RIAU ONLINE, PEKANBARU - Penyatuan mata uang untuk negara-negara Asean dianggap sulit dilakukan. Apalagi, pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara berbeda.
"Sampai sekarang Asean kan tidak ada kesepakatan Monetary Union atau penggunaan mata uang bersama. Kerja sama sejauh ini kan sifatnya hanya kerja sama perdagangan dan ekonomi saja," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Riau, Ismet Inono kepada wartawan, Selasa (22/3/2016).
Wacana penyatuan mata uang Asean menurutnya sangat kecil kemungkinannnya untuk bisa diterapkan dalam waktu dekat. Bahkan sulit diberlakukan melihat perbedaan pertumbuhan ekonomi di tiap negaranya.
BACA JUGA : Sudah Akhir Maret, Realisasi APBD 2016 Riau Masih 4,83 Persen
Penggunaan mata uang bersama menurut Ismet sangat sulit dilakukan. Bahkan di Eropa, butuh waktu puluhan tahun untuk merealisasi penggunaan mata uang bersama.
KLIK JUGA : Investasi Riau 2015 Capai Rp 18 Triliun
"Euro saja untuk bisa diterapkan butuh waktu sejak sekitar tahun 1970an hingga bisa diterapkan pada era tahun 2000-an. Intinya butuh waktu yang sangat panjang untuk bisa diterapkan di Asean," terangnya.
Hingga kini belum ada forum kajian akademis terbuka yang membicarakan masalah ini sehingga wacana penggunaan mata uang bersama pun tak perlu dianggap serius.
"Untuk menerapkan mata uang bersama itu tiap negara itu harus memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif sama dengan yang lainnya. Termasuk barang dan jasa kita harus memiliki sertifikasi yang sama dengan negara lainnya. Kalau sekarang kan banyak ketimpangan," pungkas Ismet.
Lanjutnya, Ismet mengimbuhkan faktor produksi barang dan jasa di tiap negara juga memiliki alasan bahwa mata uang bersama tak bisa diberlakukan di Asean.
"Contohnya, apakah sama ongkos produksi antara negara kita dengan Malaysia atau Singapura misalnya. Atau antara Brunei Darussalam dengan Myanmar. Ada perbedaan masing-masing negara sehingga ini salah satu alasan tak bisa kita berlakukan itu," tandasnya.