Mafia Tanah Diduga Nekat Jual Tanah Milik GKPN Riau Unit II Seluas

Mafia-tanah.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Tanah kaplingan di Km 17 Jalan Raya Pekanbaru - Bangkinang nekat dijual oleh orang tidak bertanggung jawab. Padahal tanah milik Gabungan Koperasi Pegawai Negeri (GKPN) Provinsi Riau Unit II yang terbagi sebanyak 332 kavling tanah seluas 18,53 hektar (dua hamparan) yang dimiliki oleh 193 orang PNS berlokasi di KM 17 Pekanbaru – Bangkinang di Desa Rimbo Panjang Kecamatan Tambang dulunya Kecamatan Kampar.

Tanah dengan surat dokumen diduga palsu dijual Tarji Supari kepada Napsijah Utami dan pembeli lainnya. Luas lahan tersebut mencapai 15,8 hektar dengan total 8 surat tanah. Tanah ini dalam kondisi tumpang tindih dijual oleh Tarji dalam 8 AJB.

"8 AJB ini oleh Tardji sudah dijual kepada lima pembeli, kemudian ini kita proseskan. Kita mengingatkan masyarakat, termasuk investor untuk berpikir tidak membeli tanah GKPN Unit II atas Akta Jual Beli (AJB) yang penjualnya Tardji Supari, yang diduga palsu," ujar pemilik tanah GKPN Unit II, A.Z Fachri Yasin, Dekan Faperta UIR di masanya.

Kaplingan tanah GKPN Unit II tumpang tindih dengan tanah yang dijual Tardji Supari dengan 8 AJB kepada: 

(1) Usman (AJB No. 122/PPAT/1984 seluas 20.000 m²)

(2) Slamet (AJB No.123/PPAT/1984 seluas 18.000 m²)

(3) Rokhip (AJB No. 124/PPAT/1984 seluas 20.000 m²)

(4) Eka Yuliardi (AJB No. 125/PPAT/1984 seluas 20.000 m²)

(5) N.Utami (AJB No. 126/PPAT/1984 seluas 20.000 m²)

(6) Eka Yuliardi (AJB No. 127/PPAT/1984 seluas 20.000 m²)

(7) N. Utami (AJB No.128/PPAT/1984 seluas 20.000 m²)



(8) Rokhip (AJB No. 129/PPAT/1984 seluas 18.500 m²)

Fachri Yasin yang juga pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Riau memastikan 8 AJB tersebut tidak terdaftar dalam buku registrasi tanah di Kantor Camat Kampar. Saat ini pihaknya sudah melaporkan hal itu ke Polda Riau bahwa ada dugaan pemalsuan terhadap AJB tersebut.

Ia menyampaikan bahwa Tardji pernah menjual AJB No. 128/PPAT/1984 ke pihak lain hingga akhirnya dilaporkan ke Polda Riau. Pihak lain tersebut lantas melapor karena sudah membayar ratusan juta rupiah namun tidak diterbitkan SHM. Akhirnya damai sehingga uang tersebut dikembalikan.

"Selanjutnya, tanah itu malah dijual lagi ke Murni Maryati Ningsih. Ada surat perjanjian jual beli dengan Murni, sekarang kesannya dia menguasai. Dia seolah punya tanah tersebut, yang kini dipasang baliho besar menyatakan tanah ini milik Murni Maryati Ningsih," paparnya.

Berkaitan dengan 7 AJB (termasuk N. Utami No. 128/PPAT/1984), bahwa 7 AJB tersebut bukanlah Tardji Supari sebagai penjual dan lokasi tanah adalah berbeda. Dengan kata lain, AJB tersebut tidak sesuai dengan nama penjual dan pembeli serta lokasi tanahnya berbeda dengan yang surat Camat Kampar No.593/Pem/XI/2021/457 kepada Polda Riau, dapat diduga palsu.

Dokumen surat dasar AJB An. Utami No. 128/PPAT/1984 sempat hilang di Bandara Halim PK Jaktim pada 9 Desember 2019. Kemudian diterbitkan surat pernyataan Polri Daerah Metro Jaya Kepolisian Resort Metro Jaktim tanggal 13 Oktober 2021.

"Kami sampaikan bahwa benar Surat Keterangan Hilang tersebut asli yang dikeluarkan dari SPKT Polres Metro Jakarta Timur, yang mana saat Saudari Murni Maryati Ningsih (selaku pelapor) melaporkan kehilangan dokumen/surat-surat hanya dibuat Surat Kehilangan biasa dan tidak dibuatkan BAP ke piket Reserse Polres Metro Jakarta Timur untuk proses peningkatan menjadi sertifikat," ungkap Fachri Yasin.

Saat ini, lanjutnya, 7 AJB tersebut dalam proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM). GKPN Provinsi Riau Unit II telah menyurati Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau dan juga Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar. Surat tersebut mengingatkan agar BPN tidak menerbitkan SHM berkaitan erat dengan surat Camat Kampar No.593/Pem/XI/2021/457 ke Polda Riau.

"Selayaknya, BPN mempertimbangkan surat Camat Kampar tersebut untuk tidak menerbitkan SHM. Apabila tetap dilakukan penerbitan atas 7 atau 8 AJB tersebut, maka kami siap untuk menuntut ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Provinsi Riau," tegasnya.

Menurutnya, hal ini berdasarkan bahwa (1) AJB Nomor 128/PPAT/1984 tidak terdaftar dalam buku register Kantor Camat Kampar, (2) Nomor AJB yang sama yaitu Nomor 128/PPAT/1984 atas nama Yuler Djoni Djakamsi yang berasal dari penjual An. Syafiruddin, telah diterbitkan SHM Nomor 2494, 13 September 1986 oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau pada 22 Maret 2022 juga sudah menyurati Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar. Surat Nomor B/31/III/RES.1.9/2022/ Ditreskrimum tersebut pada butir 3 menegaskan bahwa saat ini legalitas atau surat tanah milik terlapor berupa AJB Nomor 128/PPAT/1984, tanggal 24 Januari 1984 a.n N. Utami dalam proses pencarian dan akan dilakukan penyitaan oleh Penyidik Ditreskrimum Polda Riau.

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar dimohon agar dapat membantu memberikan dokumen tersebut jika didapati di Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar telah digunakan oleh saudari Murni Maryati Ningsih untuk permohonan peningkatan SHM berdasarkan Tanda Terima Dokumen Nomor Berkas Permohonan 30386/2019, tanggal 24 Mei 2019 guna dilakukan penyitaan.

Atas sejumlah surat tersebut, kata Fachri Yasin, Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Provinsi Riau di masanya, respon Kantor Pertanahan Kampar bakal melaksanakan keputusan dari MA. "Tapi kewenangan BPN Riau, kita sudah ingatkan. Jangan terjadi maladministrasi, terkait surat Camat Kampar dengan surat yang dimiliki Tardji," ujarnya.

"Soal penguasaan lahan, tetap melakukan penguasaan lahan. Murni sudah melakukan pemagaran. Sebagian di depan dan belakang, ia memagar dengan tembok. Itu sangat mengganggu kita karena kesulitan masuk ke area tersebut. Di sisi lain, berkesan tanah seluas 15,8 hektar tersebut telah menjadi miliknya," jelasnya.

Saat ini Fachri Yasin bersama sejumlah PNS yang tergabung dalam GKPN Riau Unit II, juga tengah menanti proses laporan di Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Dirinya berharap nantinya bisa membuktikan segala proses hukum tentang pertanahan. 

Selain itu, pihaknya menyurati Ombudsman Riau, untuk mencegah terjadinya maladministrasi atas penerbitan SHM tersebut. Fachri berencana menyampaikan lagi ke Ombudsman Riau agar ada upaya pencegahan maladministrasi penerbitan SHM.

"Hal ini termasuk, ada lima surat kami tidak dibalas oleh Kantor Pertanahan Kampar, akhirnya mereka cek, kita sudah terima balasannya," tutupnya.