RIAU ONLINE, PEKANBARU-Karhutla yang sedang melanda Riau bisa menyebabkan kabut asap. Karhutla telah memasuki Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Kampar, Kabupaten Inhu, Kabupaten Rohil, Kabupaten Rohul dan Kabupaten Siak.
Di Pekanbaru, pemerintah telah menetapkan status siaga karhutla hingga 31 Oktober 2023 mendatang. Penetapan status ini untuk mengoptimalkan penanganan karhutla di Kota Bertuah.
"Jadi Pekanbaru saat ini berstatus siaga karhutla hingga akhir Oktober nanti," kata Kepala BPBD Kota Pekanbaru Zarman Candra, Selasa, 1 Agustus lalu.
Menanggapi itu, Budayawan dan Pengamat Lingkungan dari Universitas Riau (Unri), Elmustian Rahman, menerangkan meningkatnya kasus Karhutla hingga awal Agustus 2023 menjadi sangat tepat untuk mengoptimalisasi gerakan Riau Hijau yang dicanangkan Gubernur Syamsuar.
“Jadi, tidak hanya menjalan kebijakan-kebijakan konvensional seperti yang sudah diinstruksikan Gubernur melainkan juga bagaimana lahan di setiap perkampungan di Riau dibina. Perkampungan di Riau seperti pemanfaatan sungai sebagai episentrum budaya Melayu, juga pusat-pusat pemukiman di bibir sungai, kawasan rimba kepungan sialang, dan hutan simpanan,” jelas dia, Sabtu, 5 Agustus 2023.
Kemudian ia juga meminta agar dikembalikannya saujana ruang budaya Melayu kepada pemangku adat. Sebab sedari dulu dirinya telah memekikkan harapan bahwa lahan gambut tidak boleh diolah.
“Dari nenek moyang Melayu makan keluang lahan gambut tidak diolah untuk kepentingan apapun. Paling lahan tersebut digunakan untuk tumbuh-tumbuhan yang sesuai dengan penyimpanan air, seperti pohon rumbia, nipah, dan sejenisnya,” jelas dia.
Ia meminta agar pemangku adat hendaknya tidak menjadi pencuci piring dari perbuatan pengusaha penguasa lahan. Sebab, jelas Elmustian, pemangku adat pada masing-masing kawasannya diberi tanggung jawab dan insentif penanganan kasus Karhutla.
“Posko-posko adat siap siaga membantu petugas yang sudah disiapkan pemerintah. Saya menyebutnya dengan Gerakan Jaga Kampung yang dulu hanya berjalan beberapa kali semasa covid yang dimotori Polda Riau,” ujarnya.
Ada 5 sasaran Jaga Kampung LAM Riau, antara lain 1) adat, 2) kesehatan, 3) pangan, 4) hukum dan peradilan adat, dan 5) lingkungan, dan diselerasakan dengan upaya pencegahan kebakaran Karhutla.
“Anak-kemenakan ikut serta memantau lahan yang diduga akan terbakar. Terkait dengan ini ada call center Polda membuat setiap orang bisa mangadukan siapapun lahan yang berpotensi terbakar; Program KARHUTLA: jangan membakar lahan. Diselaraskan dengan Ketahanan Pangan & UMKM,” terangnya.
Berangkat dari situ, menurutnya berbagai pihak mesti membangun kolaborasi dengan Polda dan Polres, di samping mencari cara-cara adat/kearifan lokal dalam memperkuat ketahanan pangan dan membangun kewirausahaan; Agenda Pendidikan Adat juga mesti ditingkatkan.
“Jaga kearifan adat kita; muatan lokal budaya Melayu Riau utk semua satuan pendidikan perlu diperkuat di lingkungan keluarga dan akar-rumput,” jelas dia.
“Perlu diketahui untuk satuan jenjang SD-SMP sederajat masih belum menyeluruh, sebab kewenangan Pemkab/kota. Lingkungan: tanam pekarangan dan tanah-tanah kosong dengan tanaman produktif (termasuk tanaman obat-obatan/ apotek hidup dan dapur hidup atau warung hidup,” pungkas Elmustian.