RIAU ONLINE, PEKANBARU - Anggota DPR RI Dapil Riau, Achmad mengungkapkan kekesalannya kepada kepala daerah di Riau yang menahan bantuan kepada masyarakat hanya karena alasan pendataan yang belum selesai. Lantaran bermasalah di data, penyaluran bantuan menjadi tertunda-tunda di tengah masyarakat sudah sangat membutuhkan.
Dijelaskan anggota Komisi VIII yang bermitra dengan Kementerian Sosial ini, setidaknya ada tiga sumber bantuan bisa diterima oleh masyarakat Riau, yakni APBD Kota dan Kabupaten, APBD Provinsi dan APBN Pusat.
Sayangnya, beberapa kepala daerah tingkat kabupaten kota terkesan hanya menunggu bantuan datang dari tingkat provinsi dan pusat. Seharusnya para wali kota dan bupati ini bisa menyelesaikan tanggungjawabnya terlebih dahulu.
Apalagi melihat masalah penyaluran Sembako di Kota Pekanbaru, yang seharusnya Pekanbaru bisa menjadi role model bagi daerah lainnya karena statusnya sebagai ibu kota provinsi.
"Saya berprinsip, lebih baik masyarakat kita menerima dua tiga paket yang tumpang tindih, daripada menunggu bantuan sampai data selesai dalam kondisi kelaparan. Sungguh zalim pemerintah yang membuat masyarakat menunggu dalam kondisi lapar," katanya kepada RIAU ONLINE, Kamis, 7 Mei 2020.
Kalaupun ada kelebihan, anggap saja itu sebagai rezeki masyarakat. Achmad yakin jumlah data yang tumpang tindih hanya akan berkisar di angka paling besar 10 persen dari total penerima bantuan.
Jika nantinya memang ada kesalahan 10 persen data yang tumpang tindih, sebut Achmad itu tak masalah. Karena artinya pemerintah sudah membantu 90 persen masyarakat sesuai dengan prosedur.
"Jangan tunggu selesai semua, baru direalisasikan. Pendataan itu proses, tujuan utama kita kan bagaimana itu bisa cepat sampai di masyarakat, kejar dulu itu. Ini masyarakat sudah kelaparan. Yang tumpang tindih ini kita evaluasi lagi di bulan selanjutnya," tambahnya.
Dalam kondisi genting seperti ini, kepala daerah harus berpikir secara radikal dan ekstrim karena masalah yang dihadapi adalah masalah yang luar biasa. Sedangkan berpikir radikal dan ekstrim saja belum tentu kita bisa menang.
"Kondisi seperti ini kita bersikap biasa dan normatif, alamat tenggelam lah kita. Covid-19 itu tidak menunggu data selesai, baru dia menyerang. Bukan begitu," tegasnya.
"Saya heran saja, bantuannya kan sudah jelas nih tapi masih saja ribut soal pendataan. Apalagi sampai dikembalikan oleh Ketua RT. Masa hanya karena ingin pembagian merata, bantuan jadi tertahan," tegasnya lagi.
Achmad bahkan sudah sempat berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi, dia mendapat kabar bahwa sampai hari ini bantuan Rp 300 ribu per-KK yang dijanjikan Gubernur belum cair karena masih ada kabupaten kota yang belum mengirimkan datanya.
Daripada menunggu data dari kabupaten Kota, Achmad menyarankan Gubernur mengirimkan dahulu uang bantuan ke kabupaten kota sebesar 25 persen dari total jumlah yang dialokasikan.
"Ada atau tidak ada data kirim aja dulu uangnya, sambil meminta data segera. Bupati dan walikota kalau uang sudah ditangan, mereka tidak akan ragu bergerak. Nanti kalau sudah berprogres, tambah lagi 25 persen. Kalau kondisi begini dipertahankan masyarakat jadi ragu, apakah pemerintah punya uang atau tidak," pungkasnya.
Masyarakat sekarang ini, lanjut Achmad, tengah menunggu realita lapangan, bukan berita ini itu. "Biarlah makan ubi kayu yang nyata, daripada hamburger tapi hanya cerita," tegasnya.
Terkait alasan kepala daerah yang takut tumpang tindih karena sudah disurati oleh KPK, Achmad meminta kepala daerah untuk memegang teguh prinsip 'Keselamatan rakyat adalah konstitusi tertinggi'.
Kepala daerah jangan egois kata Achmad, hanya karena takut berurusan dengan hukum kemudian dia menahan-nahan bantuan untuk rakyat. Kepala daerah harus berani menghadapi resiko, karena itu dituntut keberanian.
"Hati-hati boleh, tapi jangan zalimi rakyat dengan alasan aturan. Kalau ada rakyat yang dapat dua, apa salahnya? Mereka kan memang butuh dan kita siapkan dokumentasinya. Tak ada yang salah. Yang salah itu yang menilap bantuan," sambungnya.
Achmad menegaskan, apa yang dia sampaikan bukan Asal Bunyi (Asbun) semata, karena ia sudah pernah menjadi kepala daerah selama 10 tahun di Rokan Hulu. Makanya ia tahu paham yang menjadi pertimbangan kepala daerah.
"Kalau misalnya dari total bantuan 5000 ada margin error 100, jangan takut. Kita sedang memancing di air keruh, tak nampak jelas dimana ikannya. Intinya kalau kerja dengan hati insyaAllah selamat, tapi kalau kerja dengan nafsu kiamat," tuturnya.