Ganasnya Tujuh Hantu Bono, Hantam Kapal Saudagar Nasir

Ombak-Bono.jpg
(ISTIMEWA)

RIAU ONLINE, TELUK MERANTI - Sekitar tahun 1958-1960, ada seorang pedangang asal Minang atau Sumatera Barat (Sumbar) yang berniat untuk melakukan niaga di Teluk Meranti. Dengan menggunakan kapaL yang penuh muatan barang dagangan, saudagar ini menyusui Sungai Kampar.

Saat itu bertepatan dengan 16 bulan Bono. Kapal saudagar Nasir singgah, sebelum melanjutkan perjalannya menuju
Kuala Kampar. Oleh masyarakat setempat, saudagar itu sudah diperingati akan adanya bono. Namun ia tak percaya
dengan hal mistis seperti itu. Hingga akhirnya diirnya harus berhadapan dengan ganasnya ombak Bono sampai
dirinya dimakamkan di Desa.

"Saat itu kami sudah memperingati bahwa akan ada Bono. Pak Nasir namanya yang baru saja singgah akan menuju
Kuala Kampar yang bertepatan pada 16 bulan Bono. Engak percaya akan Bono, 2 ton muatannya habis dan dimakamkan disini," kata Muhammad Yusuf (60), salah satu ninik mamak dari suku Piliang yang merupakan warga asli Teluk Meranti.

Baca juga!

Ternyata, Teluk Meranti Tak Hanya Ombak Bono Semata

Gulungan Ombak Bono Yang Bikin Rindu

Terobos Ombak Bono, Speedboat Terbalik Tewaskan 2 Penumpang

Kisah saudagar Nasir itu hanya sepenggal kisah yang menggambarkan keganasan ombak bono. Pria setengah abad lebih ini pun berbagi kisah kepada RIAUONLINE.CO.ID akan legenda turun-temurun dari orangtuanya tentang legenda Bono.

Ia juga menceritakan segarnya ingatan bersama rekan-rekannya saat masih berusia belasan tahun, dimana ombak bono hadir menemani mereka.



"Jadi Bono itu adalah ombak. Atau gelombang yang kedatangan teratur. Kalau tidak teratur itu bukan Bono namanya.
Sedangkan Teluk Meranti itu artinya teluk tempat berhenti. Tak sengaja juga di pinggiran ini juga ada pohon
meranti," kisahnya sambil menunjuk ke arah aliran Sungai Kampar, Kamis, 17 Agustus 2017 lalu.

Menurut cerita dari ke-dua orang tuanya, Bono itu merupakan bentuk perujudan dari ulah tujuh hantu yang terlepas
dari tempayan pemberian orang tua yang berada di wilayah pulau yang bernama Sungai Rokan (kini pulau itu sudah
tidak di huni penduduk karena abrasi yang parah).

"Jadi Bono itu menurut ceritanya dibawa dari sungai Rokan kesini (Teluk Meranti) melewati aliran sungai Kampar.
Jadi, awalnya bukan sengaja membawa Bono. Tetapi memang ada orang yang berasal dari sini pergi ke Rokan tinggal
sama nenek-nenek tanpa sepengetahuannya membawa Bono,"katanya kembali.

Singkat cerita, karena sudah merasa cukup bekal merantau sang pemuda itu kembali ke kampung halamannya. Kemudian nenek yang memberikan tempat tinggal kepadanya itu memberikan sebuah tempayan yang ditutup menggunakan kain hitam.

"Diterimanya lah pemberian nenek itu. Sambil mengayuh sampannya tempayan yang dibawanya itu tumpah karena sampan yang dikayuhnya diterjang ombak ditengah perjalanan,"imbuhnya.

Dari situlah asal muasal cerita tentang Bono yang dipercaya sebagai wujud tujuh setan yang diletakkan nenek-
nenek dalam tempayan itu. Dengan kata lain, Bono merupakan jelmaan dari jatuhnya tujuh setan ke dalam aliran
Sungai Kampar.

"Tujuan dari pemberian tujuh setan kepada pemuda itu bahkan kapan peristiwa itu terjadi sampai saat ini tak
diketahuinya. Itu cuma cerita turun temurun, kok," tandasnya.

Meski menyimpan mitos yang mengerikan, Bono kian akrab ditelinga masyarakat. Bahkan kehadian ombak itu menjadi
tak terpisahkan dan menjadi semakin akrab bagi warga Teluk Meranti. Buktinya, kehadiran Bono dimanfaatkan
penduduk desa untuk bermain Bakudo Bono.

Bakudo Bono merupakan permainan rakyat yang dilakukan oleh penduduk dari segala usia menggunakan sampan yang diisi hanya dua orang. Ketika ombak Bono datang, mereka dengan cepat mengayuh sampan hingga berada diatas ombak Bono (seperti surving. Hanya saja Bekudo Bono menggunakan sampan).

"Jadi, kalau ada yang bilang kami takut dengan Bono itu salah dan bohong. Kami akrab dengan Bono. Tetapi
kehadirannya harus juga diperhitungkan. Karena tak sedikit orang yang kehilangan nyawa karena Bono itu,"
katanya.

Ketua Forum Masyarakat Semenanjung Kampar, Effendi menambahkan, kehadiran ombak Bono ini sebenarnya bisa
diprediksi, karena merupakan fenomena alam.

"Kalau kapan datangnya bono itu mengikuti dari kalender Hijriyah. Bukan kalender kita ini, Masehi. Karena kita
ini orang Melayu," ungkapnya.

Bono besar hadir disaat bulan purnama puncak. Tepatnya mulai di 14 hingga 18 bulan. Setelah itu Bono kembali
kecil sampai tidak muncul sama sekali menginjak bulan ke-25.

"Kalau mudahnya itu Bono ada di bulan November sampai tiga bulan ke depan. Itu besarnya siang hari. Malamnya
kecil. Kemudian lagi malamnya besar kemudian siangnya kecil. Semuanya itu alam yang mengatur," tutupnya