Pekanbaru Itu Bukan Banjir, Tapi Air Tergenang

Berselfie-Ria-di-Tengah-Banjir.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/AZHAR SAPUTRA)

Laporan: Azhar Saputra

 

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pengamat tata kota Mardianto Manan tidak sepakat genangan air di sepanjang ruas jalan maupun pemukiman warga akibat hujan deras yang melanda Pekanbaru disebut banjir. Istilah banjir kata Mardianto, lebih tepat digunakan untuk luapan air sungai yang melanda pemukiman. Namun kondisi berbeda terjadi di Pekanbaru, genangan air disebabkan curah hujan yang cukup tinggi tidak mampu ditampung drainase yang ada. Sebaiknya istilah banjir untuk Kota Pekanbaru disebut genangan air.

 

"Banjir itu kan sungai yang meluap seperti yang di kampung saya yang ada di Kuantan. Kalau sekarang itu di Pekanbaru namanya air tergenang," ujarnya kepada RIAUONLINE.CO.ID, Selasa, 10 Mei 2016.

 

"Kalau kita sepakat dengan kata-kata banjir, justru di tabek gadang itu tergenang ya kan. Padahal disitu lokasinya lebih tinggi dari kota Pekanbaru. Kalau di sana banjir justru di kota sudah tenggelam," dia menambahkan.

 


Mardianto menjelaskan persoalan genangan air dampak hujan deras yang saat ini tidak kunjung tuntas di kota Pekanbaru diakibatkan dari kesalahan teknis pembangunan yang tidak mengikuti perkembangan perkotaan. Alhasil, curah hujan yang cukup tinggi tidak mampu ditampung oleh drainase yang ada. (KLIK: Mardianto Manan: Banjir Disebabkan Drainase Tidak Berfungsi)

 


Untuk itu kata dia, Pemerintah Kota Pekanbaru harus segera mengatasi masalah ini. Terlebih Pekanbaru saat ini berada pada musim pancaroba.

 

"Pemerintah harus membuat master plan tentang drainase. Dari mana kemananya air itu master plan yang berbicara. Ada mata panahnya yang bagus seperti sugai yang berasal dari saluran itu harus dijelaskan mengalir ke mana," ucapnya.

 

"Aliran itu sudah diatur dalam membuat parit. Nanti kalau parit kecil ini mengalir namanya saluran tersier, lalu masuk ke saluran sekunder, kemudian masuk ke saluran premier, lalu ke sugai-sugai kecil dan yang terakhir masuk ke saluran utama yang ada, yaitu sungai Siak," ucapnya. (BACA: Pembangunan Stasiun Klimatologi di Pekanbaru Masih Dipertimbangan)

 

Menurutnya, banjir yang dirasakan selama ini merupakan akibat tidak adanya lagi persinggahan air. Sebab, selama ini air hanya bertopang kepada parit.


"Tidak kuat lagi parit menampung debit air yang begitu banyak mengalir dikota ini. Sementara ruang yang terbuka sudah menjadi bangunan. Jadi resapan-resapan yang ada diluar drainase tadi sudah berkurang sehingga limpahaannya itu di parit yang ada," ujarnya kembali.

Selain itu, banyaknya drainase yang tidak berfungsi membuat masalah semakin bertambah.

"Satu sisi parit itu banyak yang tersumbat tidak bagus dan tidak efektif lagi, sehingga keterseumbatan itu terjadilah genangan-genangan yang ada disekitar cerukan-cerukan atau cekungan yang ada dikota itu tadi," ucapnya.