RIAU ONLINE, PEKANBARU-Terdakwa korupsi penyaluran pupuk bersubsidi di Kabupaten Kampar, Naufal Rahman divonis lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hal yang sama juga berlaku untuk dua terdakwa lainnya di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jumat, 15 Maret 2024 sore. Adapun agenda sidang adalah pembacaan putusan oleh majelis hakim yang diketuai Salomo Ginting.
"Benar. Perkara tersebut telah putus (inkrah-red)," ujar Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) PN Pekanbaru, Marthalius, Sabtu, 16 Maret 2024.
Marthalius mengatakan, hakim sepakat dengan Tim JPU dalam penerapan pasal terhadap terdakwa Naufal Rahman. Yakni, melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kendati begitu, hakim menjatuhkan vonis lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa.
"Tuntutan 10 tahun penjara, putus 7 (tahun)," terang Jaksa yang akrab disapa Martha tersebut
Selanjutnya, terdakwa Naufal diwajibkan membayar denda sebesar Rp400 juta subsidair 4 bulan bui. Sebelumnya, Jaksa menginginkan terdakwa dihukum membayar denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Terhadap uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara, hakim berpendapat lain. Terdakwa Naufal divonis membayar UP sebesar Rp6.883.736.06 subsidair 3 tahun. UP tersebut sudah dikurangkan Rp50 juta pengembalian kerugian negara oleh terdakwa.
Sebelumnya, Jaksa menuntut terdakwa Naufal membayar UP sebesar Rp7.302.976.386 subsidair 5 tahun kurungan. Naufal Rahman sendiri merupakan Pemilik dari Kios Pupuk Lengkap (KPL) UD Lima Tuntuo Tani dan 3 kios lainnya yang diatas namakan orang lain, yaitu Kios UD Tiga Putri Tani, Kios UD Kurnia Mandiri Tani dan UD Madani Tani Jaya.
Putusan rendah juga diberikan kepada dua terdakwa lainnya. Yakni, Gustina selaku Koordinator Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Kecamatan Kuok sekaligus Tim Verifikasi dan Validasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Kecamatan Kuok, dan Darmansyah selaku Tim Verifikasi dan Validasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Kecamatan Kuok. Dua nama yang disebutkan terakhir berstatus aparatur sipil negara (ASN).
"Menjatuhkan pidana penjara masing-masing selama 1 tahun dan denda Rp100 juta subsidair 1 bulan kurungan," lanjut Martha.
Sementara dalam tuntutannya, JPU menginginkan dua terdakwa tersebut dihukum 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair 3 bulan kurungan.
"Kita tuntut Pasal 2 UU Tipikor Jo Pasal 55 KUHP. Putusan hakim (terhadap terdakwa Gustina dan Darmansyah) Pasal 3," imbuh mantan Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Kuantan Singingi Kuansing) itu.
Perkara tersebut, kata Martha, belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Pasalnya, para pihak belum menentukan sikap atas putusan tersebut.
"Kita masih pikir-pikir," pungkas Marthalius.
Dari informasi yang dihimpun, peran dari masing-masing terdakwa, yakni Naufal Rahman menyalurkan pupuk bersubsidi dengan melengkapi surat pertanggungjawaban fiktif. Seperti menandatangani sendiri penerima dan lainnya. Dia merupakan pemilik kios pengecer di Kecamatan Kuok, dan juga mengelola kios pengecer dengan nama berbeda di kecamatan lain.
Sementara dua terdakwa lainnya, Gustina dan Darmansyah selaku Tim Verifikator di Kecamatan Kuok, tidak tidak memverifikasi calon penerima dengan benar.
Akibat perbuatan para terdakwa, timbul kerugian keuangan negara yang jumlahnya cukup fantastis. Yakni sebesar Rp7,3 miliar lebih berdasarkan audit yang dilakukan Inspektorat Provinsi Riau.