Dua Hutan Adat di Kampar Dapat Pengakuan dari Pemerintah Pusat

Harry-Oktavian.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/FAKHRURRODZI)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Dua hutan adat yang berada di Kabupaten Kampar sudah diakui oleh pemerintah. Pengakuan hutan adat di Kampar ini dibuktikan dengan sudah terbitnya surat keputusan (SK) dari pemerintah pusat. SK Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang penetapan hutan adat tersebut bahkan secara langsung sudah diserahkan kepada datuk yang mengelola hutan tersebut oleh Presiden RI Joko Widodo belum lama ini.

Dua hutan adat yang sudah diakui tersebut adalah hutan adat imbo putui kenegerian petapahan seluas 251 hektare dan hutan adat kenegerian kampa seluas 156,8 hektare. Untuk hutan adat kenegerian kampa ini terbagi dalam dua hamparan. Masing-masing diberikan nama ghimbo lidah dan ghimbo pomuan kenegerian kampar.

"Memang kalau dilihat dari sisi luasan, ini belum terlalu luas, tapi ini momentun awal yang baik. Karena hutan ada memberikan banyak manfaat bagi kehidupan mahluk hidup. Termasuk soal dalam hal pengurangan emisi dan membantu dalam mengurangi perubahan iklim," kata Tim Kerja Percepatan Pengakuan Hutan Adat Kampar (TP2HAK), Harry Oktavian, Jumat 28 Februari 2020.

Lebih lanjut, Harry mengatakan dengan adanya pengakuan dari pemerintah pusat ini, maka masyarakat adat dapat dengan aman mengelola hutan tersebut untuk kesejahteraan ekonomi di lingkungan masyarakat adat tersebut. Dengan catatan hutan adat tersebut tidak boleh dirusak dan ditebang menjadi lahan perkebunan.



Dengan adanya pengakuan ini maka ini bisa menjadi dasar bagi masyarakat adat untuk melindungi kawasan hutan untuk fungsi ekonomi, sosial dan adat.

"Kita ingin membangun kesadaran di tengah masyarakat bahwa hutan adat ini penting, tidak hanya sebagai identitas, tapi juga banyak yang bisa dimanfaatkan, jadi hutan tidak dilihat lagi sebagai kawasan yang tidak boleh dimasuki," kata Harry.

Harry mengungkapkan, di Kabupaten Kampar setidaknya ada delapan kawasan yang masuk dalam kawasan hutan adat. Namun sejauh ini baru tujuh kawasan huan adat yang sudah diajukan penerbitan SKnya ke kementrian LHK. Dari tujuh usulan SK hutan adat tersebut baru dua yang sudah diterbitkan SKnya.

Sedangkan yang lima usulan lagi sejauh ini belum diterbitkan SKnya dan masih terus berposes. Sebab ada beberapa hutan adat yang diusulkan SK nya ke kementrian LHK itu ada yang berada diluar kawasan hutan. Sehingga dibutuhkan peraturan daerah yang mengatur soal penetapan kawasan hutan adat tersebut. Mulai dari subjeknya yang harus jelas dan wilayah hutan adatnya juga harus jelas.

"Dari delapan kawasan hutan adat hanya tujuh yang kita usulkan. Satu lagi tidak kita usulkan karena masih ada persoalan yang belum siap ditingkat internal," katanya. (*)