Laporan: ROBI SUSANTO
RIAU ONLINE, TELUK KUANTAN - Situasi antara masyarakat Kenegrian Siberakun, Kecamatan Benai, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau dengan PT Duta Palma Nusantara (DPN) sedikit memanas karena pihak perusahaan belum juga menepati janji akan membuatkan kebun pola KKPA untuk masyarakat.
Sampai saat ini masyarakat Kenegrian Siberakun Kecamatan Benai masih menuntut hak mereka.
Berdasarkan perjanjian yang pernah dibuat pada tahun 1998 silam pihak perusahaan berjanji akan membuatkan kebun plasma untuk masyarakat, namun hingga kini janji tersebut belum direalisasikan.
Rapat mediasi lanjutan penyelesaian tuntutan masyarakat Kenegrian Siberakun dengan pihak PT Duta Palma Nusantara kembali digelar diruang Multimedia Kantor Bupati Kuansing, Kamis, 9 Januari 2020.
Rapat mediasi yang rencana dimulai pukul 09.00 WIB sempat molor karena pihak PT DPN baru datang sekitar pukul 11.00 WIB. Sejumlah pejabat maupun Kapolres dan undangan lainnya dibuat menunggu akibat perwakilan pihak perusahaan terlambat datang.
Ini merupakan pertemuan keempat yang digelar Pemkab Kuansing untuk menyelesaikan tuntutan masyarakat Kenegrian Siberakun dengan pihak PT Duta Palma Nusantara.
Rapat dipimpin Asisten I Setda Kuansing Muhjelan didampingi Asisten II Setda Wariman dan Kabag Tata Pemerintahan dan Kerjasama Setda Yulizar. Rapat juga dihadiri langsung Kapolres Kuansing AKBP Henky Poerwanto.
Juga hadir Kepala Satpol PP Kebakaran dan Penyelamatan Erdiansyah, Kasat Intel Polres, sejumlah Kabag, Camat Benai, Kapolsek, para Datuk dan Ninik Mamak, Kades dan sejumlah tokoh masyarakat Kecamatan Benai.
Dari PT Duta Palma sendiri hadir dua perwakilan salah satunya adalah Muhammad Abdol selaku legal dan HRD Non Teknis di PT DPN dan dibeberapa PT terafiliasi di group DPN Riau - Jambi.
Mengawali rapat tersebut, Asisten I Setda Kuansing Muhjelan mengatakan, mediasi ini dilakukan untuk menyelesaikan tuntutan masyarakat Kenegrian Siberakun ke pihak PT Duta Palma Nusantara
Dalam surat perjanjian yang dibuat tahun 1998 silam ada tiga poin tuntutan masyarakat Kenegrian Siberakun. Namun kini baru dua poin yang direalisasikan pihak perusahaan.
Sementara satu poin lagi yakni akan membangun kebun plasma ini memang belum direalisasikan oleh pihak perusahaan. Padahal dalam perjanjian tersebut tercantum nominal secara langsung luas yang akan dibangun.
"Dalam versi tuntutan dengan versi yang ditanggapi oleh PT DPN ini ada perbedaan," kata Muhjelan.
Secara lisan pernah disampaikan PT DPN kalau mereka mengakui isi dalam perjanjian 1998 silam untuk membangunkan kebun plasma untuk masyarakat. "Tapi pihak PT DPN mengatakan mana lahannya ?.
Disampaikan Muhjelan, mendengar pernyataan PT DPN waktu itu pemerintah langsung spontan menyampaikan bahwa keinginan dan tuntutan masyarakat sebagai mana yang disampaikan dalam pemahaman sesuai perjanjian1998, bahwa poin lahan itu berada dalam HGU yang dikuasai PT DPN.
"Ini poin yang kami sampaikan waktu pertemuan itu, dan itulah poin yang dituntut oleh masyarakat," tegas mantan Kabag Persidangan dan Risalah DPRD Kuansing ini.
