Laporan: Dwi Fatimah
RIAUONLINE, PEKANBARU - Indonesia memiliki banyak sekali ragam budaya dan sukunya, salah satunya budaya Melayu Riau. Kebudayaan Melayu sebagai salah satu dari berbagai macam kebudayaan yang hidup, tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Budaya Melayu identik dengan agama, bahasa, dan adat-istiadat. Adat Melayu merupakan konsep yang menjelaskan satu keseluruhan cara hidup Melayu. Orang Melayu menyebut fenomena budaya mereka sebagai “ini adat kaum” masyarakat Melayu mengatur kehidupan mereka dengan adat agar setiap anggota adat hidup beradat, seperti adat alam, hukum adat, adat beraja, adat bernegeri, adat berkampung, adat memerintah, adat berlaki-bini, adat bercakap, dan sebagainya. Adat adalah fenomena keserumpunan yang mendasari kebudayaan Melayu.
Dahulu Melayu merupakan kerajaan-kerajaan yang berada di kawasan Nusantara. Seorang raja harus memegang teguh adat Melayu dalam menjalakan kekuasaannya terhadap rakyatnya. Adat-adat Raja-raja Melayu di antaranya:
Melayu diri, yaitu merendahkan diri, tiada mau membesarkan diri, baik dari segi adab-tertib, bahasa pertuturan, perjalanan, dan kedudukan.
Tidak garang, yaitu berlemah lembut tidak berlebih-lebihan, tidak berkurangan.
Orang yang majlis, yaitu pertengahan (sederhana) dalam perlakuan, perbuatan, perkataan, pakaian, dan perjalanannya.
Adab pandai menyimpan diri, yaitu pandai mengawal kata-kata, penglihatan dan pandangan dari perkara yang keji.
Seorang Melayu adalah seseorang yang beragama Islam, berbahasa Melayu, beradat Melayu dan mengakui Melayu.
Budaya Melayu Riau hampir sama dengan kebudayaan di Sumatera, Malaysia, dan Singapura. Ini karena wilayah yang berdekatan menjadikan suku kebudayaan khas daerah Riau didominasi oleh suku Melayu.
Adat dan kebudayaan Melayu-lah yang mengatur tingkah laku dan kegiatan masyarakat yang bertempat tinggal di Pekanbaru.
Corak Budaya Melayu Riau ditentukan oleh sifat, ciri dan penampilan orang Melayu itu sendiri. Oleh karena itu, salah satu sifat orang Melayu adalah pemalu. UU Hamidy mengatakan, orang Melayu punya penampilan pemalu. Sifat pemalu menghasilkan tingkah laku yang terpelihara. Tingkah laku yang terpelihara menunjukan bahwa orang Melayu tidak berbuat semena mena.
Masyarakat Melayu pantang melanggar kewajibannya dalam Islam. Jika melanggar, apalagi meninggalkan Islam alias, maka tidak dianggap lagi sebagai orang Melayu. Kendati demikian, warga di sini amat terbuka bagi para pendatang yang mencari peruntungan. Sebagaimana karakter khas masyarakat Melayu yang ramah menerima tamu.
Tetapi, seperti pepatah dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, para pendatang di Riau tetap harus beradaptasi dengan norma-norma sosial kebudayaan Melayu.
Suku Melayu merupakan salah satu kelompok etnis Austronesia yang mendiami Semenanjung Malaya, Sumatera Bagian Timur, Thailand bagian Selatan, Pantai Selatan Myanmar, Pulau Singapura, Borneo (Kalimantan Barat, Sarawak, Sabah, dan Brunei) dan Filipina bagian Selatan. Secara kolektif, wilayah tersebut disebut Alam Melayu.
Selain di kepulauan Nusantara, orang Melayu juga ditemukan di Sri Lanka, Kepulauan Cocos (Australia), dan di Afrika, seperti Madagaskar dan Afrika Selatan.
Istilah Melayu berasal dari Kerajaan Melayu di tepi sungai Batang Hari, Jambi, yang saat itu masuk wilayah imperium Sriwijaya. Seiring waktu, penggunaan istilah Melayu meluas ke luar Sumatera mengikuti ekspansi kekuasaan Sriwijaya.
Awal mula bangsa Melayu diperkirakan datang ke Nusantara pada 1500-500 SM (Sebelum Masehi). Bangsa melayu datang dalam dua gelombang. Gelombang pertama disebut dengan bangsa Proto Melayu (Melayu Tua). Mereka berasal dari Yunnan (Tiongkok) dan kepulauan Taiwan.
Bangsa Proto Melayu masuk ke Nusantara melalui dua rute Barat dan Timur. Rute Barat melalui semenanjung Malaya ke Sumatera dan menyebar ke berbagai wilayah kepulauan Nusantara. Sementara itu, rute Timur melalui Kepulauan Filipina ke Sulawesi dan menyebar ke berbagai pelosok Nusantara. Bangsa Proto Melayu membawa kebudayaan neolitikum, tapi peradabannya sudah lebih maju dari manusia purba yang ditemukan di Indonesia.
Pada 500 SM, gelombang bangsa Deutro Melayu (Melayu Muda) mulai masuk ke Nusantara secara bertahap. Kedatangan Deutro melayu membikin bangsa Proto Melayu terdesak dan pergi ke arah Timur. Diduga, proto Melayu masih tinggal di Indonesia dan membentuk kelompok suku sendiri seperti suku Dayak, Toraja, Mentawai, Nias, dan Papua.
Di Sumatera sendiri, orang keturunan Proto Melayu masih bisa ditemui. Mereka dikenal dengan suku Sakai di Siak dan suku Kubu di Palembang.
Imperium Melayu Riau merupakan warisan Kerajaan Sriwijaya (683-1025 Masehi). Keberadaan situs Candi Muara Takus di Kampar, disebut sebagai salah satu peninggalan kerajaan Sriwijaya di Riau.
Sriwijaya merupakan kerajaan melayu kuno yang menganut agama Hindu dan Budha. Bahasa melayu kuno dan sansekerta digunakan di dalam lingkungan kerajaan. Wilayah kekuasaan Sriwijaya terbilang luas, membentang dari Sumatera hingga Jawa Barat, sedikit di Jawa Tengah, Semenanjung Malaya, Thailand Selatan, dan Kamboja.
Sekira abad ke-10, kejayaan Sriwijaya mulai meredup. Tepatnya, ketika Sriwijaya mendapat serangan hebat dari sebuah negeri di India. Pada 1025, Dinasti Chola, sebuah negeri yang berpusat di Koromandel (pesisir pantai selatan India) dipimpin Rajendra Chola I, melancarkan serangan dan berhasil meruntuhkan dominasi Sriwijaya di Nusantara. Kekuasaan Sriwijaya pun berakhir.
Kejatuhan Sriwijaya meninggalkan warisan mandala-mandala yang ingin berdaulat. Salah satunya, Kemaharajaan Melayu yang dimulai dari Kerajaan Bintan-Tumasik pada abad ke-12, lalu memasuki periode Melayu-Riau pada masa Kesultanan Melaka pada abad ke-14 hingga 15, Kesultanan Johor-Kampar abad 16-17, dan berakhir pada masa Kesultanan Riau-Lingga abad 18-19.
Provinsi Riau dialiri empat sungai besar yang memiliki peranan dalam penyebaran Islam. Keempat sungai tersebut: Sungai Siak sepanjang 300 kilometer dengan kedalaman 8- 12 meter, Sungai Rokan sepanjang 400 kilometer dengan kedalaman 6-8 meter. Sungai Kampar sepanjang 400 kilometer dengan kedalaman 6 meter, dan Sungai Indragiri sepanjang 500 kilometer dengan kedalaman 6-8 meter.
Keempat sungai itu berhulu dari pegunungan daratan tinggi Bukit Barisan dan bermuara ke Selat Melaka dan Laut Cina Selatan. Kondisi gelombang air dipengaruhi pasang surut Laut Cina Selatan. Karena letak Riau berada di daratan rendah, maka penggunaan kapal untuk transportasi air banyak dilakukan masyarakat.
Lagipula, pusat kota kerajaan Melayu di Riau tak jauh dari wilayah pinggiran sungai. Para pedagang dari India, Tiongkok dan Arab-Persia diduga kuat berlayar hingga menelusuri empat aliran sungai di Riau untuk melakukan perdagangan.
Desa Kuntu di Kampar merupakan daerah di Riau Daratan yang pertama kali disinggahi para pedagang. Hal ini lantaran daerah lembah sungai Kampar Kiri terkenal sebagai daerah penghasil lada terpenting di dunia pada abad ke-6 hingga 13.
Syekh Burhanuddin diketahui bangsa Arab yang pertama kali menyebarkan Islam di Kuntu-Kapar. Beliau lahir di Mekah pada tahun 1111 dan meninggal di Kuntu pada 1191. Syekh Burhanuddin menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Melayu di Riau selama 20 tahun. Pada saat itu, masyarakat Melayu Riau masih menganut agama Hindu dan Buddha yang merupakan peninggalan dari kerajaan Sriwijaya.
Dari Kuntu, Islam diperkirakan menyebar ke Rokan pada 1349. Islam dibawa ke Rokan oleh para pelarian dari Kuntu. Saat itu, Kuntu mendapat serangan dari pasukan Adityawarman dari Dharmasraya, sebuah kota bekas Kerajaan Sriwijaya. Tak hanya itu, para pelarian Kuntu juga menyebar ke Kuantan dan Indragiri. Mereka menetap ke wilayah singgahan sembari menyebarkan Islam. Hingga saat ini, peninggalan kebudayaan kerajaan Melayu-Islam masih dilestarikan di Riau.