Masyarakat Dukung Penegakan Hukum Kematian Gajah Patroli Tesso Nilo, Rahman

gajah-Rahman2.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Kematian gajah patroli bernama Rahman pada 10 Januari lalu menjadi perhatian publik tidak hanya di Riau tetapi di seluruh Indonesia dan jagat maya. Berangkat dari keprihatinan ini, Komunitas For Gajah Rahman yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat menggalang dukungan agar kasus pembunuhan gajah ini diusut tuntas.

Petisi yang dimuat pada Change.Org telah mendapatkan lebih dari 3600 tanda tangan. Petisi itu ditujukan kepada Kepolisian Daerah Riau untuk mengungkap tuntas kasus ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan perlindungan nyata gajah Sumatera baik di wilayah pengelolaan (eksitu) dan habitatnya.

Rahman dan tiga ekor gajah lainnya beserta perawatnya (mahout) yang tergabung dalam Elephant Flying Squad (tim reaksi cepat penanganan konflik gajah) sejak pertengahan 2004 telah melakukan penanganan mitigasi konflik manusia-gajah di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo, Kabupaten Pelalawan, Riau.

Tim secara rutin berpatroli menggunakan gajah, berjalan kaki atau kendaraan bermotor untuk mengantisipasi masuknya gajah liar ke perkebunan sawit atau karet masyarakat atau pemukiman dan melakukan pengusiran gajah liar agar kerugian masyarakat minimal. 

gajah mat7

Seekor Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) bernama Rahman binaan Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) ditemukan mati. Gajah tersebut diduga dibunuh untuk diambil gadingnya, Rabu, 10 Januari 2024 sekitar pukul 08.30 WIB/Dok BBKSDA

Tim ini juga bersama otoritas terkait melakukan patroli kebakaran hutan. Kondisi hutan yang telah banyak berubah fungsi termasuk kawasan konservasi mempersempit wilayah jelajah gajah sehingga gangguan gajah tidak bisa dihindarkan. Gajah tidak lagi memiliki tempat bersembunyi dan mencari makan yang aman dari aktifitas manusia. 

Kehadiran tim termasuk Rahman yang dianggap kapten dalam timnya karena ketangguhannya dalam penanganan gangguan gajah liar telah membantu mengurangi kerugian masyarakat. Namun sangat disayangkan, gajah Rahman mati diracun dan gading sebelah kiri dipotong ketika ia dalam keadaan sekarat. Kematian gajah Rahman kini tengah ditangani Ditreskrimsus Polda Riau.



Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 menjaminkan hak bagi masyarakat Indonesia untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Untuk itu Komunitas For Gajah Rahman berharap publik terus mendukung penegak hukum dan pengambil kebijakan terkait konservasi gajah untuk menuntaskan kasus ini dan melakukan perbaikan perlindungan gajah Sumatera dan satwa lainnya.

Fitriani Dwi Kurniasari, nara hubung dari For Gajah Rahman menyatakan, "Kami yakin banyak yang peduli untuk melindungi gajah Sumatera. Gajah Sumatera adalah salah satu satwa kunci yang statusnya menuju kepunahan, padahal ia berperan penting dalam keseimbangan ekosistem kita.

Mari kita tunjukkan peran kita untuk menjaga mereka, meski sekecil apapun sangat berarti."

Ia menambahkan, "Kasus gajah latih atau gajah patroli mati diracun seperti ini bukan yang pertama, di Riau sendiri sebelumnya pernah terjadi di Pusat Latihan Gajah Minas pada Mei 2009, dua ekor gajah mati dan dua pasang gadingnya diambil meskipun tidak sempat dibawa kabur pelaku. Kejadian serupa pernah terjadi juga di Aceh dan Lampung. Ini bahkan belum termasuk kasus-kasus gajah liar lainnya yang pelakunya tidak terungkap.

Majelis Ulama Indonesia pada tahun 2014 mengeluarkan Fatwa nomor 4 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem. Keprihatinan juga datang dari Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam - Majelis Ulama Indonesia atau LPLH & SDA MUI Riau terhadap kondisi satwa dilindungi.

KH. Abdurrahman Qoharuddin, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam-MUI (Majelis Ulama Indonesia) Riau yang turut serta dalam proses pembuatan fatwa tersebut punya kedekatan sendiri dengan gajah Rahman. Abdurrahman menyatakan, "Sedih sekali mendengar gajah Rahman mati. Gajah ini sangat bekesan

bagi saya sewaktu bertemu langsung denganya bersama Tim dari MUI Pusat ke Tesso Nilo tahun 2013 untuk menggali dan memahami permasalahan konflik gajah dan perburuan satwa. Gajah Rahman mengagumkan dan namanya sama pula dengan nama saya yang bermakna baik dan memang baik sudah banyak membantu manusia."

KH. Abdurrahman yang juga merupakan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Riau menambahkan, "Allah memerintahkan kita untuk berbuat baik dan melarang perbuatan buruk di muka bumi oleh karena itu manusia tidak perlu lagi menunggu-nunggu untuk mendukung penyelamatan lingkungan." 

Tiga minggu sudah kematian Rahman, proses penyelidikan terus berlanjut. Penegakan hukum atas kejahatan satwa dilindungi diharapkan dapat menjerat pelakunya dengan hukuman maksimal agar menimbulkan efek jera dan menjadi pembelajaran kepada masyarakat bahwa kejahatan ini tidak

dapat ditoleransi. Sebatang gading hanya dihargai beberapa puluh juta di pasar illegal tetapi kerugian negara dan lingkungan yang diakibatkan matinya gajah jauh lebih besar. 

Gajah diciptakan untuk penyeimbang dalam ekosistem, jika populasi dan habitatnya terganggu maka kehidupan manusia terganggu. Dampaknya telah sangat terasa, banjir yang sering melanda akhir-akhir ini salah satu dari akibat hilangnya hutan dan keanekaragaman hayati di dalamnya.