Petani padi di Desa Muara Kelantan, Kecamatan Sungai Mandau, Siak mengalami peningkatan produksi beras 18 kali lipat dari panen sebelumnya.
(istimewa)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Petani padi di Desa Muara Kelantan, Kecamatan Sungai Mandau, Siak mengalami peningkatan produksi beras 18 kali lipat dari panen sebelumnya.
Hal tersebut terungkap dala Perdana Demplot Padi Organik Senin, 3 Februari 2020 yang merupakan program Corporate Social Responsibilities (CSR) Bank Indonesia.
Peningkatan hasil sawah tersebut merupakan hasil pemanfaatan teknologi pemupukan menggunakan kotoran sapi yang dicampur dengan Microba Alfaafa MA-11 hasil penelitian Dr Ir Nugroho Widiasmadi
Disamping bisa meningkatkan hasil produksi, uang yang dikeluarkan petani jauh lebih berkurang, apalagi proses pembuatan pupuk hanya memakan waktu 1x24 jam saja.
"Biasanya untuk pupuk petani menghabiskan anggaran Rp 15 juta, tapi dengan teknologi ini hanya habis Rp 5 juta dengan manfaat yang luar biasa," kata Nugroho.
Nugroho yang juga sebagai Tenaga Ahli Sektor Riil Bank Indonesia ini menambahkan, teknologi MA-11 akan diterapkan ke seluruh penjuru Riau, dan dimulai dengan tanah yang komposisi tanahnya parah.
Ia mencontohkan lahan di Muara Kelantan yang aktivitas pertanian sudah berjalan 9 tahun. Namun, hanya bisa memanen beras sekitar 200-500 kg saja per hektarnya.
"Tiga bulan yang lalu mereka panen 500 kg, sekarang bisa 9,6 ton. Berarti meningkat 18 kali lipat. MA-11 ini bisa menggemburkan tanah keras. Karena kan tanah padat ini zat haranya miskin. Alhamdulillah yang kedalamannya semula hanya 5 cm bisa jadi 30-60 cm. Hasil panen sudah membuktikan," jelasnya.
Sementara itu, Deputi Bank Indonesia Kpw Riau, Teguh Setiadi menjelaskan alasan kenapa Bank Indonesia malah mengurusi beras meski sudah ada dinas dan kementerian yang menanganinya.
Teguh menuturkan, salah satu tujuan Bank Indonesia adalah mengendalikan inflasi, sementara bahan-bahan pokok seperti beras, cabe merah, bawang merah, bawang putih dan kebutuhan pokok lainnya adalah penyebab inflasi.
"Penyebab harga-harga naik turun itu adalah ketersediaannya, yang mempengaruhi persediaan ini bisa jadi karena masalah produktifitas rendah maupun gagal panen, makanya Bank Indonesia mencoba mempraktekkan pola pertanian organik yang benar, supaya produktivitas meningkat dan ketersediaan ini bisa dipenuhi," tuturnya.
Kedepannya, ia berharap praktek pertanian seperti ini bisa diterapkan di setiap desa pertanian kabupaten Siak. Untuk desa Muara Kelantan sendiri akan tetap dibina hingga empat tahun mendatang.
Bupati Siak, Alfedri yang hadir dalam panen tersebut menuturkan, peningkatan produksi beras berbasis teknologi mikroba Alfaafa ini sangat mendukung program penguatan kedaulatan pangan di Siak.
"Peningkatan produksi beras ini sepertinya akan dapat mengalahkan sawit. Sawit itu perhektar hanya menghasilkan Rp 30 juta. Sementara hasil pertanian dengan menerapkan teknologi mikroba Alfaafa ini dapat menghasilkan lebih dari Rp 30 juta perhektar," terang Bupati Siak.
Alfedri bahkan secara tegas menyebut, Kabupaten Siak sangat siap dalam memproduksi pupuk ini karena saat ini Siak memiliki banyak peternak sapi dengan jumlah sapi mencapai ribuan.
"Kalau satu hektar sawah butuh 3 ekor sapi, kita ada 600 ekor sapi lebih di kecamatan Sungai Mandau ini, cukup untuk memupuk 200 hektar sawah, belum lagi sapi yang ada di Dayun, Lubuk Dalam dan lainnya," tutup politisi PAN.