(istimewa)
Senin, 2 Maret 2020 12:53 WIB
(istimewa)
RIAUONLINE, PEKANBARU - Kejaksaan Tinggi Riau menduga vendor iklan Garbarata senilai Rp1,7 miliar yang kini tengah didalami Korps Adhyaksa tersebut diduga berasal dari Provinsi Jawa Barat. Meski begitu, hingga kini Kejati Riau masih belum menemukan kantor vendor dalam proyek yang diduga fiktif tersebut.
"Informasi terakhir katanya perusahaannya di Jawa Barat, tapi belum pasti. Ini yang sedang kita cari,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati Riau Hilman Azazi di Pekanbaru, Senin, 2 Februari 2020.
Dia menjelaskan pihaknya telah melakukan serangkaian penyelidikan dalam perkara itu. Termasuk memanggil sejumlah saksi dari internal Bank Riau Kepri dan Angkasa Pura untuk dimintai klarifikasi.
"Enam orang yang sudah kita mintai keterangannya. Itu dari internal BRK sendiri, kemudian (PT) Angkasa Pura,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, tim penyelidik masih terus melakukan evaluasi terkait dugaan korupsi itu. Tidak hanya itu, pihaknya juga tengah menghitung selisih pembayaran dalam pemasangan iklan BRK tersebut di Bandara SSK II Pekanbaru itu.
“Evaluasi masih terus dilakukan tim (penyelidik). Ke depan kita juga masih menghitung selisihnya berapa, dan apakah ini ada peristiwa pidananya. Kalau ada (peristiwa pidana), kita masuk dalam penyidikan,” sebut dia.
Kejaksaan Tinggi Riau menyatakan tengah mendalami dugaan tindak pidana korupsi proyek iklan Bank Riau Kepulauan Riau yang terpasang di Garbarata Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru.
Baca Juga
Dugaan korupsi proyek media di luar ruangan itu disebut terjadi pada 2016 dengan nilai mencapai Rp1,7 miliar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Riau Muspidauan membenarkan bahwa pihaknya tengah mendalami dugaan korupsi tersebut.
"Saat ini kami tengah melakukan pengumpulan data dan informasi (terkait korupsi pemasangan iklan BRK)," katanya.
Informasi yang dirangkum, proyek tersebut terjadi pada tahun 2016 lalu. Adalah PT MP disinyalir menguasai sejumlah proyek untuk bidang promosi mengalahkan sejumlah perusahaan yang menjadi kompetitornya.
Monopoli itu berujung dengan adanya dugaan proyek promosi fiktif di Bandara SSK II, pemasangan iklan di garbarata senilai Rp1,7 miliar. Dana sebesar itu diketahui telah dicairkan, namun tidak dibayarkan ke pihak bandara.
Namun yang anehnya, pihak BRK tidak melaporkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum dan justru pada tahun 2017, BRK menganggarkan kembali proyek yang sama dengan nilai nyaris dua kali lipat.
Sejauh ini belum ada keterangan resmi dari BRK terkait perkara tersebut. Sekretaris Perusahaan (Sekper) Jazuli, dan Humas BRK Dwi Hardadi, saat dihubungi wartawan, belum bersedia memberi tanggapan.
Kasus dugaan korupsi itu mendapat perhatian besar masyarakat. Organisasi kepemudaan Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) bahkan menyatakan dugaan korupsi itu melukai hati masyarakat Riau.
“Keterlaluan, Bank yang diandalkan pemerintah Daerah malah melakukan korupsi. Apa masih kurang gaji insentif yang diterima perbulannya,” ujar Koordinator Kebijakan Publik dan Politik Pemuda LIRA Kota Pekanbaru, A. Hapiz kepada wartawan.
Azi meminta Kejaksaan Tinggi Riau agar mengusut tuntas kasus korupsi tersebut. Hal ini katanya, agar menjadi pelajaran bagi pejabat melakukan korupsi.
Apalagi, lanjut Hapiz, Bank Riau Kepri adalah perusahaan daerah yang seharusnya memberikan keuntungan untuk daerah. Bukan malah merampok uang rakyat.
“Kita segera melaporkan kasus korupsi Bank Riau Kepri ini ke Kajati Riau. Harus menjadi prioritas kasus ini segera tuntaskan dan hukum para pelakunya,” tuturnya.