Tradisi Tepak Sirih Melayu Riau Sebagai Pembuka Kata yang Kian Memudar

Tepak-sirih2.jpg
(weddingku.com)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Tepak Sirih merupakan sebuah perangkat budaya yang erat kaitannya dengan adat suku Melayu dan cukup terkenal sebagai salah satu ikon di daerah Bumi Lancang Kuning yang menjadi julukan provinsi Riau. Tepak Sirih atau tradisi makan sirih merupakan warisan budaya masa silam, lebih dari 300 tahun yang lampau hingga saat ini. 

Sebagai benda budaya, keberadaan Tepak Sirih sangat penting pada upacara adat Melayu seperti upacara pernikahan. Di dalam Tapak Sirih ini ada banyak bahan yang nantinya dikunyah kepada orang yang disuguhkan. 

 

Masyarakat Melayu melambangkan tepak sirih sebagai awal pembuka kata yang bermakna memuliakan orang lain dan bersifat pemberi. Sekapur sirih yang dicantumkan menjadi satu menggambarkan corak kehidupan masyarakat Melayu yang mementingkan adat dan nilai dalam bermasyarakat.

 

Tradisi ini dapat dinikmati oleh berbagai kalangan, mulai dari anak muda hingga orang tua, mulai dari rakyat biasa hingga raja dan biasanya menjadi bagian dari ritual keagamaan dan adat istiadat masyarakat Indonesia terkhususnya Riau, dimana dalam upacara adat Melayu seperti upacara pernikahan. 

 

Kelima elemen yang melengkapkan sirih ini turut mengingatkan masyarakat Melayu mengenai lima rukun Islam yang perlu diamalkan bagi kehidupan yang aman dan damai. Selain sirih, di dalam tepak sirih terdapat 4 (cembul) dimana di dalamnya secara berturut berisikan kapur, gambir, pinang dan tembakau.

 



Dilansir dari berbagai sumber isi di dalam tepak sirih tersebut memiliki makna, yakni sirih dapat memberi arti sifat rendah diri dan senantiasa memuliakan orang lain, sedangkan dirinya adalah bersifat memberi. Sedangkan kapur melambangkan hati seseorang yang putih dan tulus. 

 

Gambir yang sifatnya kelat kepahit-pahitan dianggap memberi arti ketabahan dan keuletan hati. Lalu pinang melambangkan keturunan yang baik budi pekerti, tinggi derajat serta jujur. Sedangkan tembakau melambangkan seseorang yang memiliki hati yang tabah dan bersedia berkorban dalam segala hal. 

 

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tradisi tepak sirih mulai memudar. Hal ini disebabkan berbagai faktor, seperti perubahan gaya hidup, kemajuan teknologi, dan faktor kesehatan dimana para ahli kesehatan mengatakan jika terlalu sering mengonsumsi sirih akan memicu kanker.

 

Saat ini, tidak banyak yang masih memakai tradisi tepak sihir. Walaupun ada, namun namanya berbeda seperti tradisi menginang dapat ditemukan di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.

 

Di daerah-daerah tersebut, tradisi menginang atau yang dikenal di Provinsi Riau dengan tepak sirih masih menjadi bagian dari budaya masyarakat setempat oleh para tetua dan didaerah yang belum terjamah oleh teknologi.

 

Artikel ini ditulis Anggi, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di RIAU ONLINE