Kisah Mak Ijah Mencari Putranya Yang Hilang 28 Tahun

mak-ijah.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Khodijah, 80 tahun tak kuasa menahan sedih. Air matannya berlinang, seketika jatuh membasahi sudut pipinya yang kerut. Kerinduan mendalam kepada buah hatinya, Jonilita, 45 tahun, tak terbendung. Menatap nanar ke langit-langit rumah membayangkan wajah anaknya, Mak Ijah, akrab disapa menangis.

 

Tidak satupun poto putranya tersisa jadi kenangan karena sudah habis disebar dalam penncarian selama 28 tahun. Hanya ijazah lusuh tanpa poto yang dipegang Mak Ijah peninggalan Jonilita. Disisa usianya yang renta, hanya satu yang ia minta.

 

"Pulanglah nak," ia bergumam.

 

Jonilita, masa kecilnya akrab disapa Noni. Anak kedua dari Mak Ijah itu sudah 28 tahun tidak pernah pulang kerumah. Pergi merantau sejak tahun 1988, pemuda yang saat itu berusia 17 tahun tidak pernah ada lagi kabar berita kepada keluarganya, di Desa bangun Purba Timur Jaya, Pasir Pangarayan, Rokan Hulu, Riau. (KLIK: Soal tak Ada Menteri dari Riau, Syarwan: Kita Harusnya Malu Kalah dari Aceh dan Papua)

 

Mak Ijah yang sehari-hari berjualan sayur banyak melamun saat teringat sang anak. Hatinya iba kala memandang siapapun pemuda yang datang masuk kampung menenteng tas, seakan Jonilita yang pulang. Terlebih saat hari lebaran. Tetapi faktanya, Jonilita tak pulang-pulang.

 

"Aku selalu menangis kalau melihat orang datang dengan banyak barang bawaan, seakan-akan anakku yang pulang," ucapnya lirih.

 

Mak Ijah bercerita, Jonilita saat mudanya merupakan sosok ramah yang rajin bekeja, ia dikenal pintar dalam pelajaran di sekolahnya SMP 1 Pasirpangarayan, Rokan Hulu. Namun pada tahun 1986, Jonilita melanjutkan pendidikannya di Sekolah Teknik Menengah (STM) Pekanbaru, ia tamat tahun 1989.

 

Selepas STM, Jonilita memutuskan pergi merantau bersama pemuda kampung lainnya ke Jambi bekerja sebagai penebang kayu. Namun tidak lama, hanya setahun saja teman-temannya memutuskan kembali ke kampung di Rokan Hulu. Tetapi Jonilita malah bertahan di Jambi.

 


"Kawan-kawannya merantau hanya setahun, tapi dia sampai sekarang tak pulang-pulang," ujarnya.

 

Bertahun-tahun ditunggu Jonilita tak kunjung pulang, tidak sedikitpun ada kabar berita. Pucaknya tahun 1994, pihak keluarga mulai mencari keberadaannya. Satu persatu teman sesama merantaui ditemui, namun tidak ada kabar memuaskan. (BACA: Anda Alumni FISIP Unri? Sabtu Ini IKA FISIP Gelar Halal bi Halal)

 

"Setiap selesai solat aku selalu berdoa agar anakku pulang," katanya.

 

Berbagai upaya telah dilakukan, bahkan meminta pertolongan orang pintar sekalipun sudah dicoba. "Sampai-sampai potonya yang ada di rumah sudah habis di bawa ke dukun, tapi tetap saja tak pulang-pulang," tukas Mak Ijah.

 

Dua puluh delapan tahun berlalu, tidak sedikitpun ada kabar baik mengenai keberadaannya. Selama itu pula Mak Ijah tidak pernah tenang, tetapi dia tetap yakin anaknya masih hidup dan sehat. "Pikiran saya tidak pernah tenang," tuturnya.

 

Kabar menyenangkan sempat diterima dari seorang warga Pasir Pangarayan, Elis, 70 tahun. Ia mengaku sempat bertemu pria yang mengaku juga berasal dari Pasir Pangarayan. di Muara Tembesi, Jambi. Dia menduga pria itu adalah Jonilita. "Ia tinggal di seberang sungai Batanghari," katanya.

 

Elis mengaku sempat beberapa kali berinteraksi dengan Elis setelah mengetahui berasal dari daerah yang sama. Namun tidak lama, Elis kembali pindah ke Pekanbaru, dan tidak lagi mengetahui kabar Jonilita. "Saat itu dia sudah punya anak dua," tuturnya.

 

Wanita renta itu hingga kini masih terus berharap anaknya pulang. "Aku yakin dia masih hidup, semoga tuhan membuka hatinya untuk pulang," pinta Mak Ijah.

 

Adik Mak Ijah, Atas Nasution, 65 tahun, prihatin kondisi Mak Ijah. Ia selalu gusar menunggu kabar anaknya itu. Mengapa tidak, diusia senjanya harus dibebani kerinduan membuat ia seakan kehilangan gairah hidup.

 

"Saya yakin, Mak Ijah akan kembali bersemangat kalau anaknya pulang," kata Atas.

 

Menurut Atas, kesedihan Mak Ijah adalah kesedihan keluarga. Beruntung Mak Ijah masih banyak keluarga yang perhatian kepadanya. Ia terus dihibur oleh 10 cucunya di sebuah rumah sederhana semi permanen itu.

 

Atas mengaku, ia dan keluarga lainnya terus berupaya mencari Jonilita. "Kami akan jemput dia kalau dapat kabar dan alamat lengkapnya," kata Atas.

 

Atas yakin keponakannya itu masih hidup, ia sangat berharap bantuan seluruh masyarakat di Indonesia memberikan informasi keberadaan Jonilita. Lewat media sosial maupun media massa, Atas tak bosan mencari keberadaan keponakannya.

 

"Sekecil apapun informasi sangat kami harapkan," katanya.

 

Untuk itu, Atas Nasution berharap siapapun yang mengenal dan menemukan Jonilita, segera memberi kabar kepada keluarganya di Pasir Pangarayan, Rokan Hulu, Riau dengan menghubungi nomor 081268323101 atau 085363236491.