Laporan Linda Mandasari
RIAUONLINE, PEKANBARU-Terorisme merupakan sebuah kejahatan luar biasa yang memerlukan penanganan luar biasa extra. Pengaturan dan penegakan hukum merupakan salah satu bentuk upaya dalam rangka mencegah tindak pidana terorisme. Saat ini Riau Online akan membahas mengenai Teroris, Penanggulangan Terorisme di Indonesia, simak ulasannya berikut ini.
Untuk dapat mencegah dan memberantas tindak pidana terorisme secara maksimal, perlu diikuti upaya lain dengan menggunakan sistem dan mekanisme penelusuran aliran dana karena tindak pidana terorisme tidak mungkin dapat dilakukan tanpa didukung oleh tersedianya dana.
Pemberlakuan kebijakan pembatasan uang tunai akan mempermudah pelacakan dan penelusuran pendanaan terorisme. Karena transaksi non tunai secara finansial akan lebih transparan. Dengan adanya pembatasan transaksi tunai diharapkan semua transaksi akan tercatat dalam pembukuan sehingga dengan demikian dapat mempersempit ruang gerak pelaku teroris dalam bertransaksi.
Dengan mempersempit ruang gerak pelaku terorisme maka upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme dapat dicegah sedini mungkin.
Dalam penanggulangan terorisme, ketentuan hukum masih bertumpu pada perlindungan bagi pelaku kejahatan, sementara pemenuhan hak korban masih minim.
Dalam praktiknya pemenuhan hak korban belum sepenuhnya terealisasi. Adanya birokrasi yang harus ditempuh, akan mempersulit pengajuannya seperti pengajuan kompensasi yang harus berdasarkan putusan pengadilan dan diajukan kepada menteri keuangan.
Sedangkan pengajuan rehabilitasi dan restitusi dilakukan melalui menteri hukum dan hak asasi manusia. Selain itu dalam memproses permohonan korban, LPSK membutuhkan keterangan dari kepolisian yang menyatakan pemohon adalah korban terorisme.
Kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan terorisme mengalami perubahan. Perubahan tersebut melalui jalur kenal dengan penyesuaian hukum pidana materiil dan formil serta jalur non penal yang mengakui keberadaan BNPT sebagai lembaga penyelenggaraan penanggulangan terorisme.
Namun kebijakan hukum pidana melalui jalur non penal dalam RUU perubahan atas UU pemberantasan terorisme belum mengatur penanggulangan kejahatan secara utuh, sebab ketentuan mengenai pencegahan dan deradikalisasi yang selama ini dikategorikan sebagai pendekatan soft approach belum ada dan belum ditentukan standar pelaksanaan deradikalisasi.
Karena berubahnya arah kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan terorisme maka sebaiknya perubahan arah kebijakan hukum pidana tidak hanya dituangkan dalam perubahan atas UU pemberantasan terorisme.
Sebaiknya perubahan arah kebijakan hukum pidana ini dilakukan dengan mengganti UUpemberantasan terorisme dengan undang-undang yang baru, sehingga arah perubahan kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan terorisme di Indonesia tidak terkesan setengah-setengah dan penanggulangan terorisme di Indonesia dapat dilakukan secara menyeluruh.
Sehingga kebutuhan warga negara Indonesia akan perlindungan dari ancaman terorisme dapat terpenuhi.
Teroris, Penanggulangan Terorisme di Indonesia
Pengaturan dan penegakan terhadap pelaku tindak pidana terorisme ini memerlukan sebuah upaya yang tidak melanggar HAM. Hak asasi baik itu dari korban maupun pelaku merupakan hal yang mutlak dimiliki.
Hukum pidana yang mengatur tentang sanksi dan juga proses penegakan hukum merupakan pangkal dari adanya penegakan hukum di Indonesia.
Pemahaman terhadap tujuan dari pemberian sanksi pidana perlu dilakukan oleh penegak hukum. Pemberian sanksi pidana tersebut memerlukan penjelasan bahwa ada tujuan dari pemberian sanksi tersebut. Selain itu penegakan hukum atau penanganan pelaku tindak pidana terorisme harus dilihat secara keseluruhan. Pelaku tindak pidana terorisme harus mengedepankan kepentingan keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Sekian informasi mengenai Teroris, Penanggulangan Terorisme di Indonesia. Semoga informasi yang telah Riau Online berikan bermanfaat bagi pembaca.