Gema Takbir Kemenangan Penuh Keterbatasan di Ujung Negeri

Idul-Fitri.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU- Lagu-lagu idul fitri yang dinyanyikan penyanyi legendaris negeri jiran Malaysia melantun indah dibalik speaker kecil radio hitam usang sebuah keluarga kecil di Desa Selatbaru, Kecamatan Bantan, Bengkalis, Riau. Salah satu lagu favorit bagi keluarga itu dan banyak warga di sana adalah Selamat Hari Raya yang didendangkan Saloma.

Lagu yang diproduksi pada tahun 1950 an silam itu bisa dibilang sangat legendaris, bahkan mendarah daging bagi masyarakat Bengkalis, sebuah pulau yang berada persis berbatasan dengan negeri Jiran Malaysia.

Sementara lagu berdendang, bau rendang mulai menyeruak hidung, menggoda perut yang tengah menahan lapar di akhir Ramadhan. Barisan ketupat telah masak dan bergantung rapi di tempat khusus.

Pada 2020 ini, masyarakat Bengkalis kembali merayakan idul fitri, meski diselimuti keterbatasan akibat wabah Corona. Suasana berbeda mulai terasa sejak malam 27 ramadhan. Tak ada lagi gemerlap kreasi lampu-lampu minyak yang membentuk masjid atau asma Allah.

Padahal, biasanya keberadaan lampu yang terbuat dari kaleng bekas itu menjadi penanda bahwa ramadhan akan berakhir dan hari raya makin dekat.



Suasana pedesaan dan perkotaan juga jauh dari kata meriah. Masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, meningkatkan ibadah.

Perbedaan semakin kentara ketika tak ada pawai takbir keliling. Pawai yang biasanya riuh rendah ratusan pemuda, remaja, orang tua dan anak-anak. Bedug dan pengeras suara mengiringi gema takbir keliling kampung. Takbir hanya dikumandangkan sayup-sayup dari dalam masjid.

Kemudian tradisi bara'an atau rombongan juga ditiadakan untuk tahun ini. Sebuah tradisi unik yang mungkin hanya ditemukan di kepulauan pesisir Riau, termasuk pulau Bengkalis dan juga Pulau Rupat. Tradisi unik yang paling dirindukan para perantau untuk pulang ke kampung halaman.

Barakan adalah tradisi kala setiap warga yang tinggal dalam satu RW atau beberapa RT saling mengunjungi. Tidak jelas bagaimana tradisi ini bisa ada. Konon, para tetua mengatakan tradisi itu sudah ada sejak beberapa generasi sebelum mereka. Dengan adanya tradisi seperti ini, silaturahmi selalu terjaga.

Perantau yang hanya berkesempatan pulang pada saat Lebaran juga akan tetap saling mengenal dengan warga setempat. Begitu pun pendatang, juga akan lebih mudah mengenal lingkungannya.

Kegiatan itu dilakukan dengan sukarela. Dengan berjalan kaki dari satu rumah ke rumah lainnya, semuanya terasa hangat. Ritualnya juga sama, berkunjung, bersalaman, dan berdoa untuk sang penghuni rumah dan menikmati sajian. Begitu seterusnya dilakukan di masing-masing rumah yang mereka kunjungi.

Corona jelas membuat perbedaan nyata dalam merayakan idul fitri, tak terkecuali masyarakat Bengkalis pada tahun ini. Namun, tak sedikitpun mengurangi makna kemenangan yang telah diraih.