RIAU ONLINE, PEKANBARU - Anggota DPR RI dapil Riau 1, Jon Erizal menegaskan pihaknya sudah lama memperjuangkan Dana Bagi Hasil (DBH) Crude Palm Oil (CPO) di parlemen, namun ada hal yang membuat perjuangan tersebut terhambat.
Dikatakan politisi PAN ini, memang banyak kepala daerah di Indonesia berharap ada DBH CPO, dan mereka juga sudah berjuang lama untuk bagaimana daerah bisa dapat porsi lebih besar.
Tapi, dijelaskan pria yang kerap disapa JE ini, sistem pendapatan negara sekarang, hasil pendapatan dari CPO di blending (dicampur) dengan penerimaan negara lainnya sehingga belum bisa ditentukan besaran pendapatan dari CPO ini.
"Jadi pajak dari CPO ini sudah di blending," kata JE, Senin, 28 Oktober 2019
JE mengaku pernah membicarakan ini dengan kementerian keuangan, saat ia mempertanyakan dimana porsi Riau, pihak kementerian menyebutkan hanya bisa lewat Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Jadi, jika Riau ingin memanfaatkan hasil CPO ini harus melalui prosedur DAU dan DAK dengan sistem permintaan yang lebih jelas, terencana, dan terperinci.
Pun begitu, JE bersama anggota DPR RI lainnya akan mengajak daerah lain untuk menyatukan kekuatan dan menggelar pertemuan bersama Kemenkeu guna mencarikan solusi DBH CPO ini
"Jangan sampai daerah penghasil dapat kotornya aja, seperti jalan rusak dan segala macamnya. Itu kan daerah yang menanggungnya," tambahnya.
Permasalahan DBH CPO ini, sambungnya, tidak bisa didapat secara instan namun membutuhkan waktu yang cukup lama karena banyak kajian-kajian yang harus dilakukan terlebih dahulu.
"Karena kan pendapatan CPO ini sudah di blending dan di distribusikan ke seluruh Indonesia lewat DAU dan DAK tadi," tutupnya.
Sebelumnya, Wakil ketua Komisi II Karmila Sari berharap Pemerintah Provinsi Riau bisa lebih memaksimalkan potensi kelapa sawit dalam menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Untuk diketahui, hingga hari ini pajak yang dihasilkan dari Crude Palm Oil (CPO) hanya dikenakan pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sehingga pajak hanya dialirkan ke APBN.
Karmila mengatakan, pajak tersebut memang bisa kembali ke Riau namun dalam bentuk lain, yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang peruntukannya membutuhkan beberapa persyaratan.
Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, ujar politisi muda Rohil ini, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Riau tidak dapat memaksimalkan dana ini, bahkan realisasi tertinggi hanya di angka 80 persen.
"Ada berbagai alasan dana ini terkendala realisasi-nya, mulai dari permasalahan RTRW, legalitas kelompok pertanian, pencarian lahan dan berbagai persoalan lainnya. Jadi realisasi DAU dan DAK ini tidak mudah, harusnya itu kan hak Riau," kata Karmila, Jumat, 25 Oktober 2019
Tak hanya itu, pengelolaan DAU dan DAK ini juga memakai sistem termin. Dimana ketika tidak selesai di termin kedua, maka tanggungjawab penyelesaian dibebankan kepada Pemprov. Artinya, memberatkan APBD lagi.
Untuk itu, politisi asal Rohil mengajak semua pihak fokus memperjuangkan pajak yang dihasilkan dari kelapa sawit ini, terutama anggota DPR RI Dapil Riau selaku yang berwenang membuat regulasi terkait Dana Bagi Hasil (DBH) CPO ini.