Majelis hakim melanjutkan sidang praperadilan Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad setelah sempat ditunda pada pekan lalu. Sidang perdana ini digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa, 17 Maret 2020.
(istimewa)
RIAUONLINE, PEKANBARU - Pengadilan Negeri Pekanbaru akhirnya menolak permohonan praperadilan pelaksana tugas Bupati Bengkalis, Muhammad, atas penetapannya sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pipa transmisi PDAM senilai Rp3,4 miliar.
Dalam putusannya di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa, Hakim tunggal Yudisilen mengatakan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau dalam menetapkan Muhammad yang kini ditetapkan buronan korupsi itu sesuai prosedur dan perlu dibuktikan di persidangan.
"Menerima eksepsi termohon (Dit Reskrimsus Polda Riau) dan menolak permohonan (Prapid) pemohon," kata Hakim Yudisilen.
Dengan ditolaknya praperadilan Muhammad, hakim memerintahkan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau untuk melanjutkan proses penyidikan dugaan korupsi pengadaan pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) pada 2013 silam.
Muhammad mengajukan praperadilan dan menggugat Polda Riau ke PN Pekanbaru karena menilai penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dan pemasangan pipa transmisi di Tembilahan tidak sah.
Dalam gugatannya, Muhammad meminta kepada hakim untuk memerintahkan Ditreskrimsus Polda Riau mencabut status tersangka yang disandang Muhammad selaku pemohon. Dia menilai penetapan tersangka itu tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
Terpisah, Wakil Direktur Reskrimsus Polda Riau, AKBP Fibri Karpiananto, mengatakan, penyidik akan terus melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut. Pihaknya juga masih memburu Muhammad yang telah dijadikan DPO.
Fibri mengimbau Muhammad untuk kooperatif. Sebagai pejabat negara seharusnya, Muhammad harusnya memberi contoh yang baik kepada masyarakat dan mendukung proses penegakan hukum.
"Dia pejabat negara, kenapa harus bersembunyi. Di mana tanggungjawabnya dia. Apakah amanah masyarakat yang diberikan ke dia, diabaikan begitu saja," tutur Fibri.
Saat proyek pipa transmisi dilaksanakan, Muhammad menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan Pengguna Anggaran di Dinas Pekerjaa Umum Riau dengan senilai Rp3,4 miliar.
Dalam perkara ini, sudah ada tiga pesakitan lainnya yang dijerat. Mereka adalah, Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sabar Stevanus P Simalonga, Direktur PT Panatori Raja selaku pihak rekanan dan Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas. Ketiganya sudah dihadapkan ke persidangan.
Dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengerjaan proyek itu bersumber dari APBD Provinsi Riau itu diantaranya, pipa yang terpasang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dipersyaratkan dalam kontrak. Lalu, tidak membuat shop drawing dan membuat laporan hasil pekerjaan.
Kemudian, tidak dibuat program mutu, tidak melaksanakan desinfeksi (pembersihan pipa), tidak melaksanakan pengetesan pipa setiap 200 meter. Selanjutnya, pekerjaan lebar dan dalam galian tidak sesuai kontrak, serta penyimpangan pemasangan pipa yang melewati dasar sungai.
Adapun perbuatan melawan hukum yang dilakukan Muhammad adalah menyetujui dan menandatangani berita acara pembayaran, surat perintah membayar (SPM), kwitansi, surat pernyataan kelengkapan dana yang faktanya mengetahui terdapat dokumen yang tidak sah, serta tidak dapat dipergunakan untuk kelengkapan pembayaran.
Selanjutnya, menerbitkan dan tandatangani SPM. Meski telah telah diberitahukan oleh Edi Mufti, jika dokumen seperti laporan harian, mingguan dan bulanan yang menjadi lampiran kelengkapan permintaan pembayaran belum lengkap.
Dia juga menandatangi dokumen PHO yang tidak benar dengan alasan khilaf. Perbuatan itu mengakibatkan kerugian sebesar Rp2,6 miliar.