RIAU ONLINE, PEKANBARU-Sengkarut internal Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Riau kian memuncak. Masalah yang berlarut-larut itu membuat Wakil Ketua DPRD Riau, Hardianto buka suara perihal tak adanya biaya operasional yang dapat menyebabkan lumpuhnya aktivitas kedewanan.
Hardianto mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menangani permasalahan dan mencari regulasi yang jelas. Belum lagi, lanjutnya, Pemprov Riau menghentikan semua pembayaran yang berkaitan dengan DPRD Riau, mulai dari gaji dan tunjangan Anggota DPRD Riau hingga para pegawai.
"Tak ada dasar Pemprov Riau menahan-nahan uang, sejak 23 Mei semua tagihan dari DPRD Riau tak diakomodir, bahkan ditolak. Hentikan penyanderaan ini," kata Hardianto, Rabu, 22 Juni 2022.
Hardianto meminta Pemprov Riau lebih jauh melihat permasalahan ini dan menilik para pegawai honorer yang menggantungkan hidup di DPRD Riau.
"Banyak yang menggantungkan hidup di sini, tenaga kebersihan dan sekuriti bagaimana bisa hidup kalau tak ada gaji bulanan. Sedangkan mereka harus tetap bekerja tiap harinya, itu tentu biaya operasional juga. Tak paham saya di mana hati nurani Pemprov ini. Belum lagi pembayaran dengan pihak ketiga," kesal Hardianto.
Tak berhenti di situ, Hardianto menjelaskan perihal operasional juga berpotensi padamnya aliran listrik. Ia mengungkapkan, sejauh ini DPRD Riau sudah bersurat ke PLN untuk menangguhkan pembayaran.
"Bayangkan kalau kantor DPRD Riau mati yang malu bukan hanya di sini, tapi Riau. Cuma karena regulasi yang diada-adakan, uang yang ada tak bisa dicairkan," tegasnya.
Sebab itu, ia meminta semua pihak lebih berpikir jernih dan mengedepankan hati nurani.
"Jangan dulu pakai emosi. Tak bisa di pemerintahan hanya sekadar suka atau tak suka. Semua tata kelola pemerintahan ada aturan dan regulasi, kenapa ini dikesampingkan? Ayo kita buka aturan main, apa alasan ini semua tidak bisa dicairkan hanya gara-gara ditandatangani oleh Muflihun?" kata dia.
Terkait adanya pernyataan bahwa seakan-akan inisalahnya Pimpinan DPRD Riau, ia mengatakan segala prosesnya ada di BPKAD Riau. Lanjutnya, pengelolaan keuangan di Pemda, mengacu kepada PP Nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah, dan turunannya ada di Permendagri Nomor 77 tahun 2020 tentang pedoman teknisnya.
Ia menjelaskan usulan DPRD Riau melalui Surat Perintah Membayar (SPM) tidak menyalahi satupun poin dalam aturan itu. Sebab, terangnya, dalam aturan itu disebutkan bahwa kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah memberikan pelimpahan kuasa kepada Kepala SKPD, yang kemudian ditunjuk sebagai Pengguna Anggaran (PA) melalui Surat Keputusan (SK).
"Jadi PA inilah yang mencairkan uang melalui SPM tapi SPM ini yang ditolak. Saya tak habis pikir kenapa ditolak? Pertanyaannya, apa dasar BPKAD tak menerima SPM itu yang merupakan hak DPRD Riau. Jangan sampai nanti honorer, sekuriti, tenaga kebersihan, dan lainnya mendemo ke BPKAD. Kan malu kita," katanya.
Ia mengingatkan jikalau memang ada dinamika politik yang melatarbelakangi terjadinya sengkarut ini, tak bisa dijafikan pembenaran Pemprov Riau menahan-nahan uang karena segalanya harus sesuai aturan.
"Saya tak ingin ikut campur dalam urusan politik di Pemprov Riau. Intinya keuangan di DPRD Riau wajib dicairkan atas dasar regulasi dan hak DPRD Riau. Cobalah kasian sedikit dengan honorer itu," pintanya.
"Coba buktikan ada tidak aturan yang bisa mengalahkan regulasi itu. Kalau tak bisa buktikan ya segera cairkan. Bukan seperti main alek-alek dalam mengelola pemerintahan daerah ini," pungkas Hardianto.