KELOMPOK pendukung Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Republik Maluku Selata (RMS) menggelar aksi bersama untuk menuntut penegakkan HAM.
(RIKA THEO)
RIAU ONLINE - Kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Belanda, dalam lawatannya ke Eropa, disambut unjuk rasa dari dua kubu berbeda, saat ia menghadiri pertemuan bisnis dengan pengusaha-pengusaha Belanda, Jumat, 22 April 2016, di dalam Hotel Kurhaus, pinggir Pantai Scheveningen, Den Haag.
Pengunjuk rasa, berjumlah sekitar 100 orang lebih, telah menunggunya di halaman hote, di balik barikade pengaman dan penjagaan ketat polisi Belanda. Walau berada dalam barisan sama, aksi massa itu terbagi tiga dengan kepentingan berbeda.
Di sebelah kanan, tampak pengunjuk rasa yang mengibarkan bendera merah putih. Mereka merupakan warga Indonesia pendukung Presiden Jokowi di Belanda. Dengan semangat, sekelompok orang tersebut menyanyikan yel-yel mendukung Jokowi dan melantunkan lagu perjuangan Indonesia, sebagaimana dilaporkan wartawan Indonesia di Den Haag, Rika Theo.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Anak Riau di Belanda
Di sebelahnya, kontras berdiri para aktivis, pelajar, dan eksil yang menyuarakan tuntutan rekonsiliasi dan pengungkapan kebenaran tragedi 1965.
"Tak satu pun dari kami, para eksil, diundang dalam pertemuan masyarakat dengan Presiden kemarin, padahal beberapa dari kami sudah mendaftar, tapi undangan tak datang. Maka lewat aksi ini kami menyatakan aksi kami," kata Sungkono, seorang eksil yang tinggal di Belanda setelah tragedi 1965 membuatnya tak bisa kembali dari Moskow ke tanah air.
Para eksil ini tergabung dalam Perhimpunan Persaudaraan Indonesia bertekad menyampaikan surat terbuka kepada Presiden hari ini.
Klik Juga: Angka Kejahatan Menurun, Penjara di Belanda Kosong
"Simposium di Jakarta positif karena korban bisa ngomong. Tapi lebih penting pelaksanaannya. Kalau pemerintah tak mau minta maaf, itu melanggengkan impunitas. Rekonsiliasi itu harus jelas, siapa pelaku dan korban. Kalau tidak mengaku salah, bagaimana kita harus memaafkan," ujarnya.
Sementara itu, di barisan paling kiri, sekelompok orang lain mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan (RMS) dan bendera Papua Merdeka.
Kelompok ini menuntut agar Jokowi menegakkan hak asasi manusia di Maluku dan Papua. Uniknya, tak terlihat satu pun anak muda di antara para pendemo di barisan ini. Ini ternyata lantaran antisipasi keamanan dari pemerintah Belanda.
Lihat Juga: Catatan Perjalanan Anak Riau di Belanda (2)
"Hanya yang 60 tahun ke atas yang boleh masuk di sana. Itu politik Belanda, mereka takut terjadi sesuatu lagi. Padahal kami punya pikiran sekarang demonstrasi modern, bukan lempar batu seperti dulu lagi," kata Ferry Rinsampessi, juru bicara demonstrasi RMS dan Papua Merdeka hari ini.
Alhasil, para anak muda pun harus menggelar aksi sendiri tepat di seberang Hotel Kurhaus dengan penjagaan ketat dari polisi Belanda. Seorang ibu yang membawa bendera Papua Merdeka dengan kesal harus melepaskan bendera dari tongkatnya. Jika tidak, polisi tak mengizinkannya masuk barisan.
Akhirnya seorang pendemo lain membawakan buluh untuk memasang benderanya sehingga ia pun diperbolehkan masuk. Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Belanda ini merupakan rangkaian dari lawatan ke empat negara di Eropa. Sebelumnya, Jokowi berkunjung ke Jerman, Inggris, dan Belgia.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline