Direktorat Polisi Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Riau mengamankan 8 orang Pekerja Migran Indonesia (PMK) yang diangkut ilegal dari indonesia, Sabtu, 3 Februari 2024/Riau Online/Defri Candra
(Riau Online/Defri Candra)
RIAU ONLINE, PEKANBARU-Direktorat Polisi Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Riau mengamankan 8 orang Pekerja Migran Indonesia (PMK) yang diangkut ilegal dari indonesia, Sabtu, 3 Februari 2024.
Modusnya dengan cara berpura-pura menjadi anak buah kapal (ABK) dengan menggunakan dokumen dan paspor palsu untuk mengelabui pemeriksaan petugas.
Direktur Polairud Polda Riau, Kombes Wahyu Prihatmaka menjelaskan, PMI ilegal itu dibawa menggunakan kapal nelayan KM Nelayan Jaya II GT 19 yang dinakhodai Samsudin yang dibantu dua orang ABK. Pengungkapan ini dilakukan oleh Tim Intelair Subdit Gakkum KP IV-2006 dan Satpolairud Polres Rokan Hilir (Rohil).
"Saat ini nakhoda kapal inisial S sudah ditetapkan jadi tersangka. Sementara dua ABK saat ini masih berstatus sebagai saksi. Tersangka S menerima upah sebesar Rp 1 juta per orang," kata Kombes Wahyu, Senin, 5 Februari 2024.
Dijelaskan, kapal tersebut dicegat saat melintas di perairan Sungai Bagan, Kecamatan Bangko Kabupaten Rohil sekitar pukul 22.30 WIB.
"Selanjutnya kapal diamankan di Satpolairud Polres Rohil di Bagan Siapiapi. Setelah dilakukan penggeledahan, tim menyita sejumlah paspor dan dokumen kelengkapan kelautan," lanjut Wahyu.
Setelah dilakukan interogasi kepada Nakhoda, ABK dan para PMI, diperoleh informasi bahwa mereka dikumpulkan oleh seorang agen inisial BL, warga negara Malaysia.
"BL ini yang akan mengatur keberangkatan para PMI ini ke Indonesia dengan memungut bayaran 2.400 Ringgit Malaysia per orang atau sekitar Rp6 juta. Mereka juga dibuatkan buku pelaut yang akan diserahkan kepada tersangka S untuk dibawa ke Malaysia dalam penjemputan terhadap PMI Ilegal. Buku pelaut tersebut digunakan untuk mengelabui petugas jika ada pemeriksaan dalam perjalanan yang seolah-olah PMI Ilegal merupakan ABK kapal," jelasnya.
Sementara itu, Kepala BP3MI Riau, Fanny Wahyu Kurniawan menegaskan, pemerintah saat ini sangat fokus dalam menangani kasus perdagangan orang yang melibatkan jaringan internasional. Para sindikat ini yang mengatur perjalanan, membuatkan dokumen dan paspor pagi calon pekerja imigran ilegal.
"Ini menjadi peran aktif kita untuk selalu mencegah baik itu dia berangkat secara ilegal maupun pulang secara ilegal. Kita tidak ingin warga kita berangkat secara ilegal. Mereka berangkat sesuai undang-undang dan pulang pun sama," tambahnya.
Atas perbuatannya, tersangka S dijerat Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancamapan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp1,5 miliar.