Akan tetapi pihak PT DPN berpendapat bahwa lahan yang dimohonkan oleh masyarakat maka pihak perusahaan bersedia membangun, merawat dan bisa langsung sampai tahapan produksi.
"Waktu itu memang disampaikan secara lisan oleh pihak perusahaan dan kami menyurati PT DPN secara langsung pada 20 Desember 2019 lalu," ujarnya.
Setelah dilakukan pertemuan waktu itu, maka kita minta pihak perusahaan menyampaikan secara tertulis supaya ini bisa menjadi dokumen oleh pemerintah dan disampaikan kepada masyarakat.
"Tapi sampai kini surat kami itu belum ditindaklanjuti dengan surat tertulis oleh pihak perusahaan," katanya.
Menurutnya ini juga yang menjadi alasan pemerintah kenapa belum memberikan klarifikasi kepada masyarakat karena memang pemerintah belum mendapatkan jawaban secara tertulis dari pihak perusahaan.
"Sampai kini kita masih menunggu klarifikasi tertulis dari pihak DPN dan kami akan kembali menyurati PT DPN agar jawaban tersebut disampaikan secara tertulis," pungkasnya.
Dari salah satu poin isi surat yang disampaikan oleh pemerintah melalui surat Bupati ada harapan yang disampaikan sesuai dengan kapasitas Pemkab selaku pemegang kewenangan penyelenggara pemerintahan umum. Dimana pemerintah berkewajiban mengantisipasi potensi-potensi keamanan dan ketertiban.
Terhadap poin ketiga dalam surat Bupati tersebut dibunyikan 'terhadap lahan yang disengketakan kepada saudara (PT DPN,red) diminta sebelum ada keputusan yang jelas untuk mengehentikan aktivitas demi menjaga situasi tetap kondusif ditengah masyarakat'.
Muhjelan menjelaskan, maksud isi surat pada poin ketiga tersebut walaupun mungkin secara tersurat bisa saja dipandang Pemda tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan itu karena izin HGU itu memang bukan kewenangan Pemda.
Menurutnya mengapa itu dibunyikan kami bukan bermaksud melanggar dari batas kewenangan selaku Pemda, tetapi yang kami maksudkan disini hanya untuk mengantisipasi bahwa ini akan dipandang sebagai potensi gangguan keamanan dan ketertiban,"jadi bukan melabihi kapasitas kewenangan pemda, hanya itu," tegasnya.
Dilanjutkan Muhjelan, ketika menerima laporan dari pihak Kecamatan terjadi pemicu bahwa poin ketiga tidak sesuai dengan realisasi dilapangan. Artinya ada pihak perusahaan melaksanakan aktivitas dilahan yang diklaim oleh masyarakat tersebut da itu kami sampaikan dari laporan masyarakat dan pihak kecamatan.
"Seharusnya yang paling pas hari ini pihak perusahaan lebih awal memberikan klarifikasi pemahaman kronologis yang ada dan progres apa yang disampaikan kepada Pemda," katanya.
Sementara Muhammad Abdol selaku legal dan HRD Non Teknis di PT DPN mengakui kalau kondisi dilapangan saat ini memang sedikit memanas.
Menjawab apa yang disampaikan Asisten I Setda Kuansing, Muhammad Abdol mengatakan, dari pertemuan yang dilakukan 28 November 2019 lalu perusahaan siap membangun KKPA untuk masyarakat sesuai perjanjian 1998. "Namun disitu memang diluar dari kebun inti," katanya.
Pihak perusahaan sebelumnya menyatakan kesiapannya untuk membangun kebun untuk masyarakat tapi lahan untuk pembangunan kebun tersebut disiapkan oleh Pemda maupun masyarakat.
"Kita siap dimana lahannya, apakah ditentukan pemda atau masyarakat sendiri, dibentuk pola kemitraannya kita bangun kan kita siap," katanya.
Menjawab surat Bupati Kuansing, Abdol mengatakan sudah menyiapkan drafnya untuk menjawab surat tersebut tapi kebetulan Direktur tengah berada diluar.
"Direktur kita memang lagi diluar, karena surat ini harus ditandatangani oleh beliau selaku direktur dan kami akan menyampaikan ke Pemda," katanya.
Pada poin ketiga surat Bupati tersebut disampaikan Abdol dibunyikan terhadap lahan yang disengketakan kepada saudara diminta sebelum ada keputusan yang jelas untuk menghentikan aktivitas demi menjaga situasi tetap kondusif ditengah masyarakat.
Menurut Abdol, disini disonding lagi dengan masyarakat kenapa masih bekerja. Bunyi poin ketiga tersebut menurutnya
ada miss kepahaman dari sisi perusahan sendiri apabila ada himbauan aktivitas itu domainnya harus ada surat dari pengadilan apabila memang disengketakan.
"Memang diajukan gugatan seperti itu pak, pemahaman dari sisi perusahaan, karena itu tidak adanya surat resmi dari pengadilan untuk kita hentikan aktivitas karena disitu adalah lahan dalam HGU kita yang legal," katanya.
Abdol mengaku tidak bisa mengambil keputusan sendiri karena keputusan ada di Jakarta. Pihak perusahaan katanya komit untuk melaksanakan perjanjian 1998.
"Tapi Pemkab Kuansing memberikan lahannya kita buatkan komitmen membangun kebun pola KKPA ini," katanya.
Kemudian Kapolres Kuansing AKBP Henky Poerwanto menegaskan kalau dirinya sangat sependapat dengan surat yang sudah dibuat oleh Bupati Kuansing.
"Karena ini adalah tanggung jawab pemerintah dalam rangka mencegah terjadinya konflik yang lebih luas," tegasnya yang turut hadir dalam mediasi lanjutan tersebut.
Menurut Kapolres, siapa lagi yang harus dihormati kalau bukan pemerintah, bukan pandang orangnya tapi Bupati sebagai Kepala Daerah.
Apabila terjadi potensi konflik diwilayahnya tentu semua wajib mendukung mencegah konflik agar jangan sampai melebar.
Seperti disampaikan dalam Undang-undang bahwa dalam penanganan konflik kita harus menjunjung tinggi beberapa azas pertama kamanusiaan, HAM, kebangsaan, kekeluargaan, kebhinekaan tunggal ika, keadilan, kesetaraan gender dan kearifan lokal.
"Disini saya tekankan yang harus dihormati dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung," tegasnya lagi.
Kapolres juga menekan kepada pihak perusahaan untuk tidak 'ngewer' untuk mencoba-coba melakukan aktivitas. "Saya akan bisa menilai itu sebagai upaya provokator karena itu akan berbenturan antara masyarakat," katanya.
Kapolres meminta agar menghormati apa yang menjadi keputusan Bupati karena masih ada jalan. "Saya tidak ingin diwilayah Kuansing menjadi tanggungjawab saya untuk keamanan terjadi permasalahan," tegasnya.
Dia menegaskan tidak mau terjadi benturan antara masyarakat dan juga tidak mau anggotanya dibenturkan dengan masyarakat. "Ini saya cegah dan saya hindari dan saya tidak mau ini terjadi," katanya.
Kemudian tadi juga sudah disampaikan secara lisan kalau pihak perusahaan akan segera membalas surat Bupati secara tertulis.
"Ini akan kami pegang janjinya, tolong ditepati jangan diulur-ulur lagi ini demi kebaikan bersama," pungkasnya.
Kapolres juga menyampaikan kepada semua masyarakat mari sama-sama memelihara kondisi kedamaian ditengah masyarakat. "Selesaikan permasalahan dengan jalan damai bukan secara kekerasan," tegasnya.
Dia bersama jajarannya akan berusaha secara maksimal untuk mencegah terjadinya permasalahan. "Jadi tolong jangan dulu lakukan aktivitas, kalau dilaksanakan kita takut ini akan memancing amarah dan terjadi konflik," katanya.