RIAUONLINE - Setiap orangtua pasti akan marah dan emosi saat mendapati anaknya menjadi korban perundungan atau bully. Bahkan tak jarang orangtua akan langsung menghampiri pelaku dan membuat perhitungan.
Namun tindakan ini tidak direkomendasikan Psikolog Klinis Anna Surti Ariani. Alih-alih menyelesaikan masalah, tindakan tersebut dianggap malah akan memperkeruh suasana dan orangtua malah berbalik jadi pelaku bullying.
"Kayaknya jangan kita menghakimi, pelaku apalagi cuma tahu dari satu sisi. Maka sebetulnya perilaku kita ketika menghukum bisa juga dianggap bullying kepada anak tersebut," ujar Anna dalam acara diskusi EU Social DigiThon beberapa waktu lalu.
Menurut anggota Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia itu, bukan tidak mungkin orangtua akan dituntut balik atas tuduhan perundungan terhadap anak-anak.
Sehingga solusi terbaik yang bisa dilakukan orangtua adalah melaporkan tindakan perundungan kepada pihak yang berwenang. Misalnya, apabila bullying dilakukan di media sosial maka bisa laporkan ke pengelola aplikasi, melalui fitur lapor.
Lalu apabila bullying dilakukan di sekolah bisa dilaporkan ke guru atau pihak sekolah, agar menelusuri kejadian yang sesungguhnya. Termasuk bila terjadi tempat umum, bisa dilaporkan ke pihak berwajib seperti polisi.
"Mereka yang nanti akan membantu menindak," imbuh Anna.
Tapi sebelum melakukan tindakan, langkah utama yang perlu dilakukan adalah lebih dulu melindungi dan membuat anak korban bullying merasa aman dan nyaman.
Selain itu, Anna juga mengungkap bahwa pada dasarnya anak yang jadi pelaku bullying adalah korban dari lingkungan, seperti ia ingin merasa kuat, harga dirinya rendah, kurang berempati, ingin populer dan belum sadar akan dampak bullying yang dilakukan.
"Belum tentu pelaku adalah pelaku. Sebenarnya sampai seseorang melakukan bullying mungkin kurang cinta kepada dirinya, tidak percaya diri, dan sebagainya," pungkas Anna.
Artikel ini sudah tayang di SUARA.com