Sugianto Minta Pemprov Riau Tindak Tegas PKS yang Seenaknya Turunkan Harga

rip-pariwisata.jpg
(Bagus Pribadi/ RIAUONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Anggota DPRD dari Fraksi PKB, Sugianto, meminta Pemprov Riau tegas menindak perusahaan dan pabrik kelapa sawit yang tak sesuai aturan pemerintah.

 

Hal itu dikatakannya karena anjloknya harga TBS di Riau disebabkan perusahaan yang tak sesuai dengan harga yang ditetapkan Dinas Perkebunan.

 

"Contohnya sekarang saja mereka sudah menurunkan harga sesuka hatinya. Padahal aturan Pemprov punya harga Disbun yang disepakati seluruh pihak di mana tiap Selasa pergantian harganya. Itu saja tak diindahkan oleh para pemilik pabrik," katanya melalui telepon, Senin, 25 April 2022.

 

Sebab itu, ia meminta Pemprov Riau tegas dan bila perlu mencabut izin operasional pabrik kelapa sawit jika terbukti melanggar.

 

"Penetapan harga memang harus diimbangi dengan operasi pasar. Seandainya pabrik tak menerima TBS masyarakat, maka wajib dicabut perizinannya atau diambil alih BUMD, supaya masyarakat sejahtera," ujarnya. 

 

Disinyalir, anjloknya harga TBS sawit di Riau karena adanya kebijakan Presiden RI, Joko Widodo terkait larangan ekspor CPO ke luar negeri. Menurut Sugianto, kebijakan tersebut perlu dikaji ulang karena kebijakan yang salah.

 

"Apakah Pak Jokowi sudah memikirkan imbas kebijakan itu terhadap petani sawit. Karena Indonesia belum siap menyerap 100 persen CPO. Refinery kita yang untuk rencana B30 sampai B100 itu sudah jadi apa belum? Kalau sudah silakan saja melarang ekspor CPO ke luar negeri," tutur Sugianto.

 

Lebih lanjut, ia mempertanyakan kebijakan tersebut apakah cara pemerintah dalam menaikkan harga CPO di kalangan pemerintah. Jikapun demikian, sebaiknya tetap mempertimbangkan petani kecil dan memikirkan bagaimana cara petani kecil tak terkena imbasnya.

 

"Kalaupun untuk menetralkan harga minyak goreng kan tinggal ngatur kuotanya. Untuk ekspor sekian, kuota untuk minyak goreng sekian. Harganya stabil tidak mengurangi harga komoditas sawit sendiri. Ini harus dikaji ulang karena di Indonesia, perkebunan rakyat dengan perkebunan  perusahaan itu 50:50," jelasnya. 

 

Politikus PKB itu khawatir jika ke depannya dampak kebijakan Presiden Jokowi semakin meluas. Seperti, katanya, petani tak cuma menerima harga TBS yang murah, juga sawit petani itu tak laku dijual. 



 

"Karena otomatis yang punya pabrik sawit kan perkebunan, tentu mereka mengutamakan sawit sendiri daripada menerima sawit petani, kalau tanki timbunnya penuh. Nah ini akan jadi bencana bagi petani," tegas Sugianto.

 

Ia pun menganjurkan agar pemerintah mengalihfungsikan subsidi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang diterima perusahaan seperti Wilmar, kepada masyarakat.

 

"Misalnya masyarakat dibikinkan koperasi pabrik yang dikelola BUMD, dibuat tanki timbun. Itu bisa menstabilkan harga nasioanal, dikasih ruang untuk ekspor dan refinery juga. Petani bisa jadi swakelola. Subsidi itu juga bisa dialihkan ke pupuk petani. Entah itu subsidi harga atau pupuk gratis," ujarnya. 

 

"Perputakan ekonomi yang baik di satu daerah bukan pada perusahaan, tapi perkebunan masyarakat. Contoh saja, apa imbasnya tertangkapnya Wilmar bagi masyarakat Riau, kan minim sekali.  Tapi kalau harga TBS seperti ini, bisa kiamat masyarakat Riau," pungkas Sugianto.

 

 

 

Diberitakan sebelumnya, Kepala Bidang (Kabid) Pengolahan dan Pemasaran, Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau, Defris Hatmaja, memastikan petani yang bermitra dengan pabrik kelapa sawit akan mendapat kepastian pasar menjual dalam menjual TBS.

 

Hal itu dikatakan sesuai dengan Pergubri Tata Niaga TBS dan Permentan 01 Tahun 2018 dan Pergubri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Niaga TBS produksi pekebun Riau.