Buronan Kredit Fiktir BRK Rp 35 Miliar Arya Wijaya Diringkus

terpidana.jpg
(DEFRI/ RIAUONLINE)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Terpidana kasus korupsi Bank Riau Kepri, Arya Wijaya harus mengakhiri pelariannya sejak 2016. Ia ditangkap di Kota Tangerang Selatan, Kamis, 21 April 2022.

Direktur Utama PT Saras Perkasa itu merupakan terpidana kasus korupsi Kredit Fiktif di Bank Riau Kepri mencapai Rp 35,2 miliar.

Menurut Wakil Kepal Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Riau Hutama Wisnu, Arya Wijaya merupakan terpidana kasus Korupsi dan divonis bersalah atas putusan MA tahun 2016.

"Arya Wijaya terjerat kasus Tipikor tahun 2003 di vonis bersalah atas putusan MA 2016 dan di Vonis 15 Tahun, namun yg bersangkutan buron (melarikan diri)," ujar Hutama Wisnu saat Konferensi Pers, Jumat, 22 April 2022.

Arya ditangkap oleh tim Kejaksaan Agung di Bhuvana Residence, Kecamatan Pondok Aren, Tanggerang Selatan, Banten.

"Alhamdulillah dapat dilakukan penangkapan oleh Tim Kejaksaan Agung dan akan dilakukan penahanan di Lapas Pekanbaru," terangnya.

Arya Wijaya menyandang status terpidana berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 332K/Pid.Sus/2015 tanggal 11 Januari 2016.



Dia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dengan kerugian negara sebesar Rp35,2 miliar.

"Dia divonis 15 tahun penjara, dan denda sebesar Rp1 miliar subsidair pidana kurungan selama 8 bulan," lanjut Wisnu.

Sebelumnya pada sidang yang digelar Senin, 25 April tahun 2014 lalu, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menjatuhkan putusan lepas atau Onslaacht kepada Arya Wijaya.

Hakim menilai dia tidak terbukti sebagai perbuatan pelanggaran pidana, melainkan perkara perdata.

Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat itu menuntut Arya selama 15 tahun penjara, denda sebesar Rp1 miliar atau subsidair 6 bulan penjara. Dia juga dituntut membayar denda Rp35,2 miliar subsidair 8 tahun penjara.

Menurut JPU, Arya terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Putusan ini berbeda jauh dengan vonis yang dijatuhkan terhadap Dirut PT BRK Zulkifli Thalib (berkas terpisah) yang divonis selama 4 tahun penjara.

Untuk diketahui, kasus ini bermula pada 2003 lalu. Saat itu Arya Wijaya yang berencana melanjutkan pembangunan Ruko dan mal di Komplek Batu Aji, Batam, dan menemui Dirut BRK Zulkifli Thalib, untuk menyampaikan maksudnya itu.

Selaku Direktur, Arya Wijaya mengajukan kredit kepada BRK. Arya meyakinkan bisa meneruskan bangunan mal dan meminta penambahan kredit Rp55 miliar. Sebagai jaminan, berupa deposito di Bank BNI 46 sebesar Rp100 miliar.

Belakangan, jaminan itu tidak diserahkan Arya. Akhirnya, pihak bank hanya mengucurkan kredit dengan plafon Rp35,2 miliar.

Namun ternyata, pembangunan mal dan Ruko tersebut terhenti, karena Arya Wijaya tak sanggup membayar utang pinjaman kepada BRK. Akibatnya, kasus ini masuk kategori kredit macet.