Dr Ahmad Redi Sebut Eksekusi Lahan Sawit di Desa Gondai Pelanggaran Wewenang

Kebun-Sawit.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Akademisi Universitas Tarumanegara Dr Ahmad Redi menilai Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau tak memiliki wewenang untuk melakukan eksekusi ribuan hektare perkebunan sawit yang menjadi sumber ekonomi masyarakat Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan, Riau. 

 

Ahmad mengatakan hal itu saat menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan Surat Perintah Tugas Nomor  096/PPLHK/082 yang menjadi landasan DLHK Provinsi Riau dalam eksekusi itu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru, Selasa petang. 

 

"Sesuai dengan Pasal 17 dan Pasal 18 Undang-undang Administrasi Pemerintahan keputusan dan atau tindakan tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang. Instansi untuk melakukan eksekusi, padahal instansi tersebut tidak memiliki wewenang dalam melakukan eksekusi merupakan penyalahgunaan wewenang kategori mencampuradukan kewenangan dan kategori sewenang-wenang," papar Ahmad dihadapan majelis hakim.

 

Dalam penjelasannya, Ahmad berpedoman pada sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dia memaparkan jika melanggar wewenang berarti sama dengan menyalahi ketentuan dalam Undang-undang Administrasi Pemerintahan, seperti yang tertera pada Pasal 7 terkait kewajiban pejabat pemerintahan membuat keputusan dan atau tindakan sesuai dengan kewenangannya. 

 

Kemudian Pasal 8 terkait pengaturan bahwa setiap keputusan dan/atau tindakan harus ditetapkan dan atau dilakukan oleh badan dan atau pejabat pemerintahan yang berwenang, termasuk badan dan atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang wajib berdasarkan peraturan perundang- undangan; dan AUPB.

 

Kemudian dia juga turut menyinggung jika penyelenggaraan administrasi pemerintahan dilakukan asas legalitas asas pelindungan terhadap hak asasi manusia.

 

"Yang dimaksud dengan “asas perlindungan terhadap hak asasi manusia” adalah bahwa penyelenggaraan administrasi pemerintahan, badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak boleh

melanggar hak-hak dasar warga masyarakat sebagaimana dijamin dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," tuturnya. 

 

Menurut Ahmad, hak pihak ketiga yang oleh hukum diakui sebagai hak, misalnya hak atas tanah, hak pengusahaan hutan yang masih berlaku sesuai jangka waktu pembebanan hak serta belum dicabut atau dibatalkan oleh pengadilan, maka suatu instansi tidak dapat melakukan tindakan tertentu yang tidak memenuhi syarat sah sebuah keputusan. 

 

"Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (1) UU Administrasi Pemerintahan yang mengatur bahwa ayarat sahnya Keputusan," jelasnya lagi.



 

Persoalan eksekusi perkebunan sawit masyarakat yang bernaung kepada PT Peputra Supra Jaya (PSJ) dan perusahaan hutan tanaman industri PT Nusa Wana Raya (NWR) di Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan, Riau berlangsung cukup lama. Tak jarang, persoalan itu berbuntut pada aksi anarkis dan bentrokan. 

 

DLHK bersama PT NWR berada di lapangan untuk menumbangkan paksa perkebunan sawit yang tengah tumbuh subur dan dalam puncak produksinya itu. Eksekusi itu dilakukan DLHK itu berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1087 K/PID.SUS.LH/2018, Desember 2018.

 

Dalam putusan disebutkan luas lahan yang dieksekusi mencapai 3.323 hektare. Menurut putusan juga disebutkan lahan itu dirampas untuk dikembalikan ke Negara melalui Dinas LHK Riau cq PT NWR. Rinciannya luasan lahan, milik petani sekitar 1.280 hektare sementara sisanya milik PT PSJ. 

 

Namun, masyarakat terus berupaya melakukan perlawanan meski eksekusi tetap berjalan. Salah satunya menggugat DLHK yang sejatinya mereka nilai tidak berwenang melalui PTUN Pekanbaru. 

 

Kuasa hukum petani sawit yang tergabung dalam Koperasi Unit Desa Gondai Bersatu Asep Ruhiyat

mengatakan eksekusi berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI No 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 tertanggal 17 Desember 2018 tersebut tidak tepat. 

 

"Kita optimis bahwa DLHK dalam penerbitan surat tersebut cacat hukum penyalahgunaan wewenang seperti yang dikuatkan oleh ahli hukum Dr Ahmad," ujarnya. 

 

Asep juga yakin bahwa PTUN akan membatalkan

Surat Perintah Tugas Nomor : 096/PPLHK/082 tanggal 10 Januari 2020 tentang melaksanakan perjalanan dinas dalam rangka pengamanan penertiban dan pemulihan kawasan hutan atas lelaksanaan eksekusi pidana berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087K/PID.SUS.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018 di Wilayah Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.

 

DLHK Riau sendiri jauh sebelumnya membantah melakukan eksekusi perkebunan sawit di Desa Gondai. Kepala Seksi Penegakan Hukum Agus mengatakan bahwa eksekusi dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri Pelalawan. Sementara DLHK hanya melaksanakan upaya penertiban. 

 

"Saya ingin luruskan, ini bukan eksekusi, tapi pemulihan dan penertiban kawasan hutan. Lahan ini masuk dalam kawasan konsesi PT NWR. Itulah makanya kita tertibkan, kita pulihkan menjadi kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), lantaran kawasan ini memang Kawasan Hutan Produksi," kata Agus. 

 

Sementara itu, meski ada penolakan masyarakat, dia mengatakan aksi eksekusi tetap akan dilakukan. Walupun, saat ini ada upaya peninjauan kembali (PK) ditingkat MA. 

 

"Meski ada penolakan, putusan mahkamah agung tetap kita laksanakan. Upaya PK juga tidak menghalangi upaya ini," ujarnya. 

 

Perkara ini juga sebelumnya menarik perhatian Presiden Joko Widodo kala berkunjung ke Riau akhir Februari 2020 lalu. Presiden Joko Widodo pun menginstruksikan Gubernur Riau Syamsuar dan Kapolda Riau Inspektur Jenderal Polisi Agung Setya Imam Effendi untuk menyelesaikan konflik perkebunan sawit di Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan, Riau. 

 

Instruksi itu disampaikan presiden disela-sela penyerahan 41 surat keputusan (SK) perhutanan sosial di Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasim, Kabupaten Siak, Riau.

 

Disaat tengah memberikan pengarahan, presiden Joko Widodo mempersilahkan tiga warga untuk menjelaskan rencana pengelolaan lahan perhutanan sosial yang mereka peroleh. Namun, salah seorang warga dari Pelalawan justru berteriak histeris, tepat di samping presiden ke tujuh Indonesia itu. 

 

"Pak Gubernur, Pak Kapolda, tolong ini dicek ke lapangan. Kalau tidak selesai saya akan turunkan tim dari Jakarta," tegas Jokowi. 

 

Jokowi juga menyatakan tidak sungkan untuk memanggil perusahaan yang bermasalah tersebut jika persoalan sengketa lahan dengan masyarakat ini tidak kunjung diselsaikan. Jokowi mengatakan dirinya akan mempelajari persoalan tersebut.