pengayaman tikar cantik itu dipammerkan. Terlebih lagi, pengunjung juga diperbolehkan untuk mencoba menganyam dengan bantuan panitia yang senang hati mengajarkannya dan memberi arahan.

 

Beberapa dari pengunjung tampak kebingungan saat proses menyelipkan helai demi helai batang purun kering telah dipipihkan. Namun, panitia dengan sabar membenarkan hingga tersusunlah menjadi satu baris tatanan yang apik.

 

Sebagian dari mereka juga ada tidak sanggup menyelesaikan satu baris, seperti peminat sebelumnya juga gagal setelah beberapa kali kebingungan dan enggan mencoba kembali, hingga akhirnya proses penganyaman dilanjutkan panitia, juga sebagai instruktur mereka.

 

"Tinggal ikutin arahan saja kok, mas mau coba," ucap Rani Novariani sembari menjelaskan tahap demi tahap proses penganyaman, Sabtu, 5 November 2016.

 

Dalam sejarahnya, Rani menceritakan bahwa kerajinan tikar kebanggan masyarakat Sumsel khususnya bagi kaum hawa dianggap sebagai suatu hal yang mutlak. Terkecuali bagi kaum pria yang sebagian besar mengadu nasib merantau pergi mencari peruntungan di negeri orang.


 

"Makanya ini di peruntukan bagi wanita dan didoktrin dari kecil oleh ibu-ibunya kepada putri mereka, hingga bisa dikatakan bahwa tidak ada satu pun wanita di Ogan Komeringin Ilir yang tidak bisa membuat kerajinan tangan ini," tambahnya.

 

Dalam prosesnya, para wanita mengumpulkan batang demi batang purun untuk kemudian dijemur hingga mengering. Menurut Rani jika cuaca terik, proses pengeringan hanya membuutuhkan waktu satu hari.

 

Selanjutnya adalah tahap pemipihan batang purun. Menurutnya proses ini menarik untuk disimak. Wanita-wanita di sana dalam mengerjakannya tidak pernah melakukannya sendiri, satu atau dua dari mereka pasti ikut andil dalam proses ini.

 

Menggunakan lesung yang terbuat dari kayu ataupun batu, sambil menyanyikan lagu rakyat "gadis permabak" satu persatu batang purun pun mereka pipihkan hingga terbentuklah helai demi helai yang siap untuk dianyam.

 

Untuk memperindah alas tidur ini, sebagai variasinya mereka menambahkan purun yang sebelumya sudah direndam pewarna kimia. Ada warna merah dan juga hijau.

 

Proses pewarnaan ini menurut Rani juga memakan waktu satu hari. "Ia sama mas, kalau cuaca panasnya lagi bagus, satu hari baru sudah bisa di pakai," imbuhnya.

 

Purun yang sudah diwarnai sisipkan hingga terbentuklah garis-garis sesuai pola yang mereka kehendaki. Horizontal beradu dengan garis vertikal.

 

Dalam pengerjaannya, untuk ukuran 8 kaki x 5 kaki atau hampir setara dengan ukuran internasionalnya yakni 1 x 2 meter, seroang wanita mampu menyelesaikannya selama satu hari dengan harga yang sudah mereka bandrol Rp 35 ribu untuk per tikar purun.

 

Untuk ukuran yang lebih besar mereka menghargai Rp 50 ribu dengan lama pengerjaan satu setengah hari. Juga bisa cepat tergantung keahlian mereka.

 

Hingga pukul 12.00 WIB pekerjaan mereka sudahi dengan meninggalkan seperempat anyaman tikar purun. Mungkin keesokan harinya akan dilanjutkan kembali hingga terbentuklah satu tikar purun yang cantik dan indah.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline