Sejarah Tabek Gadang dan Jalan Pekanbaru-Bangkinang

Tabek-Gadang-Kini-Ditutupi-Ilalang-dan-Pohon.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/AZHAR SAPUTRA)

Laporan: Azhar Saputra

 

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tabek Gadang, nama yang samar-samar terdengar bagi warga Pekanbaru. Namun, nama tersebut memiliki sejarah panjang, pembangunan jalan menghubungkan Pekanbaru-Bangkinang, kini diberi nama Jalan R Soebrantas-SM Amin. 

 

Penelusuran RIAUONLINE.CO.ID, nama Tabek Gadang merupakan pemberian dari beberapa masyarakat Kampar. Sejak zaman Belanda, masyarakat sudah hijrah ke daerah ini akibat pertempuran sengit antara penjajah dengan pejuang dibantu warga.

 

Tabek Gadang, diartikan dalam bahasa Indonesia memiliki arti kolam besar. Tabek artinya kolam, gadang, besar. Pembuatan kolam itu tidak terlepas juga dari kerja paksa diterapkan Pendudukan Jepang, untuk mengerjakan jalan menghubungkan Pekanbaru-Bangkinang-Sumatera Barat. 

 

Baca Juga: Inilah Tokoh Penggagas Berdirinya Masjid Agung An-Nur Pekanbaru


 

Material jalan penghubung itu diambil dari tanah kemudian membentuk kolam besar. Penuturan Ketua RT 003, Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Zulfahmi, sejarah Tabek Gadang dari orangtuanya, sebelum kelahirannya penduduk sekitar dijadikan budak untuk menggali tanah, sehingga terbentuklah kolam besar.

 

"Saya saja lahir tahun 1970-an, sebelum itu mereka kata Bapak (Orangtua) sudah mulai menggali tanah itu. Termasuk Bapak saya juga terlibat di dalamnya. Tujuannya sebagai tanah timbun untuk pembuatan jalan perbatasan Sumatera Barat dengan Riau," tuturnya kepada RIAUONLINE.CO.ID, Minggu, 12 Juni 2016. 

 

Selama penggalian tanah itu, kata Zulfahmi, banyak memakan korban. Baik warga sekitar, maupun pendatang dari Sumatera Barat. "Mungkin jumlahnya tidak terhitung," katanya. 

 

Setelah jalan itu selesai penimbunannya. Maka terbentuklah kolam yang dalam. "Waktu mereka dulu, tabek itu dijadikan tempat mencuci dan mandi," tuturnya.

 

Klik Juga: Inilah Rahasia di Balik Kemegahan Masjid Agung An-Nur

 

"Itu juga ada kaitannya dengan kerja paksa yang di Taluk Kuantan itu kan. Mereka dipaksa untuk mebuatan rel kereta api. Sehabis penimbunan jalan itu, mereka pergi ke situ. Orangtua saya juga kembali pergi,"jelasnya. 

 


Saat ini Tabek Gadang sebahagian besar sudah ditimbun dan dipagar kemudian dijadikan ladang usaha bagi penduduk sekitar. Selain itu, juga sudah ditumbuhi pohon besar dan semak belukar. "Paling sekarang seukuran 10x10 meter lah. Sudah banyak di timbun untuk membangun ruko," tandasnya.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline