RIAU ONLINE, PEKANBARU-Warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau tengah berjuang mempertahankan tempat tinggalnya. Ribuan warga di pulau ini, terancam akan digusur karena rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City.
Terkait isu ini, Koordinator Media dan Penegakan Hukum WALHI Riau, Ahlul Fadli mengatakan, akan menggelar aksi solidaritas bagi warga Pulau Rempang.
"Kita akan menggelar solidaritas bagi warga Pulau Rempang yang terancam digusur. Kita akan rembukkan bersama masyarakat di Riau, yang menjadi simpatisan atau bersimpati akan nasib saudara-saudara kita di Pulau Rempang," ujarnya, Senin 11 September 2023.
Menurutnya, aksi solidaritas akan digelar di Riau untuk mendesak agar kepala daerah di Riau dapat menyuarakan dukungan rakyat Riau, agar warga Rempang tidak dirampas hak hidup dan tempat tinggalnya.
"Sebagaimana wilayah-wilayah lain di Indonesia yang juga sudah menggelar aksi solidaritas ini, kita juga akan segera menggelarnya," jelasnya.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia-LBH Pekanbaru, LBH Mawar Saron Batam dan PBH Peradi Batam yang tergabung dalam Tim Advokasi Untuk Kemanusiaan Rempang mengecam penangkapan dan penetapan tersangka kepada 8 orang warga Pulau Rempang, Batam.
Delapan warga itu ditangkap saat terjadi kericuhan penolakan penggusuran paksa warga di 16 Kampung Tua Rempang-Galang, Kamis (7/9/2023) lalu.
Tim Advokasi menganggap penangkapan dan penetapan tersangka yang digunakan oleh aparat gabungan itu dilakukan secara sewenang-wenang dan merupakan perbuatan penggunaan kekuatan berlebihan (excessive use of force).
Noval Setiawan dari YLBHI-LBH Pekanbaru mengatakan warga hanya ingin mempertahankan identitas melayu, tanah dan kampung mereka yang sudah didiami secara turun-temurun dari pemasangan patok dan penggusuran proyek eco-city.
Ia menyebut sebelumnya warga Rempang-Galang juga mendapatkan surat pemanggilan atas dugaan kasus pendudukan lahan ilegal, pemalsuan surat, pemerasan dan perusakan terumbu karang dan lainnya.
“Kami menduga ini sebagai rentetan intimidasi dan upaya kriminalisasi untuk membungkam warga agar menerima relokasi secara sukarela,” kata Noval, Senin (11/9/2023).
Tim Advokasi menilai penggunaan kekuatan berlebihan tersebut melanggar prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas dan akuntabilitas, akibatnya banyak korban dari warga dan kelompok rentan yaitu anak, perempuan dan lansia yang mengalami luka-luka, gangguan pernapasan hingga tidak sadarkan diri sehingga harus dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Terkait warga yang mengalami penangkapan, Tim Advokasi mengatakan sejauh ini sudah terdapat 7 orang yang ditetapkan tersangka dan 1 orang sebagai saksi pada tanggal 7 September 2023.
Kemudian keesokan harinya pada 8 September 2023, dua orang dari Aliansi Pemuda Melayu diamankan saat sedang mengantarkan surat pemberitahuan aksi ke Polresta Barelang.
Dari dua orang yang diamankan tersebut salah satunya kemudian dilepaskan dan satunya lagi ditetapkan sebagai tersangka, sehingga total tersangka menjadi 8 orang.
Oleh karena itu, Tim Advokasi untuk Kemanusiaan Rempang mendesak dua hal. Pertama, Kapolresta Barelang menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan terhadap 8 orang warga Rempang-Galang yang telah ditetapkan tersangka dan kedua agar seluruh jajaran Polri untuk menghentikan seluruh upaya pemidanaan yang dipaksakan terhadap warga yang memperjuangkan tanah dan kampung mereka.