Mengungkap Sisi Gelap Media Sosial Tumbuhkan Prostitusi Online Anak-anak 1

Laporan: Azhar Saputra

 

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pengungkapan kejahatan prostitusi online oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau, Senin 20 September 2016 lalu yang melibatkan anak-anak dapat dijadikan pelecut untuk menjadikan lebih baik lagi bagi setiap orang tua yang tanpa disadari memberikan keleluasaan begitu besar terhadap anak-anaknya dalam menjelajahi dunia maya dalam bentuk apapun.

 

Mengapa tidak, para pelakunya sendiri baru akan meniti masa mudanya sebagai pria dan wanita dewasa yang diantaranya DDS atau Odin (18) merupakan otak pelaku kejahatan ini bersama RT atau Edo (20) dan satu rekan wanitanya, N (20). Ketiganya dikenai ancaman kurungan 10 tahun penjara.

 

Berbekal kepiawaiannya dalam mengolah jejaring sosial Facebook, DDS mengaku sepak terjangnya di dunia gelap ini baru dilakoninya sejak Maret 2016 lalu.

 

"Menurut pengakuannya (otak pelaku) dalam menjalankan aksinya sekitar enam bulan yang lalu," ucap Direktur Kriminal Umum Polda Riau, Kombes Pol Surawan, pada pertengahan September 2016.

 

Sementara, korbannya sendiri yang akan mereka jadikan sebagai pemuas nafsu bagi para pria hidung belang sebagai patokan bagi mereka adalah warga asli Kota atau yang sudah lama berdomisili di seputaran Kota Pekanbaru.

 

Mereka tidak mau ambil pusing dengan wanita luar daerah Pekanbaru karena sekali lagi, memang dalam urusan seperti ini para tersangka masih baru mengecap manisnya berdagang ala para mafia Hong Kong.

 

Dengan standar dan ciri-ciri tertentu semuanya mereka pilih dengan patokan tingkat kemiskinan yang rendah. Di antaranya ada yang hanya menamatkan sekolah sampai di bangku Dasar (SD) saja, kemudian memilih dari keluarga berekonomi lemah hingga wanita yang putus sekolah mereka jadikan sebagai alat dagangan pemuas nafsu.


 

Perekrutan seperti itu mereka tempuh dengan cara bergelirya. Mengitari sudut-sudut Kota, dari traffic light satu dan lainnya berharap ada satu, dua wanita yang mau menjajakan tubuhnya dengan imbalan rupiah yang tentunya dengan jumlah yang sulit mereka peroleh.

 

Setelah dirasa cukup memiliki anak untuk ditawarkan, para mucikari ini mulai menjajakan gadis lewat perantara media sosial Facebook. Dengan nama akun Alvi Maulana, dua tersangka yakni DDS dan N berperan sebagai pencari para pria hidung belang. Sedangkan satu rekannya RT bertugas sebagai pengantar pesanan sekaligus penerima pundi-pundi rupiah dari hasil jasa yang mereka tawarkan.

 

Cyber patrol Subdit III Ditkrimum Polda Riau yang bertugas mengitari dan menjelajahi keberadaan kejahatan dunia maya seperti ini mulai mengendus gelagat busuk tingkah mereka lewat jejaring sosial Facebook melalui akun Alvin.

 

Tidak serta merta Polisi langsung meringkus dan membungkam keberadaan mereka setelah mengetahui keberadaan di Kota Madani ini, julukan bagi Kota Pekanbaru.

 

"Setelah melakukan pendalaman dan akhirnya kami ringkus keberadaan mereka dengan cara melakukan under cover buy atau dengan penyamaran," imbuhnya.

 

Benar saja, kala itu Polisi ditawari dua orang anak D (16) dan G (17) oleh RT dengan harga Rp6 juta dengan rincian masing-masing anak dihargai Rp3 juta untuk sekali kencan. Sementara diakui korban, uang yang didapatkan dari hasil pekerjaannya itu per malamnya berkisar antara Rp 700 ribu - Rp 1 juta.

 

Seperti masuk dalam mulut harimau, keluar kembali masuk ke dalam mulut buaya. RT tidak berkutik ketika Polisi yang menyamar sebagai pria hidung belang tersebut meringkusnya saat transaksi terjadi di salah satu hotel berbintang di Kota Pekanbaru.

 

"Ketika itu juga kami ringkus tersangka RT saat kami melakukan penyamaran. Sedangkan dua wanita yang dibawa tersangka, di tetapkan sebagai saksi," tegasnya.

 

Tidak berhenti sampai di situ Polisi masih melanjutkan tugasnya dalam pengungkapan kasus ini. Dua tersangka lainnya termasuk otak dari skenario ini berhasil diringkus sesudah penangkapan RT berlangsung yakni DDS atau Odin dan satu lagi N.

 

Hasil penangkapan itu Polisi berhasil mendapati tiga wanita lainnya yang sudah cukup dewasa yakni W (19) tahun, B (18) dan L (19) tahun yang ke semuanya juga di tetapkan sebagai saksi.

 

Begitu besarnya penyimpangan yang di timbulkan dari dampak negatif penggunaan internet bagi anak-anak tergambar jelas di sini. Selain menjadi otak pelaku, DDS juga memiliki kelainan seksual.

 

Setelah dilakukan pendalaman oleh Polisi, pria ini mengaku bahwa dirinya penyuka sesama jenis. Kembali diakuinya bahwa kelakuannya itu di dapat melalui perantara internet yang sudah lama ia rasakan sebelum dirinya melakoni pekerjaan sebagai mucikari.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline