RIAUONLINE, PEKANBARU - GIS Specialist Greenpeace Indonesia, Sapta Ananda Proklamasi menyampaikan kendala utama dalam mengatasi tantangan pengelolaan hutan dan lahan gambut di Indonesia. Salah satunya tidak adanya transparansi data spasial wilayah hutan dan lahan gambut.
Ia menuturkan, pemetaan hutan dan lahan gambut menjadi penting sebagai data referensi. Misalnya data angka tutupan hutan alam tahun 2020 yang disampaikan KLHK sebesar 90,1122 juta hektare.
"Jika dibandingkan angka tutupan hutan alam 2019 sebesar 89,0047 juta Ha, terdapat perbedaan 1 juta Ha. Namun teknis pengambilan data tutupan tidak dijelaskan, seperti lokasi tutupan dan dilakukan rekalkulasi sehingga angka tidak konsisten,” kata Sapta, Senin, 15 Maret 2021, saat diskusi media secara daring.
Lanjut Sapta, oleh karena itu, kesediaan wali data untuk membuka akses publik kepada data spasial menjadi urgent dilakukan agar data dapat diuji dan kemudian Pemerintah dapat menerima masukan pemanfaatan dan penayangan data.
"Keterbukaan data ini akan berdampak ke generasi muda untuk bisa memiliki pengetahuan dan pemahaman lebih dalam," pungkasnya.
Selanjutnya, selain kendala pada data, upaya penegakkan hukum terhadap pelanggaran terjadi pada pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup terutama yang dilakukan oleh korporasi juga menjadi tantangan tersendiri dalam pengawasan dan pengelolaan berkelanjutan.
Sementara itu, Direktur Hukum Yayasan Auriga Nusantara, Rony Saputra mengatakan perlunya mencermati aturan yang diterapkan Pemerintah serta aturan turunannya terutama pada aturan yang menghilangkan korporasi sebagai subjek pelaku pidana.
"Pemuda dapat berperan aktif dalam mendorong dan memberikan masukan ke pemerintah untuk memastikan regulasi dan penegakan hukum berjalan semestinya," jelasnya
Seperti diketahui, Koalisi Golongan Hutan mengajak anak muda Indonesia yang memiliki kepedulian terhadap isu lingkungan untuk mau bergerak menjaga kelestarian hutan dan lahan gambut.
Hal ini perlu segera dilakukan mengingat banyaknya bencana menimpa Indonesia yang 98 persen disebabkan oleh faktor hidrometerolog atau perubahan iklim.
Koalisi Golongan Hutan yang sudah berjalan 2 tahun sejak Januari 2019 terus berupaya untuk mengedukasi anak muda di Indonesia tentang berbagai tantangan dan permasalahan di sektor lingkungan hidup. Hal tersebut dilakukan agar mereka dapat terlibat dan menggaungkan pentingnya pengawasan dan pengelolaan berkelanjutan hutan dan lahan gambut di Indonesia.
Peran penting anak muda Indonesia dalam isu lingkungan disampaikan melalui Diskusi Media “Hutan dan Lahan Gambut Indonesia: Akankah Berpihak pada Generasi Mendatang?” yang diadakan secara daring pada Senin, 15 Maret 2021.
Diskusi turut dihadiri anggota Koalisi Golhut, yakni Sapta Ananda Proklamasi, GIS Specialist Greenpeace Indonesia, Rony Saputra, Direktur Hukum Yayasan Auriga Nusantara serta Hasbi Berliani, Direktur Program Untuk Tata Kelola Berkelanjutan Kemitraan/Partnership.